Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ngobrol Virtual Tribun

Dosen FKM Unhas: Kampanye Anti Narkoba ke Pelajar SMP dan SMA Harus Dibedakan

Hadir juga Ketua Lembaga Persaudaraan Korban Napza Makassar (L-PKNM) Farid Satria, dan Ketua KNPI Kota Makassar Cristopher Aviary.

Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Imam Wahyudi
Dokumentasi Tribun Timur
Shanti Reskiyani, peneliti dan dosen FKM Unhas 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dalam rangka memperingati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) 2020, Tribun Timur bekerjasama Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Selatan menggelar Ngobrol Virtual (Ngovi), Kamis (2/7/2020).

Ngovi menghadirkan narasumber Kabid P2M BNNP Sulsel Ishak Iskandar, Dosen Dept Promosi Kesehatan FKM Unhas Shanti Riskiyani, Dosen Fakultas Hukum UIM, Marif.

Hadir juga Ketua Lembaga Persaudaraan Korban Napza Makassar (L-PKNM) Farid Satria, dan Ketua KNPI Kota Makassar Cristopher Aviary.

Ngopi ini mengangkat tema Hidup 100% Sadar, Sehat, Produktif, dan Bahagia tanpa Narkoba.

Shanti Riskiyani di awal pemaparannya mengatakan, bicara terkait peredaran narkoba, banyak hal berkaitan, bukan hanya ketersediaan barangnya, tapi juga permintaan, dan penegakan hukum dalam hal ini suplai reduction bisa dikontrol pemerintah.

"Saya melihat upaya pemerintah terkait pencegahan sudah cukup massif, banyak kampanye, tetapi satu hal kita tak pernah mencoba menspesifikkan target upaya pencegahan yang kita lakukan," kata Shanti.

Menurutnya, tingkatan usia dan pengetahuan seseorang, metode kampanye anti narkoba ke mereka juga harus berbeda.

"Misalnya pelajar dan mahasiswa, sekarang sama semuanya, belum lagi kluster masyarakat juga satu target. Padahal ketika bicara perubahan pengetahuan, harus ada spesifikasi," ucapnya.

"Kita memberi informasi ke remaja SMP dan SMA tak bisa sama. Perkembangan mereka berbeda, pola prilaku dan hubungan dengan lingkungan juga berbeda. Ini ke depan harus lebuh spesifik," tambahnya.

Shanti melanjutkan, upaya pencegahan juga berbeda antara kelompok yang tidak tahu sama sekali narkoba, yang sudah tahu narkoba, dan kelompok yang sudah menggunakan narkoba.

"Ini berbeda, selama ini kampanye massif disasar dengan informasi dan cara yang sama. Sementara kemajuan teknologi dan akses informasi berkembang, masa begitu saja polanya, harusnya lebih kreatif dalam kampanye anti narkoba," imbuhnya.

"Jangan sebatas sosialisasi saja, itu oke sebagai kemasan sosialisasi, tapi yang namanya perubahan pengetahuan, harus dilihat karakteristik target kita," tambahnya.

Shanti yang melakukan penelitian terkait pola ini memaparkan, selain umur, terdapat perbedaan karakteristik remaja berdasarkan daerahnya.

"Saya sempat bandingkan dari sisi aksebilitas media. Remaja di Jakarta dan Makassar punya akses sama ke media, tapi remaja di Jakarta lebih suka mendapat info narkoba dari media massa, sementara di Makassar lebih suka langsung ngobrol," ucap dia.

"Itu beda walau info sma tentang pencegahan narkoba. Remaja Makassar lebih suka dalam dialog interaktif. Sementara kita di sini selalu mau samakan di Jakarta, padahal kita harus kenal karakteristik mereka," tutur Shanti.

Menurut Shanti, memng menjadi pekerjaan sulit kampanye anti narkoba berdasarkan karakteristik, namun ini patut menjadi pertimbangan.

"Pencegahan di kalangan SMP dan SMA harus beda. Ini semua harus jadi pertimbangan. Memang agak jadi pekerjaan rumah, perlu effort, cuma jalau mau maksimal, usahanya harus lebih keras lagi," pungkasnya.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved