Keren! Penampakan Twin Tower atau Menara Kembar Pemprov Sulsel yang Segera Dibangun di CPI Makassar
Keren! Penampakan Twin Tower atau Menara Kembar Pemprov Sulsel yang segera dibangun di CPI Makassar.
Penulis: AS Kambie | Editor: Edi Sumardi
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Keren! Penampakan Twin Tower atau Menara Kembar Pemprov Sulsel yang segera dibangun di CPI Makassar.
Tiga proyek strategis Pemerintah Provinsi atau Pemprov Sulsel dimulai pada tahun 2020 atau tahun ini.
Pertama, jalur pedestrian di Jl Metro Tanjung Bunga, Makassar.
Kedua, renovasi Stadion Mattoanging.
Ketiga, Twin Tower.
Ketiga ditrencanakan dimulai pada Oktober 2020 ini, awal tahun ketiga kepemimpinan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah.
Twin Tower akan dibangun 36 lantai, pas di dada “Garuda” Kawasan Centra Point of Indonesia (CPI), Pantai Losari, Makassar.
Twin Tower digadang-gadang menjadi gedung tertinggi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan bangunan tertinggi kelima di Indonesia.
Perkantoran akan dipusatkan di Twin Tower tersebut nanti.
"Twin Tower rencananya kita mulai Oktober akan groundbreaking (peletakan batu pertama), pemancangan tiang," kata Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (NA) di Gubernuran, Jl Sungai Tangka, Makassar, Selasa (11/8/2020).
"Anggaran Stadion Mattoanging disiapkan Rp1 triliun dan Twin Tower Rp1,6 triliun. Investornya swasta semua, Hutama Karya, JO, dengan salah satu perusahaan luar. Swasta masuk ini karena ada trust (kepercayaan)," kata Nurdin Abdullah menambahkan.
Menurut gubernur, jalur pedesterian Jl Metro Tanjung Bunga menjadi tanggung jawan Penjabat Wali Kota Makassar Prof Dr Rudy Djamaluddin.
"Kami apresaisi pemilik lahan yang telah menghibahkan lahannya,” ujar mantan Bupati Bantaeng ini.
Untuk pembangunan Twin Tower, gubernur meminta Perseroan Daerah (Perseroda) Sulsel yang bertanggung jawab.
"Apa misi kita ke depan adalah, kita ingin persero ini betul-betul menjadi salah satu tulang punggung pemerintah provinsi untuk mendorong peningkatan PAD (pendapatan asli daerah)," kata Nurdin Abdullah.
Direktur Perseroda Sulsel, M Taufik Fachruddin, mengatakan, akan ada dua gedung kembar di sekitar Masjid 99 Kubah nanti.
Tower A untuk Kantor Gubernur Sulsel dan organisasi perangkat daerah (OPD).
Tower B untuk Kantor DPRD Sulsel, Jamkrida, Bank Sulsel, dan Perseroda.
Berikut gambar desain Twin Tower yang diperoleh dari M Taufik Fachruddin.



Penyatuan Kantor
Ide pembangunan Twin Tower itu untuk menyatukan kantor pemerintahan Sulsel.
Menurut NA, kantor-kantor milik pemprov tersebar di mana-mana.
"Ini bukan efisien, ini inefisien. Kita harap ke depan menyatuh satu gedung. Nah, kita berharap Perseroda ini bisa memikirkan itu," ujarnya.
"Konsep Perseroda sekarang adalah ingin membangun Twin Tower. Jadi di sana nanti ada Kantor DPRD, Bank Sulselbar, Jamkrida, Perseroda, dan ini nanti ada usaha baru lagi, hotel, mal dan lainnya," kata Nurdin Abdullah.
Perseora ditarget menjadi sumber PAD Sulsel.
Selama ini, menurut Nurdin Abdullah, pendapatan yang didapatkan Sulsel hanya dari pajak, bagi hasil, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).
"Ke depan kita harus menciptakan Perseroda ini menjadi pendorong percepatan ekonomi kita. Tadi kita sudah wujudkan MoA (Memorandum of Agreement) dengan PT ASEI Bina Holding, walaupun ini sudah sejak lama, saat saya jadi Bupati Bantaeng, namun Bantaeng skalanya kecil, tidak sebanding porsi cost logistik Sulsel," kata dia.
Aset Pemprov
Lahan untuk Twin Tower sudah ada di CPI.
Sertifikat sudah diusul.
"Nah ini sama sekali B2B (business to business). Kita berharap di masa pandemi, ancaman krisis, resesi, ada langkah cepat dilakukan Pemerintah. Betapa besar akibat pandemi, PHK, pekerja dirumakan, nah pemerintah harus hadir cepat bagaimana kembali sedia kala," kata Nurdin Abdullah.
Terkait pertumbuhan ekonomi di angka minus, Nurdin Abdullah mengatakan, itu pasti terjadi.
"Bayangkan orang dirumahkan, kegiatan dihentikan, daya beli menurun, perdagangan terhambat, konstruksi terhambat karena refokusing, jadi ekonomi kita naik itu aneh," katanya.
Pada triwulan III, Pemprov Sulsel menargetkan pertumbuhan itu naik signifikan, kenapa? "Ekonomi kita sudah mulai jalan," ujarnya.
Sebelumnya, Pemprov Sulsel telah membentuk tim percepatan untuk menyelesaikan revitalisasi asset dan pengembangan kawasan CPI.
Tim ini melibatkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dan perguruan tinggi.
Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulsel, Abdul Hayat Gani, saat rapat koordinasi di Kejati Sulsel menyebutkan, penataan aset di kawasan CPI mulai dilakukan.
“Utamanya dalam hal percepatan pembangunan infrastruktur pembangunan destinasi wisata dan perkembangan investasi di Sulsel,” kata Abdul Hayat belum lama ini.
Dalam pertemuan ini, Kepala BPN Sulsel, Bambang Priono menyebutkan, total lahan yang berhak dikelola oleh Pemprov Sulsel di kawasan CPI adalah 50,47 hektare.
"Bagian ini merupakan kompensasi dari 150 total lahan rekalamasi yang dikelola PT Yasmin Wisata Mandiri," ujarnya.
Bambang menyebutkan, hingga saat ini PT Yasmin telah menyerahkan sebanyak 38 hektare lahan kepada Pemprov Sulsel.
Namun baru 32 hektare yang bisa diproses untuk disertifikatkan. Sementara sisa lahan yang diperuntukkan untuk Pemprov Sulsel sejumlah 12,11 hektare akan dilakukan di sebelah barat Pulau Laelae.
“Yang bisa realisasi hak pengelolaannya adalah 32 hektare, sementara kewajiban PT Yasmin kepada Pemprov senilai 12,11 hektare, diputuskan dan disetujui kewajiban PT Yasmin akan dilakukan di sebelah barat Pulau Lae-Lae,” kata Bambang.
Nantinya, lanjut Bambang, lahan sebesar 12,11 hektare reklamasi milik Pemprov di Pulau Lae-Lae akan dirancang sebagai pusat wisata bahari di tengah Kota Makassar.
Pemprov Sulsel di kawasan tersebut juga akan dibangun twin tower yang menjadi ikon pusat kegiatan pemerintahan, pusat bisnis dan jasa.
Rencananya juga akan dilakukan penataan jalan kawasan Metro Tanjung Bunga sejauh 5 kilometer.
Sementara, General Manager Ciputra, Hendra Wahyudi menjelaskan, penunjukkan Pulau Lae-Lae untuk diserahkan kepada Pemprov telah merujuk pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) yang secara umum menyebutkan rencana wilayah ini sebagai zona wisata.
Ia menambahkan Pulau Laelae juga tidak masuk dalam kawasan konservasi dan telah keluar dari Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp).
“Sehingga disepakati Pulau Laelae menjadi lokasi reklamasi untuk digunakan oleh Pemprov Sulsel,” kata Hendra.(aly/sal/bie)