RUU HIP
6 Alasan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Tolak RUU HIP
Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) telah masuk daftar legislasi DPR.
Penulis: Jumadi Mappanganro | Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) secara tegas menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang telah masuk daftar legislasi DPR.
IPHI mendesak kepada Presiden RI Joko Widodo untuk tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) mengenai pengiriman wakil pemerintah dalam pembahasan RUU HIP dan menolak membahasnya.
IPHI juga mendesak kepada DPR untuk mencabut RUU HIP dari daftar legislasi DPR.
Penolakan tersebut disampaikan secara tertulis Ketua Umum PP IPHI Ismed Hasan Putro kepada tribun-timur.com, Selasa (16/6/2020).
• Begini Kondisi Dokter Asal Gowa yang Terpapar Covid-19
Berikut ini pernyataan tertulis IPHI secara lengkap:
Bismillaaahirrahmaanirrahiim
Setelah mencermati dengan penuh seksama dan kehati-hatian perkembangan terakhir tentang usulan inisiatif DPR RI mengenai RUU HIP, Pengurus Pusat IPHI menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
1. Bahwa maksud RUU HIP seperti dicantumkan dalam pertimbangan RUU HIP adalah bahwa Pancasila sebagai dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita hukum negara merupakan suatu haluan untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.
Namun jika dasar filosofis dan idiologis itu kemudian diwujudkan dalam bentuk Undang-undang, maka IPHI berpendapat bahwa secara teori hukum akan mengurangi makna Pancasila itu sendiri.
Hal ini terbukti benar bahwa dalam pasal-pasal RUU HIP telah mendistorsi dan mengurangi nilai-nilai luhur yang terkandung serta makna Pancasila.
2. Pancasila sudah dilepaskan dari nilai Ketuhanan yang Maha Esa sebagaimana makna Ketuhanan dalam pembukaan UUD 1945, karena dalam RUU HIP diganti dengan mental spiritual dan sangat bertentangan secara diametral dengan pesan mendasar dari Pembukaan UUD 1945.
Bahkan dalam pasal 7 ayat (2), ada upaya memeras Pancasila menjadi Trisila atau tiga sila, yakni sosio-nasionalisme, sosio demokrasi serta ketuhanan yang berkebudayaan, seperti ide Nasakom (Nasionalis – Agama-Komunis) pada era Orde Lama.
• Dokter Tirta: Banyak Informasi Terputus Penyebab Nakes dan Masyarakat Jadi Terbentur
Selanjutnya makna Pancasila kemudian diperas lagi menjadi “gotong royong”.
3. Memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni “Gotong Royong” adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat (1) UUD Tahun 1945, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian hal ini juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap keberadaan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945 sebagai Dasar Negara, sehingga bermakna pula sebagai pembubaran NKRI yang berdasarkan pada 5 Sila tersebut;
4. RUU HIP dalam bagian konsideran (menimbang) tidak memuat Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.