Cerita Pengantar & Sopir Ambulans Covid-19, Salat Jenazah & Rahasiakan Pekerjaan dari Istri Hamil
Semenjak corona merebak di Indonesia, hampir setiap hari ketiganya harus menggunakan APD lengkap dan berangkat mengantar jenazah ke makam.
TRIBUN-TIMUR.COM - Bukan hal mudah bagi GR, Komandan Regu (Danru), BM sopir ambulans, dan AR pendamping pengantar jenazah Covid-19 untuk jujur menceritakan pekerjaannya ke keluarga.
Rasa takut dan cemas akan dirasakan keluarga pada pekerjaan mereka, membuat ketiganya memilih merahasiakannya.
Mereka merupakan tim pengantar jenazah dari PMI Jember.
Semenjak corona merebak di Indonesia, hampir setiap hari ketiganya harus menggunakan APD lengkap dan berangkat mengantar jenazah ke makam.
• Pasien Corona Mengamuk, Kejar dan Peluk Warga yang Ada di Sekitarnya
• Penjelasan Fatwa MUI Tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19
Bagi ketiganya, mengantar jenazah pasien Covid-19 memiliki cerita tersendiri.
Termasuk bagaimana upaya ketiganya terpaksa tidak jujur dengan pekerjaan mereka.
1. 'Ini Waktunya berbuat kebaikan'
ilustrasi petugas pengantar jenazah
Tiga orang itu dipilih untuk menjadi tim yang siap mengantarkan jenazah Covid-19.
“Awal ketika saya dapat informasinya dari ketua, saya langsung ajukan diri sebagai tim, saya siap berangkat,” kata GR, dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com.
Dia merasa, inilah waktunya untuk berbuat baik di tengah pandemik Covid-19.
“Ini kesempatan saya untuk melakukan yang terbaik untuk bangsa,” terang ayah dua anak tersebut.
Selanjutnya, mereka mengikuti pelatihan di RSD dr Seotomo Surabaya.
Mereka diberi pemahaman tentang teknis pengantar jenazah sesuai dengan protokol Covid-19 pada 14 April 2020.
“Tanggal 28 April, kami pertama kali mengantarkan jenazah PDP Covid-19,” aku dia.
Saat itu, ada kekhawatiran tertular sehingga sangat berhati-hati.
Rasa khawatir itu hilang ketika mengingat mereka sudah menggunakan APD lengkap dan sesuai dengan prosedur. Semua berjalan dengan lancar.
• Pasien Corona Mengamuk, Kejar dan Peluk Warga yang Ada di Sekitarnya
• Penjelasan Fatwa MUI Tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19
2. Tak Berani Pulang ke Rumah
Tiga petugas pengantar jenazah Covid 19 dari PMI Jember, mereka hendak mengantar jenazah PDP Covid 19 ke Kecamatn Jombang (Bagus Supriadi/Kompas.com)
Namun, para pengantar jenazah itu tidak langsung pulang ke rumah. Mereka masih tetap khawatir ada penularan.
“Apalagi, kalau saya pulang, anak saya yang nomor dua langsung minta gendong,” ungkap dia.
Akhirnya, GR memilih baru pulang sehari setelah mengantar jenazah pasien Covid-19.
“Hanya nelepon saja sama anak-anak, abi tidak pulang dulu ya,” tutur GR.
3. Sembunyikan Pekerjaan dari Istri Hamil
Ilustrasi ibu hamil
GR sendiri menyembunyikan kegiatannya sebagai pengantar jenazah.
Sebab, istrinya sedang hamil empat bulan.
Begitu juga BM, driver ambulans, dia juga memilih menyembunyikan tugasnya yang sekarang karena istri sedang hamil.
“Saya tidak cerita ikut angkut jenazah, saya bercerita terjun di urusan Covid-19, seperti penyemprotan disinfektan dan sosialisasi,” kata dia.
Sampai sekarang, sang istri tidak mengetahui kegiatan GR yang mengantarkan jenazah.
Begitu juga dengan para tetangganya, mereka hanya mengerti GR memiliki kegiatan di PMI dalam urusan donor darah.
“Saya khawatir istri kepikiran dengan tugas yang sekarang, sehingga tidak cerita,” tambah BM, supir ambulans.
4. Ikut Sholatkan Jenazah
Para pengantar jenazah tersebut memiliki beban yang tidak ringan.
Sebab, komitmen awal mereka adalah memastikan mengantar dan merawat jenazah secara bermartabat sesuai keyakinan agama masing-masing.
“Jenazah sebelum dimakamkan, saya pastikan identitas agamanya,” terang dia.
Kalau beragama Muslim, maka prosedur pemakaman sesuai Islam harus dilakukan.
Seperti dimandikan, dikafani dan sesuai protokol Covid-19.
Begitu juga dengan pemakaman agama lain, seperti Kristen.
“Sampai di pemakaman, saya pastikan pada keluarga dan warga yang mau menshalati sebelum dimakamkan,” tambah dia.
Kalau tidak ada yang menshalati, tim ambulans yang menshalati. Bahkan pernah melakukan hal itu sebanyak dua kali.
“Setelah dishalati, kami berikan pada petugas penggali pemakaman untuk menurunkan jenazah,” papar dia.
5. 'Suatu saat kami juga meninggal'
Kerabat dan keluarga jenazah kasus COVID-19 mengunjungi pemakaman di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Minggu (26/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak 10-23 April, tren pemakaman yang menggunakan prosedur tetap (protap) COVID-19 cenderung menurun, di mana sebelumnya mencapai 50 orang yang meninggal per hari kini 40-30 orang per hari.
Mulai dari 28 April dan 29 April 2020, kemudian 12-13 Mei 2020.
Selama mengantarkan jenazah tersebut, mereka mendapatkan banyak hikmah, terutama untuk terus berbuat kebaikan.
“Saya selalu ingat suatu saat kami pasti meninggal. Entah dengan cara normal atau terkena wabah,” ucap dia.
Dari kegiatannya, GR termotivasi untuk terus berbuat baik.
“Saya tidak pernah menunda permintaan jenazah, kalau mau dikuburkan, kami siap secara langsung,” ungkap dia.
Bahkan, saat GR sedang berada di Banyuwangi, lalu ada permintaan untuk mengantarkan jenazah Covid-19 , dirinya langsung kembali ke Jember.
“Pagi setelah subuh ditelepon oleh rumah sakit, saya tidak bilang di Banyuwangi, tapi bilang di Jember. Saya langsung berangkat ke Jember dan mengantar PDP,” tutupnya. (*)