Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pasukan Khusus Rajawali

Foto Pasukan Khusus Rajawali Viral, Anak Buah Jenderal Budi Gunawan: BIN Tak Punya Pasukan Khusus

Foto Pasukan Khusus Rajawali Viral, Anak Buah Jenderal Budi Gunawan: Badan Intelijen Negara (BIN) Tak Punya Pasukan Khusus

Editor: Mansur AM
instagram
Viral foto Pasukan Khusus Rajawali di acara BIN 

JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM - Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto menegaskan, tidak ada Pasukan Khusus Rajawali setelah tampil dengan senjata lengkap saat Inagurasi Statuta Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), dalam peresmian Patung Bung Karno sebagai Inisiator STIN, pada Dies Natalis STIN 2020, sekaligus penutupan Dikintelsus (Pendidikan Intelijen Khusus) beberapa waktu lalu.

Penampikan Pasukan Khusus Rajawali itu menjadi perbincangan hangat di masyarakat karena

Penamaan Pasukan Khusus Rajawali, kata Wawan, adalah kode sandi pendidikan yang selalu berubah kodenya di setiap jenis pendidikan.

"Jadi tidak ada pasukan di BIN," tegas Wawan ketika dikonfirmasi pada Selasa (15/9/2020).

Penutupan Dikintelsus dengan kode sandi Pasukan Khusus Rajawali, kata Wawan, bukan Pasukan (Unit) tersendiri namun kepelatihan Intelijen Khusus yang diberikan kepada personel BIN yang bertugas di lapangan bersama TNI, Polri.

Kepelatihan tersebut diberikan agar personel BIN memahami tentang tugas dan dinamika di lapangan, antara lain Intelijen Tempur, Taktik dan Teknik Intelijen di medan hutan atau perkotaan dan lainnya serta peningkatan kapabilitas sumber daya manusia (SDM).

"Pelatihan ini dilaksanakan antara lain berdasarkan evaluasi terhadap hasil Operasi Satgas di wilayah konflik, dimana Personil BIN di Papua ada yang telah gugur dan terluka. Kalau mengkaitkan ini dengan Schutz Staffel Nazi Jerman, dan lainnya, rasanya terlalu jauh," kata anak buah Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan ini.

Asah Kemampuan
Penutupan Dikintelsus, kata Wawan, selalu diwarnai dengan atraksi ketrampilan baik bela diri, IT, bahan peledak atau ketrampilan senjata serta simulasi penumpasan ATHG lainnya.
Pendidikan tersebut, kata Wawan, ditujukan untuk mengasah kemampuan dalam mengatasi tugas khusus yang berat dan medan sulit.

"Setelah selesai pendidikan mereka diterjunkan untuk tugas klandestin di berbagai sasaran yang menjadi titik ATHG. Mereka terjun seorang diri ataupun bekerja dengan tim kecil atau Satgas. Dikintelsus ini bukan dibentuk menjadi sebuah pasukan tetapi akan terjun secara personal atau mandiri di wilayah tugas. Jadi ini bukan pasukan tempur, meskipun latihannya adalah latihan para komando," kata Wawan.

Diklat seperti itu, kata Wawan, biasa dilakukan di BIN untuk menciptakan insan intelijen yang tangguh guna melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, serta menjaga keselamatan 267 juta rakyat Indonesia.

Atraksi penutupan pendidikan, kata Wawan, adalah simulasi hasil pendidikan yang mencerminkan ketangguhan skill, spirit dan stamina.
Selain itu juga, kata Wawan, agar terbentuk keberanian, wawasan dan personal approach yang baik dan dibarengi kecepatan bertindak jika ada ATHG.

"Saya juga mantan rektor STIN yang sekarang disebut gubernur, sehingga paham akan sistem pendidikan yang diterapkan di BIN. Setelah selesai pendidikan mereka kembali ke unit tugas masing- masing sesuai tupoksinya," kata Wawan. (gita/tribun network)

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved