Penjelasan RS Wahidin Makassar Soal Bocah Penderita Hidrosefalus Asal Maluku
Melalui rilis yang dikirim Humas RSWS, Aulia, Senin (28/9/2020) malam, pihaknya menjelaskan layanan yang telah diberikan
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Manajemen RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar menanggapi berita yang muncul di media bahwa pasien hidrosefalus, Putra Imanuel tidak dilayani.
Melalui rilis yang dikirim Humas RSWS, Aulia, Senin (28/9/2020) malam, pihaknya menjelaskan layanan yang telah diberikan kepada pasien asal Kabupaten Kepulauan Aru tersebut.
Berikut penjelasannya:
Putra Imanuel adalah pasien lama yang pernah menjalani rawat inap dan operasi di RSWS pada tahun 2015, dan kontrol rawat jalan sebanyak 20 kali.
Sepanjang tahun 2016-2019, pasien tidak pernah lagi datang untuk kontrol ke RSWS.
Pasien Putra Imanuel kembali datang berobat pada hari Jumat, tanggal 18 September 2020, dirujuk dari RSUD Cendrawasih Dobo dengan diagnosa Hydrocephalus, di Poliklinik Mother and Child Centre dengan tujuan Poli Saraf Anak.
Pasien diperiksa oleh dokter lalu diberikan pengantar untuk pemeriksaan darah di Laboratorium dan untuk pemeriksaan MSCT Thorax dan MSCT Brain di Radiologi.
Pada hari Senin, 21 September 2020, pasien datang kembali ke Poli Mother and Child Centre dan bertemu dokter untuk memperlihatkan hasil laboratorium, kemudian dokter memberikan pengantar CT-Scan.
Pada hari Rabu, tanggal 23 September 2020, pasien datang memperlihatkan hasil MSCT Kepala dan MSCT Thorax. Kemudian pasien dikonsul ke Poli Bedah Saraf.
Pada hari Kamis, 24 September 2020, pasien datang ke Poli Bedah Saraf, dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
Dokter saat itu menghubungi dr. Nasrullah, Sp.BS sebagai konsulen namun beliau sedang mengerjakan dua tindakan operasi sehingga sulit dihubungi.
Kemudian, dokter tersebut mengusulkan ke orang tua atau pengantar pasien untuk memeriksakan anaknya ke klinik atau tempat praktek dr Nasrullah, Sp.BS di keesokan paginya agar dapat bertemu langsung dengan konsulen yang dimaksud, berhubung beliau tidak bertugas di Polik Bedah Saraf pada hari Jumat.
Jumat, 25 September 2020 pasien lalu ke klinik atau tempat praktek dr Nasrullah, Sp.BS, hari jumat pagi dan setelah diperiksa, dokter menyimpulkan, tidak diperlukan penanganan khusus atau operasi pada pasien Putra dan bisa berobat jalan.
"Dari kronologis tersebut dapat diketahui bahwa pasien sudah dilayani di Poli Divisi Saraf anak di Instalasi Mother and Child Centre dan di Poli Bedah Saraf, namun karena dokter konsulen saat itu tidak berada di poliklinik sehingga pasien disarankan untuk menemui dokter konsulen di klinik atau tempat praktek," tulisnya.
Rilis itu tertandatangani oleh Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar Prof dr Mansyur Arif, Ph.D, SpPK(K), M.Kes.
Sebelumnya, Tribun memberitakan, Putra Imanuel Parjala, bocah tujuh tahun asal Kabupaten Pulau Aru, Provinsi Maluku, sudah dua pekan terakhir ditemani Oma Opahnya (Yosina Waite dan Simon Parjala) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Kehadiran Putra Imanuel ditemani oma opanya dan bibinya Wati serta seorang pendamping dari kelompok pemuda Kabupaten Kepulauan Aru itu, untuk menjalani pengobatan di RS Wahidin Sudiro Husodo, Makassar.
Pengobatan itu ditempuh setelah mendapat rujukan dari rumah sakit daerah Kepualaun Aru.
Bukannya, mendapatkan layanan sesuai yang diharapkan, Putra Imanuel malah diminta untuk mendatangi klinik pengobatan oleh salah seorang petugas di RS Wahidin Sudiro Husodo Makassar.
Kinik yang tentunya membutuhkan biaya lebih saat mendapatkan layanan.
Padahal, kehadiran Putra Imanuel dan keluarganya di Makassar hanya mengandalkan kartu BPJS Kesehatan dan uang hasil penggalangan dana oleh beberapa kelompok pemuda dan organisasi di Kepulauan Aru.
Jawaban itu, sontak mematahkan semangat Yosina Waite dan Simon Parjala untuk kesembuhan cucunya Putra Imanuel.
Dari rekaman perbincangan pendamping Putra Imanuel, Latif dan seorang petugas RS Wahidin, terdengar jelas oknum petugas itu mengarahkan Putra Imanuel ke klinik pengobatan atau tempat praktek swasta.
"Tidak usah pakai telpon pak, jangan telpin pak. Langsung ke sana saja pagi-pagi, depan Carrefour, Apotek Perintis," kata seorang petugas perempuan saat berbincang dengan Latif.
"Kalau di sini (RS Wahidin Sudiro Husodo Makassar) memang tidak bisa ya bu?" tanya Latif dalam rekaman perbincangannya dengan petugas.
"Tidak bisa, dia (dokter) habis praktek langsung operasi. Dia sekarang operasi di ruangan operasi, dua operasi ini hari dia punya pasien," jawab oknum petugas itu.
"Lebih cepat kalau langsung ke praktek pak, kalau di sini tidak ada waktunya," sambung oknum petugas itu.
"Ibu, kalau di sana (prektek) sistem prabayar ya? "lanut Latif.
"Iya, bayar. Kalau BPJS," sahut oknum petugas.
"Kalau di sini (RS Wahidi) bu? tanya Latif kembali.
"Kalau di sini berlaku, kalau di praktek tidak berlaku. Karena swasta toh," jawab oknum petugas itu.
Latif pun berusahan meyakinkan petugas itu, bahwa ia hadir di RS Wahidin membawa rujukan dari rumah sakit di Kepulauan Aru.
"Cuman rujukannya kita ke Wahidin bu," terang Latif.
"Cocok rujukannya ke Wahidin pak, tapi dokter yang ditujukan itu pak.. bapak bisa tunggi sini pak, tapi tidak tahu sampai kapan. Kalau bapak mau cepat, bapak ke dokter prektek, kalau bapak mau nunggu tidak apa-apa, tapi tidak tahu sampai kapan," ucap oknum petugas itu dengan nada tinggi.
"Karena dilapor, dilapor, dilapor begitu. Semua pasien kalau mau cepat, semua ke tempat praktek," sambungnya.
Latif yang dikonfirmasi terkait rekaman perbincananganya itu, mengungkapkan ia berbincang dengan salah satu pegawai di bagian Saraf RS Wahidin.
"Jadi awalnya itu, saya ke Wahidin bawa ini anak (Putra Imanuel) lalu tunjukkan rujukan, setelah itu diarahkan ke BPJS untuk daftar, setelah daftar diarahkan ke Poli Anak," ujar Latif dikonfirmasi Minggu (27/9/2020) siang.
Di Poli Anak lanjut Latif, ia pun diharahkan untuk membawa Putra Imanuel melakukan pemeriksaan darah dan CT Scan pada kepala. Emoat hari kemudian, lanjut Latif, hasil pemeriksaan darah itu dibawa kembali ke Poli Anak.
Setelah saya bawa hasil pemeriksaan sampel darah dan CT scannya ke Poli Anak, diarahkan ke bagian saraf. Ketemu dokter sarafnya saya diarahkan ke dokter praktek.
"Setelah saya disarankan oleh dokter di bagian saraf ke dokter praktek, saya ketemu salah satu pegawai. Lalu saya tanyakan, kita ini kan dirujuk ke sini pakai BPJS, kenapa disuruh lagi ke praktek," ucap Latif.
Karena khawatir kondisi Putra Imanuel memburuk, Latif pun mengaku terpaksa mbawa ke dokter praktek atau klinik swasta di Jl Perintis Kemerdekaan sesuai saran pegawai RS Wahidin.
Di tempat praktek itu, Putra Imanuel menjalani pemeriksaan dan kata dokternya, lanjut Latif, kondisinya baik-baik saja.
"Jadi yang kami sayangkan itu, kenapa di Wahidin tidak dirawat dulu, kenapa malah dirujuk ke dokter praktek. Padahal 2015 lalu ini anak sudah pernah dirawat di Wahidin juga," tuturnya.
Hidrosefelus yang diderita Putra Imanuel kata Latif, sudah berlangsung sejak ia berusia dua bulan.
Dan saat itu, juga kedua orang tuanya pergi entah kemana meninggalkan Putta Imanule di rumah oma dan opahnya (Yosina Waite dan Simon Parjala).
Sang opah dan omah yang sudah lanjut usia pun merawat cucunya itu dengan semampunya.
Keberadaannya di Makassar dua pekan terakhir berkat biaya penggalangan dana yang dilakukan Latif dan teman-temannya.
Terpisah, Humas RS Wahidin Sudiro Husodo Makassar, Aulia yang dikonfirmasi mengaku belum bisa menjawab apa yang dikeluhkan Latif dan keluarga Putra Imanuel.
"Untuk ini saya tidak bisa menjawab langsung. Saya harus koordinasi dulu ke yang terkait," ujarnya.