Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gigihnya Perjuangan Emak-emak Pulau Kodingareng Makassar Tolak Tambang Pasir

Bersama ratusan nelayan Kodingareng, Hasmiah ikut melakukan perlawanan dengan mengusir kapal-kapal pengeruk pasir milik PT Royal Boskalis.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN TIMUR/MUSLIMIN EMBA
Hasmiah, Darti dan Arini emak-emak Pulau Kodingareng saat unjukrasa di depan Kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (13/8/2020) siang. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Malang niang nasib Hasmiah (40) warga Pulau Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar.

Kemalangan itu dirasakan saat pengerukan pasir mulai dilancarkan PT Royal Boskalis pada Februari lalu.

Sang suami, Daeng Ngenjeng (46) yang saban hari mencari nafkah di kawasan perairan Kodingaren terkena imbasnya.

Tangkapan ikan untuk menghidupi enam orang anaknya perlahan menurun dan kian memprihatinkan.

Kondisi itu pun membuatnya ikut bergerak melakukan perlawanan.

Bersama ratusan nelayan Kodingareng, Hasmiah ikut melakukan perlawanan dengan mengusir kapal-kapal pengeruk pasir milik PT Royal Boskalis.

Tidak sampai disitu, perlawanan juga dilakukan dengan cara berunjukrasa.

Seperti yang dilakukan siang ini di depan kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (13/8/2020) pukul 10.30 siang.

Hasmiah bersama ratusan ibu-ibu lainnya kembali melakukan aksi unjukrasa menolak pengerukan pasir yang masih berlangsung.

Aksi penolakan dengan cara unjukrasa itu mendapat pendampingan sejumlah kelompok gerakan dan pemerhati lingkungan di Kota Makassar.

Seperti, Walhi, FNKSDA Makassar, FPPI, JATAM, KIARA, Solidaritas Perempuan AM, LAPAR Sulsel, KontraS, KruHa dan beberapa ormas lainnya.

Dalam aksinya, Hasmia tampak begitu bersemangat menyuarakan agar Pemprov Sulsel segera menghentikan pengerukan pasir tersebut.

Saat matahari berada di puncak peraduannya sekira pukul 12.15 Wita, Hasmia dan sejumlah ibu-ibu lainnya menepi dari kerumunan massa yang menduduki depan gerban masuk kantor orang nomor satu Sulsel itu.

Ia lantas berkemas membuka sejumlah bingkisan yang berisi aneka ragam makanan yang dibawa dari pulau.

Seperti, gogos, nasi putih, nasi kuning dan beberapa makanan lainnya. Ia pun mengajak sebagian masaa untuk makan bersama.

Saat menyantap persediaan makanan yang dibawa, keringat Hasmia tampak belum kering.

Dihampiri awak tribun, ibu enam orang anak itu pun bercerita betapa pengerujan pasir laut itu mengancam keberlansungan ekonomi keluarganya.

"Sebelum ada pengerukan ini, suamiku (Ngenjeng) biasaji dapat Rp 200-300 ribu sehari kasihan, ini setelah ada ini pengerukan berkurangmi. Bahkan kemarin seharian keluar cari ikan tidak dapat karena pucak ki itu air laut, lari semua ikan," kata Hasmiah.

Kondisi itu diperparah dengan masa Pandemi Covid-19 yang mengharuskan tiga putrinya belajar di rumah.

Kebijakan belajar daring dari rumah itu, membuatnya harus membeli paket data.

"Apalagi sekarang ini tiga anakku belajar pake hape semua kasihan, biasa dua hariji napake datanya habismi lagi. Manami untuk dimakan juga," ujar Hasmia sambil meneteskan air mata.

Senasib dengan Hasmia, kondisi yang sama dialamiibu Airin (26). Ibu dua anak itu juga mengaku kesulitan ekonomi semenjak adanya pengerukan pasir.

Airin bahkan membawa anaknya yang masih berumur dua tahun dari pulau untuk ikut berunjukrasa.

"Saya pak dua anakku masih kecil, butuh susu, butuh popok. Apami mau dimakan kalau suami tidak dapatmi ikan kasihan," celutuk Airin.

Begitu juga yang dirasakan Darti (24). Ibu satu anak ini juga membawa anaknya berunjukrasa agar perjuangan untuk menghentikan pengerukan pasir itu dapat diamini Pemprov Sulsel.

"Susah sekalimi dapat ikan kasihan, karena pucaki air lautka. Biar pakai jaring apaki tidak ada didapat," kata Darti.

Lebih kurang 15 menit berbincang dengan awak tribun, Hasmia, Airin dan Darti yang telah usai santap siang pun bergegas memasuki barisan massa.

Ia ikut berteriak 'Hentikan Pengerukan Pasir' sembari menunggu Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah muncul menemui massa aksi.

Namun, pantaun awak tribun hingga pukul 14.00 Wita, Nurdin Abdullah tidak kunjung menemui massa aksi.

Unjukrasa itu sendiri menyuarakan tuntutan:

1. Menolak seluruh proyek tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan (copong lompo, copong keke, Bone ma'lonjo Bone lure, Bone pama, Sangkarrang, Batu ila, Lalo angkan, Bone luara, Bone pute, Gossea, Ponto pontoan, garasa pamalu, Bone langga, Bone pute rate, Bine pinjeng, Bone kaluku, kaodasan lambe lambere, Batu La'bua, dan pariyama), serta mendesak PT Royal boskalis untuk segera menghentikan seluruh aktivitas tambang pasir laut diwilayah tangkap nelayan, di wiliyah perairan kepulauan spermonde (copong lompo, copong keke, Bone ma'lonjo, Bone lure, Bone pama, sagkarrang, Batu ila, lalo agkang, Bone luara, Bone pute , Gossea, Ponto pontoag, Garasa pamalu, Bone langga, Bone pute rate, Bone pinjeng, Bone kaluku, Kapodasan, Lambe lambere, Batu La'bua, dan Pariyama).

2. Mendesak PT.Royal boskalis, PT. Pembangunan perumahan, PT, Alefu karya Makmur dan PT. Banteng laut Indonesia bertanggungjawab dan memulihkan seluruh penderitaan dan kerugian materil serta non materil yang dialami masyarakat Pulau Kodingareng selama beroperasinya proyek tambang pasir laut yang dilakukan PT Royal Boskalis di wilayah tangkap nelayan.

3. Mendesak Pemerintah Belanda dalam hal ini Duta Besar Kerjaan Belanda untuk Indonesia agar segera menunaikan kewajiban ekstrateritorialnya untuk memantau seluruh aktifitas PT Royal Boskalis terutama terkait pelanggaran HAM dan penggunaan institusi militer dan polis serta preman dalam menghadapi aspirasi masyarakat, nelayan, perempuan dan warga Pulau Kodingareng. Serta menuntut PT Royal Boskalis segera mengentikan aktifitas tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan.

4. Mendesak Gubernur Sulsel untuk mencabut seluruh izin pertambangan pasir laut di wilayah tangkap nelayan.

5. Mendesak Gubernur Sulsel merevisi Perda RZWP3K dan menghapus zona ambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved