Hari Sumpah Pemuda
Ini Pernyataan Sikap Gerakan Rakyat Makassar di Hari Sumpah Pemuda
Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada hari ini, Rabu (28/10/2020), ratusan massa kembali turun ke jalan di Kota Makassar.
Penulis: Rudi Salam | Editor: Suryana Anas
Pemuda dan masyarakat sudah menyatakan menolak reklamasi, tambang pasir, dan perampasan lahan dimana-mana, tapi kemarin kita menyaksikan taman nasional, habitat komodo, sebuah area konservasi yang seharusnya dilindungi dari perusakan dan dijauhi dari campur tangan manusia, malah dibuka atas nama investasi.
Kita menyaksikan pentingnya ekonomi di mata segelintir orang dibandingkan keselamatan lingkungan yang justru menjadi penentu masa depan manusia.
Pemuda dan masyarakat sudah bersuara dan berusaha mendapatkan haknya sebagai warga sipil untuk menyampaikan pendapat di muka umum, tapi kita menyaksikan lagi kawan kita dikriminalisasi, direpresif, hanya karena memberi masukan kepada rezim.
Kita ketahui bahwa dalam penyusunan hingga diundangkannya, Omnibus Law UU Cipta Kerja telah mengubah, menambah dan menghapus bahkan bertentangan dengan sekitar 76 peraturan perundang-undangan sekaligus, yang substansinya menabrak dan tidak sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi Negara.
Pertentangan omnibus law cipta kerja dengan UU yang bersifat general seperti UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 dan UU sektoral lainnya mempertegas orientasi UU ini dibuat.
Terkait pekerja migran, Omnibus Law Cipta Kerja juga mengubah sebagian ketentuan dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang memiliki legitimasi yang kuat untuk memberikan jaminan, perlindungan, dan pemenuhan hak buruh migran dan keluarganya dengan mengurangi peran swasta penempatan dan perlindungan buruh migran.
Perlu kita sadari bersama, bahwa UU Cipta Kerja bukan sekedar persoalan ketenagakerjaan semata tetapi menjadi masalah fundamental bagi seluruh aspek tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Liberalisasi agraria, hukum, lingkungan, pendidikan, pers, demokrasi, kelompok rentan minoritas, keagamaan serta keyakinan dan lainnya.
Dengan tegas UU ini dibuat untuk menggeser ideologi, sistem ekonomi, hukum dan politik bangsa yang telah disusun oleh para pendiri bangsa, menjadi karpet merah kepentingan penguasa dan oligarki serta pengusaha/korporasi dengan mengabaikan kepentingan rakyat dan kelompok rentan lainnya. Liberalisasi seluruh sistem tatanan kehidupan melanggengkan penindasan sehingga tak jauh berbeda dengan zaman orde baru.
Situasi diatas yang menyebabkan gerakan perlawanan rakyat terhadap Omnibus Law muncul tak terbendung. Berbagai gerakan rakyat menolak Omnibus Law tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dengan berbagai macam bentuk, tak terkecuali di Sulawesi Selatan. Mulai dari ruang-ruang akademik hingga aksi-aksi turun ke jalan.
Meski bernama "Cipta Kerja", namun seluruh ketentuannya mempermudah perampasan tanah di desa dan di kota, pengrusakan lingkungan, perampasan ruang kelola masyarakat, pemiskinan perempuan serta penghisapan buruh yang malah menghilangkan "tempat kerja dan ruang hidup" itu sendiri (tanah pertanian, wilayah adat dan wilayah tangkap nelayan tradisional serta perempuan pesisir).
Melalui Omnibus Law para pengusaha ingin melemahkan kontrol rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi atas ruang hidup, pengusaha ingin lepas dari jerat pidana bahkan mereka dilegalkan untuk merampas tanah, merusak lingkungan hingga memiskinkan, mengeksploitasi rakyat dan kaum buruh.
Olehnya itu, pembungkaman gerakan-gerakan perlawanan rakyat melawan Omnibus Law terus dilancarkan oleh negara. Represifitas aparat dan penangkapan ribuan massa khususnya mahasiswa pelajar, konsolidasi ormas reaksioner, intimidasi dan teror terus dilakukan.
Ancaman kepada mahasiswa dan pelajar juga semakin meningkat serta penahanan atau penghalang-halangan pendampingan massa aksi yang ditahan juga dijalankan negara. Tuduhan hoax dan penunggangan juga tak henti didengungkan.
Meskipun tidak sedikit akademisi, organisasi-organisasi keagamaan, organisasi perempuan dan elemen gerakan bantuan hukum terhadap masyarakat sipil lainnya yang telah mengeluarkan sikap dan penolakan namun tak digubris oleh rezim hari ini.