Mata Najwa
Mata Najwa, Laode Syarif Eks KPK Sebut Kasus Novel Baswedan vs Polisi Sebagai 'Sandiwara Tak Lucu'
Talkshow Mata Najwa tadi malam di Trans 7, ditanya Najwa Shihab, Laode Syarif Eks KPK Sebut Kasus Novel Baswedan vs Polisi Sebagai 'sandiwara tak Lucu
TRIBUN-TIMUR.COM - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupksi (KPK), Laode M Syarif, menyebut kasus Novel Baswedan sebagai 'sandiwara tak Lucu'.
Kepada Najwa Shihab di acara Mata Najwa Trans 7 tadi malam, Laode Syarif mengaku heran.
Karena polisi dalam kasus ini ada yang ikut membela penyerang Novel Baswedan.
Padahal polisi sebagai institusi seharusnya mewakili pihak negara dan membela korban, dalam hal ini Novel Baswedan.
Bahkan Pengacara Novel Baswedan, Saor Siagian, tak henti-hentinya geleng-geleng kepala saat tampil di Mata Najwa Trans 7 tadi malam.
Bahkan dalam ulasannya, pengacara Novel Baswedan ini mengaku heran dengan adanya peryataan polisi berpangkat jenderal bintang 2 atau irjen yang membela dua terdakwa penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.
"Ini tidak tanggung-tanggung, brigader dibela oleh irjen dua bintang. Peradilan sandiwara apa ini? kata Saor Siagian.
Host Mata Najwa, Najwa Shihab mengangkat tema Kasus Novel Tak Berujung edisi tadi malam.
"Seharusnya kasus persidangan adalah akhir atau ujung kasus Novel Baswedan.
Tapi ini sepertinya kasus Novel Baswedan di persidangan masih jauh dari akhir itu."
Demikian pengantar Najwa Shihab host Mata Najwa Trans 7 saat mengawali pertanyaan untuk Laode M Syarif mantan Komisioner KPK Rabu (17/6/2020) tadi malam.
Terdakwa Penyerang Novel Baswedan ialah polisi aktif.
Tim kuasa hukum para penyerang pun dari kepolisian.
Sebab itu, pengacara Novel, Saor Siagian, menyebut pengadilan dalam pengungkapan kasus Novel merupakan sandiwara.
Serupa dengan Saor, Laode M. Syarif, mantan komisioner KPK, mengatakan, “Kepolisian itu mewakili negara, mewakili korban. Lalu ada polisi juga yang mewakili pelaku kejahatan (dalam kasus Novel). Ini agak tumpang. Janganlah kita pertontonkan sandiwara yang enggak lucu.”
Simak video lengkapnya:
Fakta Lain Satu Penyerang Tak Terungkap
Apa yang coba ditutupi dari kasus Novel Baswedan?
Kenapa setelah tuntutan diberikan kepada kedua tersangka penyerang , justru banyak kejanggalan terungkap
Salah satunya, fakta bahwa tersangka bukan cuman dua orang
Aktivis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar secara terbuka membeberkan kejanggalan yang terjadi dalam proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ), Novel Baswedan.
Haris menyebutkan bahwa pelakunya bukan hanya Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, melainkan ada satu orang lagi.
Dari hasil investigasi yang dilakukan Haris beberapa kali dirinya menemukan sejumlah fakta yang tidak ada di persidangan.
Hal tersebut diungkapkan Haris dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang diunggah di kanal YouTube Talk Show TVOne, Rabu (17/6/2020).
"Kebetulan saya juga melakukan investigasi beberapa kali, menyusun laporan dan lain-lain, kami menemukan sejumlah fakta yang tidak ada."
"Misalnya ada pemilik CCTV yang dihadirkan ke persidangan tetapi soal CCTV yang perlu dibawa ke persidangan bukan saksinya tetapi videonya seperti apa," ungkap Haris.

Dalam investigasinya, Haris juga menemukan fakta, bahwa ada rute kaburnya pelaku.
Bahkan, Haris mengakatan, pelaku bukan hanya dua orang, tapi tiga orang.
"Kalau dalam investigasi saya, itu ada rute kaburnya pelaku, dan pelaku itu bukan dua orang, sejumlah saksi mengatakan pelakunya tiga orang."
"Kita punya rute-nya, rute yang gagal, terus mereka memperbaiki rute pagi itu, ada adegan mereka ngangkat motor dan lain-lain," papar Haris.
Menurut Haris, pelaku juga telah melakukan pengintaian selama beberapa sebelum melakukan penyerangan.
"Orang-orang yang melihat pagi itu, sesaat sebelum penyerangan dengan orang-orang yang mengintai sebelumnya identik sama," jelasnya.

Jika terdakwa adalah pelaku yang sebenarya, lanjut dia, mesti ada bukti yang bisa menunjukkan hal itu.
"Kalau misalnya dua orang ini benar-benar melakukan, mereka tugas di Brimob, berarti mereka melakukan pengintaian selama beberapa hari."
"Berarti mereka absen dari pekerjaannya, mana buktinya kalau mereka absen?" terang Haris.
Kemudian, kata Haris, ada sejumlah saksi yang tidak dihadirkan dalam persidangan.
Padahal, saksi itu adalah saksi yang melihat saat kejadian dan beberapa hari sebelumnya saat pelaku melakukan pengintaian.
Lebih lanjut, Haris mengungkapkan, bahwa sebenarnya para saksi tersebut sudah diperiksa di tingkat Polsek, Polres hingga Polda.
"Jadi ada beberapa informasi, ada beberapa kesaksian yang sudah menjadi berita acara di proses penyidikan kok sekarang ini malah berubah total."
"Ini memang kalau dilihat pengadilan ini sebetulnya dia tidak punya relasi dengan beberapa upaya yang telah dilakukan oleh polisi itu sendiri," tegas Haris.

Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman 1 tahun penjara.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada mata Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2S04 untuk menyerang penyidik senior KPK itu.
Sementara itu, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Simak video lengkapnya:
Soal Tuntutan Kepada Terdakwa Jokowi Tak Bisa Lakukan Apapun
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan bahwa Presiden tidak bisa mengintervensi kasus Novel Baswedan.
Pernyataan Donny tersebut terkait adanya kritikan banyak pihak yang menyebut tuntutan kepada pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terlalu ringan.

"Presiden ya tidak bisa melakukan apapun, paling cuma mengimbau agar hukum ditegakkan. Tidak bisa intervensi juga. Biarkan prosesnya berjalan," kata Donny kepada wartawan, Selasa, (16/6/2020).
Menurut Donny dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK tersebut sebaiknya diserahkan kepada mekanisme hukum yang berlaku.
Bila nantinya vonis pengadilan tingkat pertama terlalu ringan, maka pihak-pihak yang tidak puas bisa mengajukan banding.
"Kita ikuti saja mekanisme hukum yang berlaku. Itu sudah ada prosedurnya. Kalau memang tidak puas, bisa ajukan banding," katanya.
Sebelumnya Eks Pimpinan Komisi Pembetantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menilai tuntutan satu tahun pidana penjara terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa penganiaya Novel Baswedan tidak dapat diterima akal sehat.
"Tidak dapat diterima akal sehat," kata Syarif saat dikonfirmasi awak media, Jumat (12/6/2020).
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua mantan anggota Brimob Polri untuk dihukum satu tahun pidana penjara.
Tuntutan itu dibacakan Jaksa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020) kemarin.
Syarif lantas membandingkan kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan dengan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Bahar bin Smith terhadap dua remaja.(TRIBUN-TIMUR.COM/TRIBUNNEWS.COM)