Mengenang Mbah Maridjan, sang Juru Kunci yang Meninggal saat Letusan Dahsyat Gunung Merapi
Sejak kejadian Gunung Merapi akan meletus tahun 2006, nama Mbah Maridjan semakin terkenal.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
TRIBUNTIMURWIKI.COM- Juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan adalah sosok yang begitu fenomenal.
Mbah Maridjan menjadi korban saat Gunung Merapi meletus pada 26 Oktober 2020.
Kini 10 tahun sudah kepergian, sang juru kunci.
Kisah kepergiannya pun cukup menjadi perbincangan tanah air.
Sebelum menyimak kisahnya, yuk mengenang lebih dulu sosok Mbah Maridjan.
Dilansir dari wikipedia, Raden Ngabehi Surakso Hargo atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Maridjan.
Mbah Maridjan ini memiliki nama asli: Mas Penewu Surakso Hargo.
Ia lahir di Dukuh Kinahrejo, 5 Februari 1927 dan meninggal di Sleman, 26 Oktober 2010 pada umur 83 tahun.
Ia adalah seorang juru kunci Gunung Merapi. Amanah sebagai juru kunci ini diperoleh dari Sri Sultan Hamengkubuwana IX.
Setiap gunung Merapi akan meletus, warga setempat selalu menunggu komando darinya untuk mengungsi.
Dia mulai menjabat sebagai wakil juru kunci pada tahun 1970. Jabatan sebagai juru kunci lalu disandangnya sejak tahun 1982.
Sejak kejadian Gunung Merapi akan meletus tahun 2006, Mbah Maridjan semakin terkenal.
Karena faktor keberanian dan namanya yang dikenal oleh masyarakat luas tersebut, Mbah Maridjan ditunjuk untuk menjadi bintang iklan salah satu produk minuman energi.
Kematian
Pada tanggal 26 Oktober 2010, gunung Merapi kembali meletus disertai awan panas setinggi 1,5 kilometer.
Gulungan awan panas tersebut meluncur turun melewati kawasan tempat mbah Maridjan bermukim.
Jasad Mbah Maridjan ditemukan beberapa jam kemudian oleh tim SAR bersama dengan 16 orang lainnya telah meninggal dunia, umumnya kondisi korban yang ditemukan mengalami luka bakar serius.
Jenazah tersebut dikonfirmasi sebagai jenazah Mbah Maridjan pada tanggal 27 Oktober 2010.
Penghargaan
Almarhum Mbah Maridjan mendapatkan penghargaan Anugerah Budaya 2011 dari Pemerintahan Provinsi DIY, dalam kategori pelestari adat dan tradisi.
Pemberian penghargaan dilakukan Sekretaris Daerah Provinsi DIY Ikhsanuri, pada tanggal 29 November 2011, di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta.
Kisah Tewasnya Mbah Maridjan
Letusan Gunung Merapi yang menewaskan juru kunci, Mbah Maridjan alias Ki Surakso Hargo.
Kawasan sekitar Merapi pun luluh lantak.
Tribunjateng.com mengunjungi kawasan Kinahrejo, Sabtu (9/12/2017).
Kawasan tersebut kini sudah berbenah. Jejak-jejak letusan masih bisa ditelusuri di Kinahrejo merupakan tempat tinggal Mbah Maridjan.
Kawasan jejak-jejak letusan pun kini menjadi kawasan wisata Lava Tour.
Di sana terdapat joglo yang menjadi tetenger lokasi Mbah Maridjan meninggal dalam kondisi sujud.
Mbah Maridjan tak mau mengungsi dari Kinahrejo dikabarkan karena menunggu wangsit dari Eyang Petruk.
Sehari sebelumnya, justru banyak warga yang melihat penampakan awan berbentuk tokoh wayang tersebut.
Di area bekas rumah Mbah Maridjan terdapat barang-barang peninggalan yang tersapu oleh awan panas merapi.
Ada seperangkat gamelan milik Mbah Maridjan.
Mebel dan perkakas juga dipajang menjadi salah satu daya tarik Lava Tour.
Ada sebuah botol minuman bersoda yang masih utuh.
Selain itu, ada juga bangkai mobil evakuasi warga berupa Suzuki APV nopol AB 1053 DB.
Mobil itu satu-satunya mobil untuk evakuasi warga.
Dua relawan Tutur Priyanto dan Yuniawan gugur di dalam mobil saat awan panas menerjang Kinahrejo.
Di Joglo Petilasan Mbah Maridjan juga terdapat foto dan lukisan Mbah Maridjan.
Selain itu ada juga peninggalan barang pribadi Mbah Maridjan yang diletakkan di sudut joglo Petilasan.
Mbah Maridjan tak mau menggunakan istilah 'Merapi meletus' untuk gunung yang dijaganya itu.
Ia lebih memilih menggunakan kalimat 'eyang membangun kraton'.
Bila 'eyang' sedang punya hajat, maka warga di sekitar Merapi diminta untuk sabar dan tawakal.
Rumah Mbah Maridjan berada di balik tebing yang disebut Geger Boyo (punggung buaya).
Bila dilihat dari kejauhan, tebing itu mirip punggung buaya yang sedang mengarah ke atas.
Oleh warga sekitar, tebing itu diyakini melindungi rumah Mbah Maridjan dari semburan awan panas.
Namun kenyataannya, rumah Mbah Maridjan tetap saja tak aman dari terjangan awan panas di tahun 2010 lalu.
Ada pakaian yang sering dipakai Mbah Maridjan sehari-hari dipajang di Petilasan.
Ada hal menarik yakni terdapat sebuah Al Quran yang masih utuh tidak terbakar awan panas.
Seorang wisatawan, Yayuk mengatakan jika jejak-jejak peninggalan letusan Merapi menjadi tanda kuasa Illahi yang begitu dahsyat.
“Berada di tempat ini membuat hati saya tergetar. Betapa nyata kebesaranNya,” ujarnya.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Cerita Tentang Al-Quran Mbah Maridjan yang Ditemukan Masih Utuh Saat Letusan Merapi