Bersalah Terima Suap hingga Rp 11,5 Miliar, Mantan Menpora Imam Nahrawi Dituntut 10 Tahun Penjara
JPU KPK menilai Imam bersalah dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI)
TRIBUN-TIMUR.COM-Terbukti menerima suap hingga Rp 11,5 Miliar, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dituntut hukuman 10 tahun penjara.
Selain itu, Jaksa Penuntut Umum juga menuntut Imam Nahrawi denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
Dikutip dari Kompas.com, JPU KPK menilai Imam bersalah dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia ( KONI) dan gratifikasi dari sejumlah pihak.
Imam juga dituntut untuk mengembalikan uang negara sebesar Rp 19 miliar dalam waktu satu bulan.
Menurut rencana, Imam dan penasihat hukum akan mengajukan pleidoi pada sidang berikutnya, Jumat (19/6/2020).
Adapun persidangan pada Jumat (12/6/2020) dilakukan dengan secara virtual mengikuti imbauan pemerintah terkait protokol kesehatan. Imam menjalani proses persidangan di dalam rutan.

"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara a quo menjatuhkan putusan dengan amar sebagai berikut," terang jaksa Ronald Worotikan dalam sidang pembacaan tuntutan yang tayang di saluran YouTube KPK, Jumat (12/6/2020).
"Satu, menyatakan terdakwa Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi," lanjut dia.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan."
Kemudian, soal pengembalian uang negara sebesar Rp 19 miliar, harus dibayar dalam kurun waktu satu bulan. Jika tidak, maka harta benda Imam dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Jika harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun," ujar Ronald. JPU juga menuntut pidana tambahan lain bagi Imam berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Imam selesai menjalani pidana pokoknya.
Dalam pertimbangannya, hal yang meringankan bagi Imaam adalah bersikap sopan selama persidangan serta memiliki tanggunan keluarga.
"Perbuatan terdakwa telah menghambat perkembangan dan prestasi atlet Indonesia yang diharapkan dapat mengangkat nama bangsa di bidang olahraga," kata Ronald.
Dalam kasus ini, Imam bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, dianggap terbukti menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy.
Habiskan Rp 8,6 Miliar untuk Nonton F1 hingga Bangun Rumah
Korupsi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mulai terbuka.
KPK membeberkan kemana aliran dana korupsi yang menjerat Menpora Imam Nahrawi.
Imam Nahrawi dan asistennya disebut menerima gratifikasi Rp 8 miliar lebih.
Gratifikasi ini kemudian digunakan dalam berbagai hal dan bentuk.
Termasuk buka puasa bersama hingga nonton F1.
Asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, bersama Imam disebut menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 8,648 miliar dari sejumlah pihak.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun membeberkan sejumlah rincian penggunaan gratifikasi tersebut oleh Ulum dan Imam.
Mulai dari pembayaran desain rumah hingga pembayaran pembelian pakaian untuk Imam.
"Sejumlah Rp 2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah (mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu Program Indonesia Emas Kemenpora) yang bersumber dari uang anggaran Satlak Prima," kata jaksa KPK Titto Jaelani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Satlak Prima merupakan singkatan dari anggaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas.
Menurut jaksa, saat itu pihak konsultan mempresentasikan rencana pembuatan desain rumah milik Imam di wilayah Cipayung, yang selanjutnya disetujui oleh istrinya, Shohibah Rohmah.
Pada saat itu dijalin kontrak antara pihak konsultan dan Shohibah dengan nilai Rp 700 juta.
Seiring beberapa waktu, Ulum, Imam, Shohibah melakukan pertemuan dengan pihak konsultan di rumah dinas Imam.
Dalam pertemuan itu, Shohibah minta dibuatkan desain interior butik dan kafe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Menurut jaksa, rencana anggaran yang dibutuhkan untuk renovasi butik dan kafe itu sebesar Rp 300 juta.
Sedangkan biaya jasa desain interior sebesar Rp 90 juta.
"Pada sekitar bulan Oktober 2016, Terdakwa menghubungi Lina Nurhasanah.
Dalam pembicaraan tersebut, Terdakwa meminta uang sejumlah Rp 2 miliar untuk membayar 'Omah Bapak', maksudnya yaitu rumah milik Imam Nahrawi," kata jaksa.
Uang tersebut diambil dari dana akomodasi atlet pada anggaran Satlak Prima.
Membayar keperluan pribadi Imam
Selain Rp 2 miliar, Ulum juga menerima gratifikasi sebesar Rp 4,948 miliar dari Lina Nurhasanah.
Uang itu juga diambil dari anggaran Satlak Prima. Ulum menerima uang tersebut sebanyak 38 tahap.
Uang itu digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti membayar acara buka puasa bersama di rumah dinas Imam; membeli pakaian Imam; membayar tiket masuk F1 untuk rombongan Kemenpora pada 19-20 Maret 2016; hingga membayar tagihan kartu kredit atas nama Ulum sendiri.
Tak ada tanda terima resmi
Selanjutnya, Ulum menerima gratifikasi sebesar Rp 400 juta dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017 sampai tahun 2018.
"Imam Nahrawi meminta uang honor untuk kegiatan Satlak Prima kepada Mulyana (mantan Deputi IV Kemenpora), padahal Satlak Prima telah resmi dibubarkan pada bulan Oktober 2017," kata jaksa.
Atas permintaan itu, Mulyana bertemu PPK Satlak Prima Tahun 2017 Chandra Bakti dan Supriyono.
Dalam pembahasan tersebut disepakati memberikan uang Rp 400 juta kepada Imam.
Selanjutnya, uang tersebut diserahkan Supriyono ke Ulum di dekat masjid yang terletak di sekitar areal parkir Kemenpora.
"Tanpa adanya tanda terima yang sah dengan disaksikan oleh Mulyana. Beberapa hari kemudian Mulyana menyampaikan kepada Imam Nahrawi bahwa uang untuknya telah diserahkan melalui Terdakwa, selanjutnya Imam Nahrawi mengatakan 'terima kasih'," kata jaksa.
Terima dari mantan Sekjen KONI
Terakhir, Ulum menerima gratifikasi Rp 300 juta dari mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.
Pada tahun 2015, Ulum menemui mantan Sekretaris Kemenpora Alfitra Salam.
Ulum meminta Alfitra menyiapkan uang Rp 5 miliar untuk Imam.
"Dengan mengatakan, 'Pak Ses mau lanjut enggak? Kalau mau, siapkan uang Rp 5 M secepatnya”.
Atas permintaan Terdakwa tersebut, Alfitra Salam belum memenuhinya," kata jaksa.
Selanjutnya, pada awal bulan Agustus tahun 2015, Ulum kembali menemui Alfitra di ruang kerjanya.
Dalam kesempatan itu Ulum menyampaikan bahwa Imam akan ada kegiatan Muktamar Nahdlatul Ulama di Jombang.
"Kemudian karena ada permintaan lagi dari Imam Nahrawi melalui Terdakwa tersebut, lalu Alfitra Salam menghubungi Ending Fuad Hamidy selaku Sekjen KONI terkait permintaan itu dan Ending Fuad Hamidy sepakat memberikan uang Rp 300 juta untuk Imam Nahrawi," lanjut jaksa.
Uang tersebut sempat dititipkan ke Lina Nurhasanah di kantor Kemenpora. Tanggal 6 Agustus 2015, Alfitra dan Ending berangkat ke Surabaya.
Sesampainya di sana, keduanya bertemu Lina Nurhasanah bersama stafnya Alverino Kurnia di sebuah restoran di Bandara Juanda, Surabaya.
"Dalam pertemuan itu Lina Nurhasanah menyerahkan tas jinjing yang berisi uang sejumlah Rp 300 juta kepada Ending Fuad Hamidy dan Alfitra Salam," ujar jaksa.
Selanjutnya, Ending dan Alfitra berangkat ke sebuah rumah di Jombang yang sedang ditempati oleh Imam, beberapa ajudannya dan Ulum.
"Selanjutnya Alfitra Salam menyerahkan tas jinjing yang berisi uang sejumlah Rp 300 juta tersebut kepada terdakwa (Ulum) di hadapan Imam Nahrawi," kata jaksa.
Menurut jaksa, sejak Imam Nahrawi menerima gratifikasi-gratifikasi tersebut melalui Ulum,
Imam Nahrawi tidak pernah melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 hari.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mantan Menpora Imam Nahrawi Dituntut 10 Tahun Penjara" dan "Gratifikasi Rp 8,64 Miliar Imam Nahrawi Dipakai untuk Beli Tiket F1, Baju, hingga Bangun Rumah Pribadi"