UU Cipta Kerja
SUDAH 1.000 Pengunjuk Rasa Ditangkap, Daftar Pasal-pasal Kontroversial dalam UU Cipta Kerja
"Sudah hampir seribu yang kita amankan, itu adalah anarko-anarko itu, perusuh-perusuh itu," kata Yusri kepada wartawan, Kamis (8/10).
TRIBUN-TIMUR.COM - Sudah 1.000 Pengunjuk Rasa Ditangkap, Daftar Pasal-pasal Kontroversial dalam UU Cipta Kerja
DPR RI dan Pemerintah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini mendapat penolakan dari mahasiswa dan buruh se-Indonesia.
Bentuk penolakan terlihat sejak hari pertama penetapan UU Cipta Kerja Senin (5/10/2020) hingga hari ini, Jumat (9/10/2020).
Unjuk rasa digelar di berbagai kota di Indonesia.
Polisi meringkus hampir 1.000 orang diduga perusuh dalam aksi demo menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di wilayah Jakarta.
• BERITA POPULER HARI INI: Jokowi, Keranda Mayat Puan Maharani, Aktor Intelektual Demo UU Cipta Kerja
• Bocoran Spesifikasi iPhone 12 Pro Max, Ditanam Chip Canggih Seperti di iPad Air 4, Harganya?
• PT LIB Akan Gelar Manager Meeting dengan Klub Pada 13 Oktober untuk Bahas Kepastian Liga 1
Kabid Humas Polda Jaya Kombes Yusri Yunus menyebut perusuh yang ditangkap itu adalah bagian dari kelompok anarko.
"Sudah hampir seribu yang kita amankan, itu adalah anarko-anarko itu, perusuh-perusuh itu," kata Yusri kepada wartawan, Kamis (8/10).
Yusri menyebut para perusuh itu sengaja menunggangi aksi demo yang dilakukan oleh elemen buruh dan mahasiswa.
"Ini memang perusuh yang menungggangi teman-teman buruh melakukan unjuk rasa ini," ucap Yusri.
Di sisi lain, Yusri mengatakan aksi unjuk rasa ini juga menimbulkan korban luka terhadap personel Polri. Tercatat ada 6 orang personel yang mengalami luka-luka.
"Korban polisi juga sudah 6 yang korban luka," ujarnya.
• Ramalan Zodiak Jumat 9 Oktober 2020: Virgo Menghasilkan Keajaiban, Capricorn Jangan Berkecil Hati
Dari pantauan Tribunnews.com, hingga Kamis (8/1) malam kericuhan di sejumlah titik sekitar kawasan Monas dan Jl Thamrin masih berlangsung.
Tiga Halte Transjakarta dibakar, di antaranya Halte Transjakarta Bundaran HI, Halte Transjakarta Tosari ICBC, dan Halte Transjakarta Sarinah.
Kericuhan bahkan melebar ke sejumlah daerah lainnya di ibu kota. Pedemo melemparkan molotov dan petasan ke arah kepolisian di daerah Sudirman, tepatnya di depan The City Tower. Belum terlihat jelas asal-usul pedemo tersebut.
Sementara itu aparat kepolisian masih terus menyisir dan memukul mundur pedemo dengan melakukan serangan balik berupa tembakan gas air mata.
Sejumlah personel kepolisian pun dengan kendaraan bermotor telah tiba di lokasi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan siap atas datangnya gelombang pengajuan judicial review (JR) oleh elemen masyarakat yang menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

"Ya pasti siap. MK memastikan siap," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono saat dikonfirmasi, Kamis (8/10).
Fajar memastikan, majelis hakim konstitusi dalam memutus suatu uji materi tidak akan terpengaruh oleh kekuasaan mana pun.Ia pun meminta agar masyarakat ikut memantau jalannya persidangan uji materi UU Cipta Kerja.
"InshaAllah, MK enggak akan terkurangi kejernihan berpikirnya dengan peristiwa apa pun, apalagi menyangkut kebenaran dan keadilan berdasarkan UUD. Publik silakan ikut memantau proses penanganan perkara, mari ikut memastikan penanganan perkara berjalan sesuai koridor ketentuan peraturan perundang-undangan," tegas dia.
Fajar meminta kepada para pemohon uji materi untuk menjalankan prosedur permohonan uji materi.Nantinya, berkas uji materi akan diterima dan diverifikasi terlebih dahulu oleh MK.
"Prosedurnya dengan hukum acara untuk perkara PUU (pengujian undang-undang) seperti biasanya, diterima, diverifikasi, diregistrasi, disidangkan, kemudian diputus," ujar Fajar.
Ia mengatakan, jika pihaknya menerima banyak pemohon pengajuan uji materi, maka pengajuan akan dijadikan satu untuk kemudian disidangkan secara bersama-sama.
"Kalau misalnya pemohon banyak, strateginya bisa dengan menggabungkan persidangan," kata Fajar.
Fajar juga memastikan tidak akan terlibat dalam dukung-mendukung proses pengesahan undang-undang yang ada di tanah air.
"Sebagai pernyataan politik (dari presiden) ya itu tak bisa dihindarkan. Tapi, semua tahulah, MK tak terlibat dalam dukung mendukung suatu UU atas nama kewenangan yang dimiliki," kata Fajar.
• Paslon Dibatasi Maksimal Habiskan Rp 28 Miliar Dana Kampanye
Kata Fajar, bahwa MK tidak akan menyampaikan pendapat mereka kepada publik terkait suatu undang-undang.
"Saya meyakini, MK tak pernah menyampaikan pendapat atau pernyataan soal dukung mendukung UU," katanya.
Fajar menyebut, bahwa pihaknya tidak melakukan persiapan khusus demi menghadapi permohonan judicial review (JR) terkait pengesahan RUU Cipta Kerja, meski diketahui UU sapu jagat itu akan banyak diuji materi oleh sejumlah pihak yang tak setuju.
"Kalau permohonan nanti diajukan, ya biasa aja. MK akan perlakukan sebagaimana hukum acara yang berlaku. Sejauh ini gak ada persiapan-persiapan yang bersifat khusus. MK memastikan selalu siap menerima dan memroses permohonan PUU (Pengujian undang-undang," ujarnya.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengaku tak masalah jika ada pihak yang ingin melakukan uji materi UU Cipta Kerja ke MK. Menurut Azis, sebelumnya ada banyak produk DPR yang mengalami hal serupa.
"Diuji materi di MK bukan hanya ini. Jadi tolong cek statistiknya, saya punya data yang diuji di MK, undang-undang produk DPR dan pemerintah itu cukup banyak. Jadi bukan hanya ini," kata Azis.
Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral Adian juga menyarankan pihak yang tidak puas menggunakan mekanisme konstitusional."Kalau ada yang merasa tidak puas, ya kan ada mekanisme konstitusional yaitu judicial review dan pemerintah siap menghadapi itu," kata Donny.
Donny mengakui, bahwa pengesahan UU Cipta Kerja memang tidak akan memuaskan semua pihak.Namun menurutnya, aturan ini dibuat sebagai solusi atas kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap lapangan kerja yang lebih luas. (Tribun Network/ham/mam/wly)
Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul 1.000 Pengunjuk Rasa Ditangkap: MK Siap Memutus Secara Jernih UU Cipta Kerja, .

Pasal-pasal Kontroversial dalam UU Cipta Kerja
DPR RI bersama pemerintah mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang pada Senin, (5/10/2020) kemarin.
Diketahui, UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya, mengatur mengenai ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Beberapa pasal dalam Undang-undang Cipta Kerja Bab IV tentang Ketenagakerjaan dinilai bermasalah dan kontroversial. Itu di antaranya sebagai berikut:
Pasal 59
UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 79
Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.
Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.
Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kemudian, Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
• Sosok Ini Ungkap Alasan Saipul Jamil Jual Asetnya, Ternyata Bukan Hanya Butuh Duit, Tapi Trauma
Pasal 88
UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.
Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.
Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Pasal-Pasal UU Ketenagakerjaan yang Dihapus
Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.
Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.
Namun, dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.
Selain itu, UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja/buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.
Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.
Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.
Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.
Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebutkan, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja.
Pasal 169 ini seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Versi Pemerintah, Ini 8 Poin Kelebihan UU Cipta Kerja