Buku Bilang Taung
Buku Bilang Taung, Salah Satu Kado Hari Jadi ke-351 Sulsel, Siapa Nor Sidin, Pembuat dan Kisahnya?
“Dengan adanya sistem penanggalan, maka kita bisa antara lain mengetahui hari baik hanya dengan melihat kalender,” kata Nurdin.
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Arif Fuddin Usman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sebuah buku berisikan tulisan tentang sistem penanggalan masyarakat Sulawesi Selatan hadir sebagai hadiah Hari Jadi ke-351 Sulsel.
Buku tersebut berisi penanggalan yang berdasarkan naskah lontara dan kalender Bugis-Makassarnya.
Baca juga: Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Buka Musrenbang Perubahan RPJMD Sulsel 2018-2023
Baca juga: Ini 8 Provinsi Pemutihan Denda Pajak Kendaraan Bermotor, Ada Jawa Barat, Jawa Timur, hingga Sulsel
Buku Bilang Taung karya keturunan Bugis-Makassar itu diserahkan langsung penulis kepada Gubernur Sulsel, HM Nurdin Abdullah di Hotel Claro, Selasa (20/10/2020).
Gubernur juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada penulis dan tim pembuatan buku tersebut.
“Dengan adanya sistem penanggalan, maka kita bisa antara lain mengetahui hari baik hanya dengan melihat kalender,” kata Nurdin.

Rampungnya buku Bilang Taung tersebut tidak lepas dari sentuhan Dr. Muhlis Hadrawi dan Sapri Pamulu PhD sebagai editor yang ikut dalam penyerahan Buku Bilang Taung dan kalendernya.
Nor Sidin juga menghaturkan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Nurdin Abdullah atas apresiasinya terhadap nilai-nilai kearifan lokal warisan leluhur Bugis-Makassar.
Buku ini juga diserahkan kepada Wagub Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, Sekda Provinsi Nurhayat, Pj Walikota Makassar Prof Rudi Djamaluddin dan Bupati Bone A Fahsar Padjalangi.
Baca juga: Nurdin Abdullah Buka Musrenbang Perubahan RPJMD Sulsel, 2021 Bantuan ke Daerah Rp 500 M
Baca juga: SEDANG TAYANG 3 LINK Live Streaming Liga Champions Ferencvaros vs Barcelona - Nonton Gratis di HP
Sehari sebelumnya juga disampaikan kepada Rektor Universitas Hasanuddin.
“Buku ini terbit atas kerjasama Pemprov Sulsel dan Yayasan Turikalenna,” kata Sapri Pamulu, salah satu editor yang turut mendampingi penulis menyerahkan ke gubernur.
“Sebagaimana diketahui terdapat kalender yang umum digunakan di Indonesia seperti Kalender Jawa, Batak, Dayak, Bali dan Sasak. Sulsel kini juga punya,” kata Sapri Pamulu.
Bahasa Bugis-Makassar
Penulis buku Bilang Taung adalah Nor Sidin dan akrab disapa Ambo Upe (41).
Buku ini tentang sistem penanggalan masyarakat Sulawesi Selatan berdasarkan naskah lontara, Bilang Taung dan berdasar Astrologi Bugis Makassar.
Lelaki kelahiran 27 Agustus 1979 ini, sungguh sudah melakukan riset panjang soal naskah kuno orang Sulawesi Selatan tersebut.

Dikutip dari sulselekspres.com, riset panjang yang dilakukan Ambo Upe, dilakukan baik dari perpustakaan dalam negeri sampai ke perpustakaan yang ada di luar negeri.
“Riset untuk buku pertama dilkukan di tahun 2019 selama 6 bulan. Buku kedua di bulan Maret 2020 selama 6 bulan juga.
"Rujukan yang dipakai adalah menggunakan naskah-naskah lontara,” ujar Ambo Upe.
Baca juga: Sopir Ambulans Pakai Hazmat Bunyikan Sirene Pasien Darurat Padahal Tak Ada Penumpang, Apa Alasannya?
Baca juga: Berani, Indonesia Tolak Permohonan Amerika Serikat, Saat Pesawat Mata-mata Tak Diizinkan Mendarat
Sebelumnya, Nor Sidin Ambo Upe sendiri telah meluncurkan dua buku, yaitu Astrologi Masyarakat Bugis Makassar dan Astronomi masyarakat Bugis Makassar.
Untuk buku Bilang Taung, bahasa yang digunakan dalam buku tersebut didominasi oleh bahasa Bugis-Makassar.
Hal ini sengaja dilakukan Ambo Upe sebagai bentuk penegasan identitas masyarakat Bugis-Makassar.

“Berbahasa Bugis dan Berbahasa Makassar. Naskah lontara tersebut berasal dari dalam dan luar negeri,
"Terutama naskah-naskah lontara koleksi Perpusnas Indonesia di jakarta,” jelasnya di kutip dari sulselekspres.com.
Riset hingga ke Belanda
Sementara untuk riset sendiri, di dalam negeri Ambo Upe telah menyusuri berbagai perpustakaan, termasuk Perpunas dan Badan Arsil nasional.
Sementara untuk di luar negeri, Ambo Upe melakukan penelusuran sampai ke Negeri Kincir Angin, Belanda.
“Di dalam negeri yang tersebar di masyarakat Sulsel, perpustakan, dan badan arsip,” katanya dikutip dari tulisan Widyawan Setiadi.
Baca juga: 24 Pelajar Diamankan Saat Mau Demo di Istana Negara, Bawa Batu, Botol & Bendera, Siapa Gerakkan?
Baca juga: SEDANG BERLANGSUNG 3 LINK Live Streaming Liga Champions PSG vs Manchester United - Nonton Live SCTV
“Hal yang paling mendasar, untuk buku pertama belum pernah diangkat oleh kalangan pemerhati budaya dan sejarah dari catatan.
"Yang ada hanya Antropolog Asal Belanda, Matthes, di tahun 1872 yang pernah mengangkat, itu pun tidak selengkap di buku pertama, Astrologi Bugis Makassar,” lanjutnya.
Untuk buku Bilang Taung sendiri baru pertama kali diangkat ke permukaan.

Hal ini sebagai upaya untuk menjaga kelestarian budaya lokal Sulawesi Selatan agar tidak punah ditelan masa.
Buku Bilang Taung, sistem penanggalan Masyarakat Bugis Makassar ini baru pertama kali diangkat ke permukaan, dan kearifan lokal tentang hal ini telah mengalami kepunahan,” bebernya.
Diketahui, dua buku karya Nor Sidin Ambo Upe ini sendiri merupakan representasi kebangkitan budaya lkal Bugis-Makassar yang mulai hilang.
Sehingga, kemunculan Ambo Upe dinilai sebagai wujud lahirnya kelestarian budaya lokal Sulsel.
“Untuk luar negeri yang tersimpan di Belanda yakni Leiden, lalu Brotish Library Inggris, kemudian Perpustakaan Berlin, Jerman.
"Jadi buku kedua ini mengangkat kembali harta karun terpendam masyarakat Sulawesi Selatan.”
“Dua buku ini adalah Buku kembar yang hadir, astrologi dan astronomi, untuk kembali ke permukaan,
"Dan itu baru satu contoh dari sekian banyak bangsa-bangsa yang memiliki hal sama,” terangnya.
Ambo Upe juga menegaskan bahwa masyarakat Bugis-Makassar memiliki peradaban tinggi dalam dunia astrologi dan astronomi.
Hanya saja proses perawatannya yang teryinggal dari negara lain.
“Masyarakat modern seperti Jepang khususnya, masih menjaga kebudayaan mereka tentang Astrologi dan Astronomi, yang berkaitan dengan dunia pengetahuan modern terkait observasium.”
“Sebenarnya masyarakat Bugis-Makassar khususnya, dan Sulsel pada umumnya, telah memiliki peradaban yang tinggi di dunia pengetahuan Astrologi dan Astronomi,” beber Ambo Upe. (*)