Ditanya Najwa Shihab Bisakah UKT Dipotong 50 % saat Pandemi? Ini Jawaban Mendikbud Nadiem Makarim
Nadiem Makarim pun membuat revisi terhadap Permendikbud Nomor 25 tahun 2020 dengan menambah sejumlah aturan yang akan menjadi legalitas penurunan UKT.
TRIBUN-TIMUR.COM- Mahasiswa di berbagai wilayah di Indonesia menuntut adanya keringanan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) saat Pandemi Covid-19.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pun telah menerbitkan Permendikbud Nomor 25 tahun 2020 tentang standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi pada perguruan tinggi negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dalam Permendikbud tersebut juga mengatur perihal penyesuaian pembayaran UKT mahasiswa di tengah Pandemi Covid-19.
Namun rupanya, mahasiswa menilai aturan tersebut tidak banyak membantu. Pasalnya, mahasiswa masih kesulitan mendapat keringanan pembayaran UKT dari kampus.
• Serunya Mata Najwa Semalam, Nadiem Makarim Makin Tegaskan Orangtua Boleh Minta Pulsa ke Sekolah
• Diungkap di Mata Najwa, Mendikbud Nadiem Makarim Segera Luncurkan Kurikulum Covid-19, Apa Itu?
Di Mata Najwa bertajuk 'Kontroversi Mas Menteri', Rabu (5/8/2020) semalam, Najwa Shihab pun menyampaikan keluhan-keluhan mahasiswa terkait hal tersebut kepada Nadiem Makarim.

Menurut Najwa, mahasiswa menilai tanpa Permendikbud tersebut di situasi normal, mahasiswa bisa meminta keringanan UKT.
"Seharusnya ada aturan spesifik yang membuat mereka tidak harus membayar UKT sedemikian tinggi padahal pembelajaran dari rumah dan pulsanya beli sendiri,"tanya Najwa.
Nadiem kemudian menjelaskan, pada saat awal terjadinya Pandemi Covid-19 dan PJJ harus terjadi di tingkat perguruan tinggi, ia langsung berbicara dengan semua rektor untuk melakukan relaksasi UKT.
Namun awalnya pihak kampus tidak berani melakukan hal tersebut karena tidak ada payung hukum untuk melakukan hal tersebut.
Untuk itu, Nadiem Makarim pun membuat revisi terhadap Permendikbud Nomor 25 tahun 2020 dengan menambah sejumlah aturan yang akan menjadi legalitas penurunan UKT.
"Menekankan bukan hanya legalitasnya, tapi juga mandat bahwa universitas wajib memberikan keringanan bagi mahasiswa yang sedang mengalami situasi ekonomi sulit,"jelas Nadiem.
Menurut Nadiem, sudah ada sejumlah perguruan tinggi yang memberikan keringanan UKT untuk mahasiswa.

Keringanan yang dimaksud seperti penundaan pembayaran, cicilan, hingga penurunan level UKT.
"Realistis tidak jika meminta misalnya memotong dengan jumlah spesifik, bisakah itu? Bisakah 50 persen UKT dipotong,"tanya Najwa Shihab menaggapi pernyataan Nadiem Makarim.
"Tentunya itu harus menjadi diskresi rektor karena setiap universitas itu punya situasi finansialnya sendiri,"jawab Nadiem.
Nadiem menilai untuk melakukan hal tersebut, harus dilakukan dengan melalui berbagai step.
Hal pertama yang dilakukan Kemendikbud adalah dengan mengeluarkan regulasi untuk melaksanakan relaksasi UKT.
Step kedua, yakni dengan memcari realokasi anggaran, seperti tahun ini pemerintah akan memberikan bantuan beasiswa Bidikmisi kepada 1 juta mahasiswa, termasuk mahasiswa di perguruan tinggi swasta.
Menurut Nadiem, keringana UKT hanya diberikan kepada mahasiswa yang paling membutuhkan.
Pasalnya, jika universitas memberikan keringanan kepada semua mahasiswa tentu akan berdampak pada finansial kampus.
"Kita juga harus memikirkan sebenarnya gimana posisi universitas, di mana di satu sisi kalau dia berikan keringana kepada semuanya, dia sama sekali tidak bisa membayar dosen. Tapi di sisi lain, Dikti dan Kemendikbud akan mendorong perguruan tinggi negeri untuk melakukan relaksasi ini. Itu adalah komitmen kami,"jelas Nadiem.
Mahasiswa Unhas Kecewa, Tagar #UnhasGratiskanUKT Trending di Twitter

Universitas Hasanuddin (Unhas) menjadi perbincangan hangat di media sosial Twitter, Minggu (2/8/2020).
Mahasiswa dan warganet mencuitkan #UnhasGratiskanUKT hingga masuk dalam jajaran trending topic Indonesia.
Hingga Minggu sore, tagar tersebut telah ditweet oleh 6.186 pengguna Twitter.
Apa yang terjadi hingga tagar ini menjadi trending?
Penelusuran tribun-timur.com, tagar ini menjadi trending setelah hasil verifikasi permohonan keringanan pembayaran dan penyesuaian Uang Kuliah Tunggal (UKT) keluar.
Kebijakan keringanan pembayaran dan penyesuaian UKT sendiri dilakukan Unhas beberapa waktu yang lalu mengingat pandemi Covid-19 memberikan dampak kepada mahasiswa.
Namun, hasil verifikasi permohonan dengan berbagai syarat itu membuat berbagai mahasiswa kecewa.
Pasalnya, alasan penolakan hingga diksi yang dipilih verifikator dianggap tidak masuk akal.
Seperti yang dirasakan mahasiswa Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Kasma.
Permohonan yang dia ajukan ditolak dengan oleh pihak kampus.
"Ysb adalah mantan penerimaan beasiswa bidik misi, mestinya ada tabungan," tulis verifikator.
"Tidak ada keterangan penghasilan sebelum pandemi Covid-19. Baca Kep Rektor Unhas No. 3260/UN4.1/KEP/2020 bagian kedua, 2, c.2," lanjutnya.
Dirinya tidak menyangka akan mendapatkan respons seperti itu.
"Yang pastinya nda nyangka terus lucu juga karena nda habis pikir bakalan dapat respon begitu," katanya kepada tribun-timur.com, via WhatsApp.
Padahal kata dia, di syarat tidak ada aturan yang melarang mantan penerima beasiswa Bidikmisi untuk mengajukan permohonan.
Ada juga yang mendapatkan penolakan hanya kerena sang orangtua meninggal sebelum dirinya menjadi mahasiswa.
"Ayahnya meninggal dunia pada tahun 2015 sebelum anak ini menjadi mahasiswa," tulis verifikator dalam hasil verifikasi salah seorang mahasiswa.
Kekecewaan juga dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Haeril.
Dirinya mengatakan bahwa sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia Timur, Unhas perlu memperbaiki komunikasi yang diberikan kepada mahasiswanya.
"Sepertinya perlu diberikan SOP kepada tim verifikator bahasa komunikasi yang baik kepada publik, apa lagi kampus Unhas dikenal dengan predikat terbaik di bagian Indonesia Timur," katanya.
Dia juga menganggap pihak rektorat tidak peduli dengan kondisi keuangan keluarga mahasiswa.
"Sebenarnya lebih sekadar singgungan untuk tim verifikator yang menciutkan aksi di media sosial, singgungan itu juga diberikan kepada elit birokrat yang dianggap tidak peduli dengan kondisi keuangan keluarga mahasiswa," jelasnya.
Dirinya pun menyayangkan pihak kampus yang sedang membangun hotel di tengah permintaan mahasiswa untuk menggratiskan UKT.
"Terlebih Unhas sementara membangun hotel di tengah permintaan pengratisan UKT, dari sini dipandang UKT mahasiswa tidak dipotong untuk pembangunan hotel, ada juga yang mengatakan demi popularitas prestasi kampus mahasiswa yang ikut lomba tidak didanai malah memakai uang pribadi, dokumentasinya seperti medali dan sertifikat diminta untuk kepentingan akreditasi," jelasnya.
(tribun-timur.com)