Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Jokowi Dikritik Mantan Wakilnya Sekaligus Kader PDIP, Siapa Dia?

Naikkan iuran BPJS Kesehatan, Jokowi dikritik mantan wakilnya sekaligus kader PDIP, siapa dia?

Editor: Edi Sumardi
DOK SETPRES RI
Presiden Jokowi dalam acara Doa Kebangsaan dan Kemanusiaan yang dilakukan secara virtual, Kamis (14/5/2020) pagi. Naikkan iuran BPJS Kesehatan, Jokowi dikritik mantan wakilnya sekaligus kader PDIP, siapa dia? 

TRIBUN-TIMUR.COM - Naikkan iuran BPJS Kesehatan, Jokowi dikritik mantan wakilnya sekaligus kader PDIP, siapa dia?

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah sulitnya perekonomian menuai kritikan.

Termasuk dari kalangan partai pro pemerintah.

Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengkritik Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dikutip dari KompasTV, Rudy, sapaan akrab Wali Kota Surakarta tersebut, mengaku bingung dengan besaran iuran BPJS Kesehatan yang baru dikeluarkan Presiden Joko Widodo.

"Karena keputusan MA belum dijalankan, tapi sudah ada aturan baru, ini membuat pemda bingung. Kita harus bayar Rp 42 ribu atau Rp 35 ribu?" ujar dia, Kamis (14/5/2020).

Selain itu, menurut mantan Wakil Wali Kota Solo yang pernah berpasangan dengan Jokowi itu, ada yang harus diluruskan soal Perpres yang disebut berlaku sejak ditandatangani.

Namun, di dalam perpres tersebut justru tertulis berlaku pada 2021.

“Ini mesti harus diluruskan dulu," tutur Rudy sekaligus kader PDIP atau PDI Perjuangan.

Karena itu, Rudy meminta kepada Presiden Jokowi untuk meninjau kembali Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan.

Lalu, Rudy juga menilai kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang diambil Presiden Jokowi terlalu terburu-buru.

Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) belum lama ini telah menganulir Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur soal kenaikan iuran BPJS.

"Keputusan MA kan baru saja itu. Tapi sekarang muncul perpres baru lagi," kata FX Rudy di Solo, Jawa Tengah Kamis (14/5/12).

Rudy juga menganggap, keluarnya Perpres di tengah pandemi corona, dinilai tidak tepat.

"Kondisi seperti ini menaikkan BPJS menurut saya nggak pas karena banyak masyarakat kena PHK, dirumahkan. Bagi yang mandiri, kondisinya nggak bisa mengais rezeki. Usulan saya ditinjau kembalilah," kata Rudy.

Isi Perpres

Di Pasal 34 di Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tersebut, mengatur besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Bunyi pasal 34 poin B menjelaskan, untuk tahun 2021 dan tahun berikutnya, iuran peserta mandiri kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000.

Lalu, peserta iuran mandiri kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000.

Sedangkan, peserta iuran peserta mandiri kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 35.000.

Perpres Nomor 64 tahun 2020 juga menjelaskan ketentuan besaran iuran di atas mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Dalam Perpres tersebut, Jokowi juga resmi membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri sebesar 100 persen yang berlaku mulai April 2020 lalu.

Sementara itu, BPJS Watch menilai aturan ini masih memberatkan masyarakat.

Pasalnya, iuran peserta mandiri kelas I dan II dianggap tidak jauh berbeda dengan aturan sebelumnya.

"Pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar, sehingga seenaknya menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat," kata Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar.

Seperti diberitakan sebelumnya, putusan Mahkamah Agung (MA) menyebutkan telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Februari 2020.

Namun, Presiden Jokowi diketahui justru memilih menaikkan lagi iuran BPJS Kesehatan dengan menerbitkan Perpres baru.

Dalam aturan baru itu, kenaikkan iuran BPJS Kesehatan berlaku bagi peserta mandiri kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

Apa alasan pemerintah?

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan iuran tersebut dimaksudkan untuk menjaga keberlangsungan BPJS Kesehatan.

"Terkait dengan BPJS sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan. Nah tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (13/5/2020).

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan sendiri berlaku untuk Kelas I dan II.

Kenaikannya hampir dua kali lipat dan berlaku mulai 1 Juli 2020.

Airlangga menjelaskan, iuran untuk Kelas I dan II memang merupakan iuran yang tidak disubsidi pemerintah.

Iuran Kelas I dan II memang ditujukan untuk menjaga keuangan BPJS Kesehatan.

Sedangkan untuk kelas III baru akan naik tahun 2021.

Menurutnya untuk kelas ini pemerintah masih memberikan subsidi.

"Ada iuran yang disubsidi pemerintah nah ini yang tetap diberikan subsidi. Sedangkan yang lain menjadi iuran yang diharapkan bisa menjalankan keberlanjutan dari pada operasi BPJS Kesehatan," katanya menerangkan.(kompas.com/bbc news indonesia)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved