Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sepak Terjang Menteri Terawan, Baru Saja 'Dipermalukan' Najwa Shihab setelah Wawancara Kursi Kosong

Di hadapan kursi kosong, Najwa Shihab menyerang 'Menteri Terawan' dengan sejumlah pertanyaan tentang penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Editor: Anita Kusuma Wardana
Istimewa
Sepak Terjang Menteri Terawan, Baru Saja 'Dipermalukan' Najwa Shihab setelah Wawancara Kursi Kosong 

Namun, metode tersebut tetap harus diuji secara klinis dan praktis untuk bisa diterapkan kepada masyarakat luas.

3. Dianggap melanggar kode etik IDI

Ashanty Derita Penyakit Autoimun, Ditangani Dokter Terawan: Istri Anang Hermansyah Tuai Cibiran
Ashanty Derita Penyakit Autoimun, Ditangani Dokter Terawan: Istri Anang Hermansyah Tuai Cibiran (Screen IG @ashanty_ash)

Kontroversi terapi Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke berujung pada pemecatan sementara Terawan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).

Ketua MKEK, dr Prijo Pratomo, Sp. Rad, mengatakan, MKEK tidak mempermasalahkan teknik terapi pengobatan DSA yang dijalankan Terawan untuk mengobati stroke. Namun yang dipermasalahkan adalah kode etik yang dilanggar.

"Kami tidak mempersoalkan DSA, tapi sumpah dokter dan kode etik yang dilanggar," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (4/4/2018).

Prijo menyebut ada pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar.

Dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kodeki, Terawan telah mengabaikan dua pasal yakni pasal empat dan enam.

Pada pasal empat tertulis: Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Terawan mengiklankan diri. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter. Sementara itu, kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam.

Bunyi pasal enam Kodeki: "Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat".

"Sebetulnya kami tidak mengusik disertasi yang diajukan Terawan, apalagi Prof Irawan sebagai promotor," jelas Prijo.

Namun, temuan hasil penelitian akademik yang akan diterapkan pada pasien harus melalui serangkaian uji hingga layak sesuai standar profesi kedokteran.

Bukan berarti yang sudah ilmiah secara akademik lantas ilmiah secara dunia medis.

"Ada serangkaian uji klinis lewat multisenter, pada hewan, in vitro, in vivo. Tahapan-tahapan seperti itu harus ditempuh," imbuh Prijo.

Terapi pengobatan, kata Prijo, lagi-lagi mesti sejalan dengan sumpah dokter dan kode etik, termasuk dokter dilarang mempromosikan diri.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved