Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ngovi Tribun Timur

Pakar Epidemiologi Unhas Sebut New Normal Makassar Berbeda

Pada dasarnya Perwali No 31 ini lebih longgar aturannya dibanding PSBB dalam menangani Covid-19

Penulis: Alfian | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN TIMUR/ALFIAN
Pakar Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin, narasumber di Ngobrol Virtual (Ngovi) bersama Tribun Timur, Senin (15/6/2020) malam. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlangsung selama dua jilid di Makassar, Sulawesi Selatan, tak lagi diperpanjang, Pemerintah kota (Pemkot) menegeluarkan Peraturan Walikota (Perwali) No 31 tentang protokol kesehatan.

Pada dasarnya Perwali No 31 ini lebih longgar aturannya dibanding PSBB dalam menangani Covid-19, bahwa disebut telah memasuki new normal.

Meskipun Pemkot secara aturan belum menyebut jika Makassar telah memasuki fase New Normal.

Pakar epidemiologi Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin, menyebut pendekatan yang dilakukan pemerintah ini cukup berbeda sehingga masyarakat tetap diminta waspada.

Menurutnya, warga Kota Makassar mesti melupakan sementara tentang new normal. New normal yang diterapkan di Makassar oleh pemerintah itu adalah konsep new normal yang berbeda yang diterapkan oleh negara lain katakanlah di Jepang,

New Normal yang diterapkan oleh pemerintah itu lebih pada pendekatan ekonomi dan sosial.

"Tentang bagaimana ekonomi tetap berjalan bagaimana konflik sosial bisa terkendali karena PSBB itu yang kemarin memberikan efek psikologi yang berat dan depresi bagi yang tinggal di rumah," ucapnya saat menjadi narasumber pada Ngovi (Ngobrol Virtual) Tribun Timur, Senin (15/6/2020) malam.

Dalam gambaran keilmuan epidemiologi, Makassar belum bisa masuk pada tahap new normal seperti di negara lain.

Ini dikarenakan menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas itu, kasus di Makassar belum melandai.

Jadi new normal pada konsep epidemi pandemi itu kita belum bisa masuk ke new normal karena sekarang kita berada pada fase eksis strategi keluar dari pandemi.

Jadi kita berada pada katakanlah pada puncak pandemi untuk keluar ke pandeminya,

"Jadi sekarang kan sejak bulan Maret sampai Juni itu berarti kalau pandemi ini puncaknya di bulan Juni maka kita juga butuh waktu tiga bulan ke depan baru selesai dan baru kita bisa masuk new normal," terangnya.

Itupun menurutnya jika kasus melandai di Juni ini maka masih membutuhkan waktu sekitar enam pekan dalam pengendalian dan persiapan menuju new normal.

"Atau sederhananya kalau kita mampu mempertahankan reproduksi efektif covid di bawah 1 selama dua minggu berturut-turut yang kedua kita mampu melakukan rapid test kurang lebih 35-45 ribu per 1 juta populasi berarti sudah terpenuhi yang ketiga ada ketersediaan bed, kalau bed ini di Sulsel cukup tersedia," terangnya.

Olehnya itu Prof Ridwan meminta masyarakat Makassar maupun Sulsel secara umum untuk tetap waspada saat ini dan tidak terlena dengan istilah new normal.

Yang sekarang digenjot di Sulsel massif trasing, agresif tasting dan public education. Jadi pembicaraan new normal bagi kita, kita mesti waspada ini.

"Saya mengharapkan seluruh warga sulsel tetap waspada karena pertumbuhan kasus kita masih cukup besar meskipun angka reproduksinya itu perhari ini 1,2 tapi itu belum dianggap terkendali karena masih bersifat fluktuasi," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved