Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bantuan Kuota Tak Efektif hingga Makan Korban, FSGI Beri Nilai 55 untuk Kebijakan PJJ Nadiem Makarim

Kebijakan pembelajaran jarak jauh Nadiem Makarim hanya mendapat nilai 55 dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Editor: Anita Kusuma Wardana
Dok. Kemendikbud
Bantuan Kuota Tak Efektif hingga Makan Korban, FSGI Beri Nilai 55 untuk Kebijakan PJJ Nadiem Makarim 

TRIBUN-TIMUR.COM- Akibat Pandemi Covid-19, Mendikbud Nadiem Makarim terpaksa mengambil kebijakan memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Siswa hanya menerima pelajaran secara daring dari rumah masing-masing.

Rupanya, kebijakan Nadiem Makarim yang satu ini hanya mendapat nilai 55 dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Dikutip dari Kompas.com, penilaian tersebut diberikan untuk menyoroti kinerja Nadiem Makarim sebagai Mendikbud selama satu tahun sejak dilantik Presiden Jokowi pada 23 Oktober 2019.

Ilustrasi belajar online. Akses kuota-belajar.kemdikbud.go.id kuota belajar bisa buat apa aja? Penjelasan pihak Nadiem Makarim.
Ilustrasi belajar online (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Baca juga: Setahun Jadi Mendikbud, Nadiem Makarim Dapat Rapor Merah, Dapat Nilai Rata-rata Cuma 68 di Bawah KKM

"Kami beri nilai 55 karena kami punya data-data survei dan memiliki perwakilan berbagai daerah yang guru-guru ini betul-betul pelaku lapangan dan berhubungan dengan orangtua murid," kata Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia ( FSGI) Retno Listyarti dalam acara Rapor Merah 1 Tahun Pendidikan Mas Menteri Nadiem secara virtual, Minggu (25/10/2020).

Di satu sisi, kelebihan kebijakan PJJ adalah mencegah sekolah jadi klaster Covid-19 di masa pandemi ini.

Hal tersebut patut diapresiasi karena Indonesia belum mampu mengendalikan pandemi Covid-19 hingga saat ini.

Apalagi ketika anak berkumpul dalam jumlah banyak di sekolah dan waktu yang cukup lama, kata Retno, maka risiko penularan Covid-19 menjadi tinggi.

Termasuk saat mereka di perjalanan menuju dan pulang sekolah naik kendaraan umum.

Namun, di sisi lain PJJ yang tidak didukung dengan data yang komprehensif dan didasarkan pada kondisi daerah yang berbeda-beda.

"Kami berharap PJJ fase 1 dan 2 ada perbaikan. Namun fase 2 yang hampir 1 semester, kami tidak melihat ada progres lebih baik secara signifikan," ujar dia.

Bahkan, pihaknya juga melihat bahwa PJJ baru-baru ini telah memakan korban jiwa.

Antara lain, siswa SD yang dianiaya orangtuanya karena diduga sulit diajari saat PJJ daring dan siswi SMA di Gowa yang bunuh diri juga karena diduga depresi dengan tugas-tugas sekolah.

Selain itu, kata Retno, tidak pernah ada pemetaan masalah PJJ yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) secara berjenjang dengan menggunakan data terpilah.

Apalagi setiap daerah bisa mempunyai problem yang berbeda.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved