Tau Manusia Bugis
Buku 'Tau, Manusia Bugis': 5 Kategori Sanro atau Dukun yang Dikenal Orang Bugis
Jenis-jenis penyakit tosunra antara lain adalah: attikkengeng, sai, dan larisumangek. Attikkengeng adalah salah satu jenis penyakit tosunra.
Namun uniknya, karena paddengngeng, bersama kuda tunggangan, anjing pemburu dan senjata-senjatanya tidak pernah terlihat oleh manusia biasa.
Hanya dikabarkan, bahwa kadangkala ada orang yang dapat melihat wujud paddengngeng, tetapi pada saat mereka dalam keadaan tidak sadar (trance).
Untuk menyembuhkan penderita yang terkena penyakit attikkengeng, orang Bugis memintakan pertolongan jasa pada dukun-dukun yang dianggap dapat berkomunikasi, sekurang-kurangnya dapat mengetahui keadaan dan aktivitas para paddengngeng yang sedang menjarah si penderita.
Oleh karena itu, tidak sembarang dukun mau serta mampu mengusir paddengngeng sekaligus membebaskan si penderita dari cengkeramannya.
Para dukun yang biasanya menangani proses pengobatan atau berupaya menyembuhkan seorang penderita atikkengeng senantiasa menggunakan dua cara.
Pertama memberikan pengohatan dalam bentuk ramuan tradisio-nal; dan kedua mengupayakan pengobatan dalarn bentuk mantera.
Ramuan obat-obatan yang seringkali digunakan membebaskan seorang penderita dari penyakit attikkengeng, antara lain akar pohon kelor dan daun sirih yang bertemu urat.
Keduanya dilumat sampai halus, kemudian disemperotkan ke bagian tuhuh penderita yang sakit.
Sesudah itu, si penderita diasapi dengan dupa disertai dengan mantera-mantera khusus.
Agar terhindar dari penyakit attikkengeng, maka orang Bugis senantiasa menghindarkan diri dari tempat-tempat yang dianggap angker (makerrek), seperti sumur bertuah, pohon-pohonan yang besar serta berusia tua terutama beringin, dan lain sehagainya.
Hal ini sesuai dengan kepercayaan tradisional bahwa di tempat atau sekitar tempat tersebut ada makhluk halus yang menunggunya.
Selain menjauhkan diri dari tempat-tempat angker, anggota masyarakat menyarankan terutama kepada anak- anak supaya tidak berkeliaran di luar rumah pada saat-saat tertentu, misalnya tengah hari bolong, dinihari, selepas waktu magrib ataupun mendekati tempat berdirinya pelangi.
Larangan tersebut dilandaskan pada pemahaman mereka bahwa pada waktu - waktu tertentu paddengngeng biasanya berkeliaran pula di sekeliling manusia, sedangkan pelangi dianggap sebagai tangga, khusus menjadi tempat lalu lalang sangiang bersama paddengngeng dari petala langit ke bumi.
Sai pada dasarnya adalah sejenis wabah penyakit yang bagi orang Bugis cenderung dipahami sebagai jenis penyakit yang timbul dalarn masyarakat, akibat kemurkaan dari dewata.
Konsep ini sesuai dengan pengertian istilah sai yang berarti marah atau kemarahan (sang dewata).