Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dapat Nilai Merah soal PJJ, Nadiem Makarim: Bayangkan Apa yang Terjadi Jika Sekolah Tidak Ditutup?

Salah satu kebijakan Nadiem Makarim yang mendapat nilai merah, yakni soal Pembelajaran Jarak Jauh di masa pandemi.

Editor: Anita Kusuma Wardana
istimewa
Dapat Nilai Merah soal PJJ, Nadiem Makarim: Bayangkan Apa yang Terjadi Jika Sekolah Tidak Ditutup? 

TRIBUN-TIMUR.COM- Di satu tahun kepemimpinannya menjabat sebagai Mendikbud, Nadiem Makarim mendapat nilai merah dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Salah satu kebijakan Nadiem Makarim yang mendapat nilai merah, yakni soal Pembelajaran Jarak Jauh di masa Pandemi.

Mendikbud Nadiem Makarim mendapat nilai 55 yang disebut berada di bawah standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) dengan nilai 75.

Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia ( FSGI) Retno Listyarti mengungkapkan alasan mengapa pihaknya memberikan nilai 55 untuk kebijakan PJJ yang dikeluarkan Nadiem Makarim.

"Kami beri nilai 55 karena kami punya data-data survei dan memiliki perwakilan berbagai daerah yang guru-guru ini betul-betul pelaku lapangan dan berhubungan dengan orangtua murid," kata Retno di acara Rapor Merah 1 Tahun Pendidikan Mas Menteri Nadiem secara virtual, Minggu (25/10/2020).

ilustrasi siswa sd belajar online
ilustrasi siswa sd belajar online (int)

Sementara itu, Nadiem Makarim dalam acara Cerita di Kemenkeu Mengajar, Senin (26/10/2020) , mengatakan, tidak ada yang menginginkan PJJ dilakukan.

Ia menginginkan semua anak-anak mengikuti pembelajaran secara tatap muka di sekolah. Menurutnya belajar tatap muka adalah kondisi ideal dan optimal bagi anak-anak.

"Bayangkan apa yang terjadi kalau sekolah di awal pandemi tidak ditutup dari sisi penyebaran virus. Jadi hal pertama yang harus kita sadari kenapa kita melakukan PJJ ini karena terpaksa,"jelas Nadiem.

Bagi Nadiem hal tersebut dilakukan untuk melindungi anak-anak, guru-guru, orangtua, serta orang-orang yang lebih rentan seperti kakek nenek mereka.

Cerita Nadiem Makarim Kerap Ganggu Sri Mulyani soal 'Keuangan'

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI atau Mendikbud, Nadiem Makarim dan Menteri Keuangan RI atau Menkeu, Sri Mulyani.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI atau Mendikbud, Nadiem Makarim dan Menteri Keuangan RI atau Menkeu, Sri Mulyani. (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO DAN ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengakui sering menganggu Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat merumuskan kebijakan di tengah pandemi Covid-19.

Kebijakan tersebut terutama yang berkait dengan bidang keuangan. Menurutnya, inovasi kebijakan Kementerian Pendidikan yang ditelurkan selama kondisi pandemi tidak akan bisa terlaksana bila tidak didukung oleh Kementerian Keuangan.

"Inovasi dilakukan dalam waktu cepat banyak sekali di bidang keuangan, dan tanpa dukungan Kemenkeu ini tidak mungkin akan bisa terjadi," ujar Nadiem.

"Saya sama Bu Ani (panggilan akrab Sri Mulyani) itu saya paling sering mengganggu Bu Ani, dan Bu Ani juga sering mengganggu saya," lanjut dia.

Nadiem yang juga mantan CEO Gojek tersebut mengatakan, dalam tiga bulan terakhir dia dan Sri Mulyani kerap berinteraksi untuk menemukan inovasi kebijakan yang bisa dilakukan dalam waktu dekat.

Hal itu dilakukan lantaran pandemi Covid-19 merupakan kondisi darurat yang memaksa banyak pihak harus melakukan kegiatan di dalam rumah, salah satunya kegiatan belajar mengajar.

"Kalau mau sempurna ya sudah, rakyat keburu sengsara dulu, jadi kita harus bergerak cepat dengan tetap memikirkan apa yang bisa dilakukan sekarang untuk membantu," ujar dia.

Salah satu kebijakan tersebut yakni memberikan bantuan berupa kuota internet gratis kepada para siswa, guru, mahasiswa, dan dosen. Kebijakan tersebut berlangsung mulai bulan September hingga Desember 2020.

Setiap bulan, siswa akan mendapat kuota internet gratis sebesar 35 GB, sementara guru menerima 42 GB.

Para mahasiswa dan dosen pun juga mendapatkan kuota internet sebesar 50 GB per bulannya.

Kemendikbud telah menyiapkan anggaran dana sebesar Rp 8,9 triliun.

Adapun Rp 7,2 triliun digunakan untuk memberikan kuota gratis kepada siswa, guru, mahasiswa, dan dosen.

Sementara Rp 1,7 triliun lainnya diketahui dialokasikan untuk para para penerima tunjangan profesi guru dan tenaga kependidikan, dosen, serta guru besar.

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Nadiem di Tengah Pandemi: Saya Paling Sering "Mengganggu" Bu Ani..."

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved