G30S PKI
Paling Dibenci PKI Tapi Jenderal ke-8 Ini Lolos dari Maut Peristiwa G30S PKI, Dulu Kontak dengan CIA
Masih soal masa kelam pembataian di momen Gerakan 30 September 1965 atau dikenal dengan G30S PKI / G 30 S PKI.
TRIBUN-TIMUR.COM - Masih soal masa kelam pembataian di momen Gerakan 30 September 1965 atau dikenal dengan G30S PKI / G 30 S PKI.
Tercatat ada delapan jenderal yang menjadi target pembunuhan dan peculikan. Namun nyatanya, hanya ada 7 yang di Meninggal Dunia.
Sementara satu diantaranya lolos, padahal merupakan orang penting di dunia militer saat itu dan disebut paling dibenci PKI.
Ternyata sosoknya pernah kontak dan menjalin komunikasi aktif dengan agen rahasia Amerika, CIA.
Cek kisahnya di sini:
Berdasarkan pertemuan terakhir operasi penculikan Dewan jenderal di kediaman Sjam Kamaruzzaman, Salemba Tengah, pada Hari-H, 30 September 1965, ditaklimatkan nama delapan jenderal yang akan dijemput.
Ke-delapan jenderal tersebut adalah:
1. Jenderal AH Nasution
2. Letnan Jenderal Ahmad Yani
3. Mayjen Soewondo Parman
4. Mayjen R Soeprapto
5. Mayjen Mas Tirtodarmo Harjono
6. Brigjen Donald Izacus Pandjaitan
7. Brigjen Soetojo Siswomihardjo
8. Brigjen Ahmad Soekendro
Nah, Brigjen Ahmad Sukendro inilah yang lolos dari maut.
Bagaimana bisa dirinya lolos?
Tentang Brigjen Achmad Sukendro
Achmad Sukendro dilahirkan di Banyumas tahun 1923.
Seperti banyak anak muda seusianya, di zaman Jepang, ia memilih mendaftar menjadi anggota PETA.
Saat revolusi, Sukendro bergabung dengan Divisi Siliwangi. Nasution yang ‘menemukannya’ segera tahu dia bukan perwira biasa.
Cara berpikir dan kemampuan analisa Sukendro di atas rata-rata perwira lainnya.
Karena itu saat Nasution menjadi KSAD, ia menarik Sukendro sebagai Asintel I KSAD. Nyatanya, Sukendro tak mengecewakan.
Pada 1957, saat perwira-perwira daerah resah dengan kebijakan Jakarta dan berniat menuntut opsi otonomi, Sukendro – tentunya atas perintah Nasution – menggelar operasi intelijen.
• Hari Ini Bertambah 21 Kasus Positif Corona di Sulbar, 20 dari Klaster Pesantren
• VIDEO: LPDB-Kejati Sulsel Teken MoU Terkait Penyaluran Kredit ke Koperasi dan UMKM
• HIPMI Bulukumba Inginkan Bupati yang Berpihak ke Pelaku UMKM
Orang-orangnya masuk ke daerah dan menginfiltrasi pola pikir para perwira di daerah.
Hasilnya, saat suasana memuncak, praktis hanya komandan di Sumatra (PRRI) dan Sulut (Permesta) yang menyatakan diri berpisah dari Indonesia.
Lainnya, menarik dukungannya dan tetap dalam kibaran Merah Putih.
Tak hanya dalam lingkup nasional saja kiprah Sukendro. Seiring dengan tugas belajar yang diperolehnya di Amerika Serikat (AS), ia juga sukses menjalin kontak dengan CIA.
Beberapa program kerjasama TNI dan CIA, mampir lewat tangannya.
Sampai-sampai ada anggapan pada masa itu, sosok Sukendro-lah temali utama yang menghubung Nasution dan juga Achmad Yani dengan CIA.
Bahkan dalam salah satu versi skenario Gestok, karena kecerdasan dan lobi baiknya dengan CIA, Sukendro disebut-sebut sebagai salah satu orang yang layak dicurigai sebagai dalang, seperti disebut dalam buku Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto karangan FX.
Baskara Tulus Wardaya.
Grup Dewan Jenderal
Jika di satu sisi dianggap sebagai dalang, sisi lain apa yang membuat Sukendro masuk dalam daftar bidikan PKI?
Sukendro termasuk sosok penting di tubuh militer. Namanya masuk dalam grup jenderal elite yang dekat dengan Nasution maupun Yani.
Belakangan grup ini dikenal sebagai Dewan Jenderal. Anggotanya 25 orang, namun empat motornya adalah Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo dan Brigjen Sukendro.
Grup ini aktif melakukan counter politik untuk menandingi dominasi PKI. Nah, pokal Sukendro ini tentu saja membuat PKI geram.
Bagi PKI, perwira intelektual yang satu ini adalah bahaya laten.
Ia selamat dari penculikan itu, karena Soekarno meminta Sukendro menjadi anggota delegasi Indonesia untuk peringatan Hari Kelahiran Republik Cina, 1 Oktober 1965.
Selepas peristiwa itu, peran Sukendro mulai tersisih oleh kiprah Ali Moertopo.
Ia tidak bisa membendung jaring-jaring intelijen Ali yang kemudian mempercepat keruntuhan Soekarno.
Namun, setidaknya, Sukendro masih mencoba berupaya. Apa yang disebut mantan Dubes Kuba dan juga teman dekat Soekarno, AM Hanafi, dalam biografinya memperlihatkan hal itu.
Pada 11 Maret 1966, ketika Presiden diikuti para waperdam tergopoh-gopoh menuju Bogor karena takut dengan Pasukan Kemal Idris, Sukendro menyarankan AM Hanafi untuk mengejar presiden dan menempelnya di mana pun juga Soekarno berada.
“Jangan tinggalkan Bapak sendirian,” kata Sukendro.
• Mulai Besok, Bawaslu Majene Akan Sapu Bersih APK Melanggar Aturan
• KRI Badau-841 Perkuat Patroli Keamanan Laut Lantamal VI Makassar, Intip Persenjataannya
• Tengah Malam, Satu Rumah Panggung Terbakar di Penrang Wajo
Sepertinya insting intelijen Sukendro masih cukup tajam untuk membaca arah zaman.
Sayang, AM Hanafi hanya bisa menyesal karena tak kebagian helikopter pada hari itu.
Petang itu juga juga utusan Soeharto berhasil mendapatkan surat penyerahan kekuasaan (Supersemar).
Ketika Soeharto naik ke puncak kekuasaan, bintang Sukendro praktis redup. Namun meski tenggelam ia tak lantas terdiam.
Dalam sebuah kursus perwira di Bandung, ia secara mengejutkan mengakui keberadaan Dewan Jenderal.
Akibatnya, Soeharto yang notabene juga rekan dekatnya, lewat tangan Pangkopkamtib Jenderal Sumitro menggiringnya untuk ikut merasakan dinginnya sel RTM Nirbaya Cimahi selama 9 bulan. Tentunya tanpa pengadilan.
Lepas dari tahanan, Sukendro ditampung Gubernur Jateng, Supardjo Rustam.
Ia diberi kepercayaan mengelola perusahaan daerah Jateng.
Meski demikian, radar Soemitro tak serta merta mendepaknya. Setiap kali terdengar ada gerakan antipemerintah, Sukendro adalah orang pertama yang didatangi Soemitro.
“Tidak ada orang intelijen yang lebih hebat daripada dia. Karena itu saya selalu mencurigainya,” kata Mitro.
(Intisari/SerambiNews/TribunTimur)