Ranperda APBD
4 Alasan DPRD Makassar Tolak Bahas Ranperda APBD 2020
DPRD Makassar juga menilai jika pemerintah kota sudah melanggar regulasi dan Instruksi Presiden (Inpres).
Penulis: Abdul Azis | Editor: Hasriyani Latif
Laporan Wartawan Tribun Timur, Abdul Aziz Alimuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Banggar DPRD) Kota Makassar, Adi Rasyid Ali mengakui legislator kota sepakat menolak pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD Perubahan 2020.
Kesepakatan menolak pembahasan APBD Perubahan karena program Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) oleh pemerintah kota dinilai tidak mengacu pada pembangunan ekonomi.
Selain itu, DPRD Makassar juga menilai jika pemerintah kota sudah melanggar regulasi dan Instruksi Presiden (Inpres).
"Iya benar, tidak bisa dilanjutkan," ujar wakil ketua DPRD Makassar itu, Kamis (1/10/2020).
Ketua DPC Partai Demokrat Makassar itu menambahkan sesuai aturan, batas waktu pembahasan Ranperda APBD 2020 paling lambat 30 September.
Alasan lain mengapa pihaknya menolak itu karena pemerintah kota Makassar tidak merespon perubahan arah ekonomi yang sudah disampaikan.
Karena itu, ARA akronim namanya memastikan Ranperda APBD Perubahan 2020 Makassar tidak diparipurnakan meski rancangan anggaran itu sudah rencanakan melalui PPAS bersama DPRD dan pemkot.
"Iya, tidak ada paripurna soal itu, kita tetap pada Pokok 2020," katanya.
Terpisah, Juru Bicara Banggar DPRD Kota Makassar Mario David menyatakan bahwa kesepakatan menolak pembahasan ranperda tersebut diputuskan tadi malam.
"Sampai pukul 11 tadi malam kami tidak mendapati kesepahaman dan kesepakatan antara pihak eksekutif dan legislatif terhadap Kupa-PPAS 2020. Apa itu Kupa, Kebijakan Umum Perubahan Anggaran," ungkapnya.
Anggota Fraksi Partai Nasdem DPRD Kota Makassar itu menambahkan, ada empat hal yang kami tekankan kepada Pemkot Makassar sehingga DPRD menolak pembahasan itu.
Pertama kata Mario, mereka terlambat memasukkan jadwal pembahasan KUA PPAS. Sesuai Kemendagri, mereka harus memasukkan pertanggal 1 Agustus 2020.
"Tapi mereka baru masukkan 2 September," katanya.
Kedua, ternyata dokumen itu belum di review oleh pihak Inspektorat kota dan ada indikasi tidak dirapatkan secara matang bersama tim TAPD Pemkot Makassar.