Manusia Tertua
Usianya Disebut 193 Tahun, Mbah Arjo Menjadi Saksi Perjalanan Panjang Indonesia, Hidup di Tepi Hutan
Sebanyak enam kali menikah itu, ia mengaku dikaruniai 18 anak. Namun, 17 anaknya sudah meninggal dunia dan tinggal satu orang, yakni Ginem yang hidup
TRIBUN-TIMUR.COM - Usianya Disebut 193 Tahun, Mbah Arjo Menjadi Saksi Perjalanan Panjang Indonesia, Hidup di Tepi Hutan
Jika benar usianya nyaris 200 tahun, Mbah Arjo Suwito, pantas dijuluki sebagai manusia tertua di Indonesia.
• Ini 6 Jenis Sayuran Tak Cocok untuk Penderita Diabetes, mulai dari Jagung, Buncis, Tomat hingga Ubi
• Liga 1 2020 Ditunda Lagi, PT LIB Temui PSM, Persiraja, dan Barito Putera, Ini Hal yang Dibicarakan?
Tidak banyak orang di Indonesia yang usianya mencapai lebih dari 100 tahun atau bahkan 150 tahun. Satu satunya adalah mbah Arjo Suwito, kakek asal Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
Kakek yang diklaim berusia 193 tahun ini meninggal Selasa (21/5/2019) lalu, setelah dirawat di RSUD Mardi Waluyo, Wlingi, sejak Jumat (17/5/2019) malam.
Meski tak ada bukti tertulis atau kesaksian orang lain, namun mbah Arjo mengklaim usianya sudah 200 tahun lebih. Meski demikian, data di balai desa mencatat mbah Arjo lahir di tahun 1825.

Saat itu, ia hidup bersama anaknya, Ginem (53), anak ke-18 dari istrinya yang keenam. Sejak tahun 1990-an, mereka tinggal di lereng Gunung Kelud atau tepatnya, di Gunung Gedang. Dari puncak Gunung Kelud itu, tempat tinggal mbah Arjo berjarak sekitar 10 kilometer.
Untuk menuju ke tempat tinggal mbah Arjo, hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor yang sudah dimodifikasi seperti trail.
Tempat tinggal mbah Arjo lebih dikenal dengan Candi Wringin Branjang, yaitu candi yang diperkirakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit.
• 13 Tanda Tubuh Kamu Kekurangan Protein, Kenali dari Masalah Hati, Berat Badan hingga Bengkak Kaki
• Usai Anthurium, Gila-gilaan Harga Janda Bolong Tembus Rp 100 Juta, Sosok Ini Diduga Katrol Harganya
Bahkan, candi yang bangunannya mirip Candi Penataran itu disebut-disebut ditemukan pertama kali oleh mbah Arjo tahun 1990. Saat itu mbah Arjo yang baru sebulan menghuni lokasi itu menemukan bangunan yang terpendam tanah pegunungan.
Dinding rumahnya berasal dari bambu (gedek), namun sebagian belum dianyam dan cukup dipaku. Atapnya terbuat dari alang-alang bercampur jerami.
"Sejak saya tinggal di sini (1990-an), ya ini rumah saya. Ini saya tempati dengan anak perempuan saya," tutur Mbah Arjo.

Bicaranya di tahun 2018 masih lancar, namun mengaku sudah setahun kesulitan jalan sehingga sulit melakukan aktivitas.
Meski hidup di tengah hutan, ia mengaku tak kesulitan air bersih atau kebutuhan makan lainnya. Di dekat tempat tinggalnya, ada sungai dengan air yang cukup jernih.