Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

LKBHMI PB HMI Kutuk Tindakan Brutal Aparat Kepolisian Terhadap Demonstran dan Dosen

Diketahui, dosen tetap FH UMI Makassar berinisal AM (27) menjadi korban salah tangkap dan tindakan represif aparat kepolisian.

Penulis: Rudi Salam | Editor: Imam Wahyudi
zoom-inlihat foto LKBHMI PB HMI Kutuk Tindakan Brutal Aparat Kepolisian Terhadap Demonstran dan Dosen
TRIBUN TIMUR/RUDI SALAM
Direktur Eksekutif LKBHMI PB HMI, Abd. R. Rorano

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBHMI) PB HMI mengutuk keras tindakan brutal aparat kepolisian terhadap seorang dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Makassar (UMI) dan para demonstran yang menjadi korban penganiyaan pada saat pembubaran aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020) lalu di Makassar.

“Kami sangat prihatin dan menyesalkan adanya tindakan kekerasan secara berlebihan, penangkapan dan perlakuan yang sewenang-wenang oleh Aparat Kepolisian," ujar Abd. R. Rorano, Direktur Eksekutif LKBHMI PB HMI via rilis, Selasa (13/10/2020).

Diketahui, dosen tetap FH UMI Makassar berinisal AM (27) menjadi korban salah tangkap dan tindakan represif aparat kepolisian.

Dalam pengakuan korban, ia menyatakan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi massa tolak RUU Cipta kerja Omnibus Law itu. Tetapi justru dianiaya oleh pihak kepolisian.

Pada saat bersamaan pula korban juga berusaha menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang dosen sembari menunjukkan KTP-nya dan bukan peserta aksi massa.

Tetapi, oknum kepolisian tersebut tidak menghiraukannya dan tetap melakukan penganiayaan terhadap AM sampai akhirnya korban diseret menuju mobil untuk dibawa ke kantor polisi dan masih mendapatkan perlakuan buruk.

Selain AM yang menjadi korban salah tangkap, ratusan pengunjuk rasa yang sebelumnya ditahan mengaku mendapatkan kekerasan saat penangkapan.

Berdasarkan rilis Koalisi Bantuan Hukum Rakyat, bahkan aparat polisi melakukan tindakan menyisir dan menangkap secara membabi-buta disertai dengan kekerasan memukul, menendang saat ditangkap dan diangkut oleh polisi tak terkecuali anak di bawah umur yang berstatus sebagai pelajar.

Beberapa orang diantaranya sama sekali tidak terlibat dalam aksi demonstrasi. Beberapa anak juga mengalami luka pukulan seperti dibagian wajah, pergelangan dan kaki.

Menurut Abd. R. Rorano yang juga merupakan Alumni FH Hukum UMI itu mengungkapkan pengunaan tindakan brutal terhadap salah tangkap maupun massa aksi yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan bentuk pelanggaran terhadap hukum.

Selain itu menurutnya, juga melanggar hak asasi dalam kemerdekaan menyampaikan pendapat sabagiamana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang juga dijamin oleh konstitusi (UUD 1945).

“Bentuk kejahatan oknum aparat semacam ini tidak dapat ditolerir, apalagi bentuk penangkapan yang melebihi waktu 1x24 jam jelas merupakan perbuatan melawan hukum sewenang-wenang. Sehingga apabila terjadi pembiaran maka akan menjadi preseden buruk bagi konstitusi polri," katanya.

Selain itu, LKBHMI kata dia akan terus melakukan advokasi dan pengawalan terhahadap kasus tersebut.

Dia meminta ketegasan dalam proses hukum atas tindakan oknum aparat agar dilakukan secara transparan dan penegakkan hukum yang seadil-adilnya.

“Kami juga mendesak Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis untuk segera melakukan evaluasi terhadap Kapolda Sulsel Irjen Pol. Merdisyam dan bertanggungjawab atas tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggotanya/oknum aparat terhadap massa demonstran maupun korban salah tangkap," tutupnya.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved