Waskita
BOS Waskita Karya Jarot Dijemput Paksa KPK di Kantornya, Terkait Proyek Fiktif
Jarot dijemput paksa karena tidak kooperatif dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek fiktif di PT Wakita Karya.
BOS Waskita Karya Jarot Dijemput Paksa KPK di Kantornya, Sebelumnya Saksi Proyek Fiktif
TRIBUN-TIMUR.COM,- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menjemput paksa mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III PT Waskita Karya yang kini menjabat Direktur Utama PT Waskita Beton Precast Jarot Subana, Kamis (23/7/2020).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Jarot dijemput paksa karena tidak kooperatif dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek fiktif di PT Waskita Karya.
"Benar, penyidik KPK melakukan penjemputan paksa terhadap satu orang atas nama JS karena dinilai tidak kooperatif dalam proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek fiktif pada BUMN PT Waskita Karya (Persero) Tbk," kata Ali, Kamis.
Ali menuturkan, penyidik menjemput Jarot di kantor PT Waskita Beton Precast di kawasan Cawang, Jakarta Timur.
"Selanjutnya yang bersangkutan dibawa ke Gedung KPK untuk dilakukan pemeriksaan oleh penyidik," ujar Ali.
Ali mengatakan, informasi lebih lanjut soal penjemputan paksa ini akan disampaikan kemudian, termasuk status Jarot dalam kasus ini.
"Statusnya nanti akan disampaikan," kata Ali.
Berdasarkan catatan Kompas.com, Jarot terakhir dipanggil penyidik sebagai saksi dalam kasus proyek fiktif di PT Waskita Karya pada Selasa (16/6/2020).
Namun, saat itu Jarot tidak memenuhi panggilan dengan alasan sedang memiliki kegiatan lain dan meminta penjadwalan ulang.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Fathor Rachman selaku Kepala Divisi II PT Waskita Karya pada periode 2011-2013 dan Yuly Ariandi Siregar selaku Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya pada periode 2010-2014.
Fathor dan Yuly diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikembangkan oleh perusahaan.
Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain.
Akan tetapi, tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang teridentifikasi sampai saat ini oleh KPK.
KPK menduga empat perusahaan subkontraktor itu tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.