Orangtua Mengeluh karena Siswa Masih Belajar di Rumah, Kadisdik Bantaeng: Mereka Hanya Jenuh
Para orangtua mengeluh karena hampir setiap hari harus mendampingi anak mereka belajar di rumah yang seharusnya
Penulis: Achmad Nasution | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUNBANTAENG.COM, BANTAENG - Pemerintah Kabupaten Bantaeng masih memberlakukan pembelajaran siswa dilakukan di rumah.
Dengan pembelajaran di rumah yang sudah berlangsung beberapa bulan terakhir sejak adanya pandemi membuat orangtua mengeluh.
Para orangtua mengeluh karena hampir setiap hari harus mendampingi anak mereka belajar di rumah yang seharusnya menjadi tugas para guru.
Hal itu disampaikan oleh Ibu Ani, warga kelurahan Bonto Atu, Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng, yang kewalahan mendampingi anaknya yang masih duduk di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Sebenarnya kami sebagai orangtua agak kewalahan dengan sistem belajar di rumah, sebagian tanggungjawab guru orangtua yang lakukan," kata Ani, kepada TribunBantaeng.com, Kamis, (20/8/2020).
Ia kewalahan karena harus mengurus 4 anak. 1 orang masih balita, 1 orang masih bayi dan 2 orang sudah sekolah masing-masing SD dan SMP.
Dengan kondisi itu, ia berharap ada fomulasi yang bisa diterapkan untuk mengatasi permasalahan orang tua dengan sistem sekarang.
"Mungkin harus bagi per kelompok untuk belajar di rumah siswa atau di rumah guru, tapi tetap diterapkan protokol kesehatan," jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bantaeng, Muhammad Haris mengatakan, mereka hanya merasakan jenuh dengan kondisi kita saat ini.
"Itu tadi alasan hanya barangkali kejenuhan orangtua. Tidak satupun yang menghendaki musibah ini, bahwa ada keluhan semua stake holder mengeluh," katanya.
Menurutnya, pada standar operasional yang diterapkan, guru mengajar dengan mendatangi rumah siswa untuk mengantarkan modul kemudian dijelaskan selama 1 jam, sesuai standar protokol kesehatan.
Namun, beberapa siswa yang belum mengerti pastinya bakal bertanya kepada orangtuanya.
"Misalnya anak SD yang baru belajar membaca bukan membaca untuk belajar, apabila mencari jawaban soal pasti tanya orangtuanya disitulah orang tua protes, tapi dasarnya adalah jenuh dan stres," jelasnya.
Kata dia, stres tidak hanya dialami oleh orangtua tatapi juga dialami oleh para guru.
Itu bisa dilihat dari kesibukan guru untuk membuat kurikulum kemudian mengantarkan ke masing-masing rumah siswa.
Kurikulum yang dibuat harus dikaji sesuai kondisi saat ini karena sangat berbeda dengan kurikulum yang diberikan di sekolah.
"Guru juga merasakan itu, perjuangan guru harus membuat kurikulum untuk siswa kemudian diantar kerumah siswa 1 persatu hanya bermodalkan masker dan motor yang tidak memperdulikan kesehatannya," lanjutnya.
Dalam membangun hubungan antara guru dan orangtua, Haris mengeluarkan 4K yakni, komunikasi, kolaborasi, konfirmasi dan kontrol.
Inilah yang dilakukan, namun apabila tidak berjalan dengan maksimal pihaknya tidak bisa memenuhi keinginan individu atau masing-masing orangtua.
Berbagai upaya sudah dilakukan, tetapi kondisi saat ini membuat kita semua jenuh. oleh karena itu, sangat diperlukan komunikasi yang baik dalam membangun sumber daya manusia.
"Membangun sumber daya manusia itu tidak gampang, mudah-mudahan dengan Covid-19 ini ada komunikasi yang terbangun. Orangtua yang selama pandemi mendampingi anaknya belajar apalagi guru 32 siswa di SMP 28 siswa untuk SD harus diajar oleh guru dengan berbagai karakter," ucapnya.