Ganjar Pranowo Tak Patuhi Perintah Kemnaker, Tetap Naikkan UMP 2021, Ini Pertimbangan Gubernur
Ganjar Pranowo Tak Patuhi Perintah Kemnaker, Tetap Naikkan UMP 2021, Ini Pertimbangan Gubernur
TRIBUN-TIMUR.COM - Ganjar Pranowo Tak Patuhi Perintah Kemnaker, Tetap Naikkan UMP 2021, Ini Pertimbangan Gubernur.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 3,27 persen.
Penetapan upah tertuang dalam surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah nomor 561/58 Tahun 2020 tanggal 28 Oktober 2020.
Artinya, Ganjar tidak mengikuti Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja (Menaker) supaya tidak menaikkanUMP 2021.
Meskipun tidak signifikan, ada kenaikan UMP dari Rp1.742.015 menjadi Rp1.798.979 pada 2021.
"Kami sudah menggelar rapat dengan berbagai pihak dan sudah mendengarkan masukan. Sudah kami tetapkan UMP Jateng 2021," kata Ganjar melalui siaran tertulis, Jumat (30/10/2020) sore.
Ganjar menegaskan pihaknya tidak menggunakan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja melainkan tetap berpegang teguh pada PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Selain itu, pertimbangan lain adalah hasil rapat dengan Dewan Pengupahan, serikat buruh, Apindo dan lainnya.
Para pihak, kata dia, sudah diajak bicara dan memberikan masukan-masukan.
"Perlu saya sampaikan, bahwa UMP ini sesuai dengan PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang mendasari pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dua hal ini yang coba kami pegang erat," terangnya.
Sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi year of year (yoy) untuk September di Jawa Tengah sebesar 1,42 persen.
Sementara pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 1,85 persen.
UMP ini, lanjutnya, akan berlaku untuk seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Seluruh Kabupaten/Kota harus menjadikan pedoman UMP dalam penetapan upah minimum kabupaten/ kota masing-masing.
"Mereka punya waktu sampai 21 November nanti untuk menyusun itu (UMK).
Dan ini kalimatnya dapat, artinya bisa iya bisa tidak. Pengalaman di Jawa Tengah, selama ini kami tidak menggunakan UMP melainkan UMK," jelasnya.
Respon Serikat Buruh
Meski dianggap berani, bagi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92 Kota Solo, keputusan tersebut dinilai tumpang tindih.
Mengingat aturan bakal berbenturan dengan UU Cipta Kerja yang masih menimbulkan perdebatan.
"Kalau mendasarkan pada PP 78 dimungkinkan tidak naik, nanti masuknya UU Cipta Kerja yang baru," kata Ketua DPC SBSI 92 Kota Solo, Endang Setyowati saat dihubungi TribunSolo.com, Jumat (30/10/2020).
"Nggak tau nanti sistemnya seperti apa, bakal blunder atau tidak," imbuhnya.
Endang sendiri tak mau masuk lebih dalam dengan regulasi yang dipakai Pemrov Jateng pada tahun depan nanti.
Yang terpenting, kata dia, Pemerintah tak mencla mencle dalam membuat kebijakan.
"Pada dasarnya kita para buruh memakai yang menguntungkan," aku dia.
Disinggung besaran angka kenaikan UMP, sambung Endang hal tersebut masih dirasa kecil.
Mengingat kebutuhan ideal upah di Kota Solo berada di kisaran Rp 3 juta.
Ditambah kondisi pandemi covid-19, yang membuat kebutuhan makin membengkak.
"Jelas kurang, saat saya survey 3 tahun ke belakang, kebutuhan buruh di Solo dalam sebulan mencapai kisaran Rp 3 Juta, karena untuk upah sekarang tidak termasuk tunjangan akomodasi, pulsa dan lain sebagainya," paparnya.
"Jadi kalau ditanya kurang atau tidak ya jelas kurang,apalagi ada pandemi seperti sekarang," tegasnya.
"Seandainya cukup, pasti buruh ada tunggakan hutang," tandasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Pertimbangan Ini yang Membuat Gubernur Ganjar Tak Ikuti SE Menaker, Tetap Naikkan UMP Jateng,