Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Citizen Analisis: Bom Waktu Kisruh Bantuan Tak Bertuan di Tengah Pandemi Corona

justru ada ditemukan mendapat bantuan, hanya karena kedekatan dengan oknum aparat desa/kelurahan, dan kepala dusun.

Editor: AS Kambie
Dok Pribadi
Arif Saleh 

Muh Arif Saleh
Mantan Ketua Litbang Bakornas LAPMI PB HMI

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Satu bulan terakhir, kisruh dan perbincangan tentang bantuan pemerintah begitu sangat hangat. Setiap hari, selalu saja ada riak yang muncul. Tentang pendistribusian. Jumlah diterima, data yang tidak valid, maupun soal keterlambatan.

Hampir semua daerah di Indonesia, termasuk Sulsel, tak luput dari kemelut beragam bantuan yang disiapkan pemerintah. Mulai bantuan sosial, bantuan langsung tunai, Program Keluarga Harapan (PKH), serta sejumlah jenis bantuan lainnya yang dialokasikan dari hasil recofusing anggaran.

Di dinding sosial media, maupun di beberapa group WhatsApp, perbincangan mengenai bantuan pemerintah yang diprioritaskan kepada keluarga miskin maupun yang terdampak akibat corona, lebih dominan dibanding perkembangan jumlah kasus positif wabah mematikan itu.

Perhatian sebagian orang, tak lagi berfokus pada angka penambahan yang terjangkit virus. Jumlah yang meninggal, dan dinyatakan sembuh.

Pun pembahasan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan anjuran pemerintah tinggal di rumah, serta larangan beribadah sementara di rumah ibadah, bukan lagi menjadi tema utama. Bergeser ke topik bantuan.

Malah di beberapa video yang beredar, tak sedikit warga mendatangi langsung kantor kelurahan/desa untuk mempertanyakan dan memprotes. Memprotes kenapa pendataannya tak adil, kenapa lambat. Atau sekadar ingin memastikan, apakah namanya ikut tercatat.

Belum lagi adanya oknum yang memanfaatkan bantuan itu. Seperti memotong BLT dengan dalih administrasi, hingga mengurangi beberapa jenis sembako yang seharusnya diterima warga. Termasuk yang tidak masuk kategori warga miskin, justru ada ditemukan mendapat bantuan, hanya karena kedekatan dengan oknum aparat desa/kelurahan, dan kepala dusun.

Semakin lengkap dengan aksi yang dipertontonkan beberapa kepala daerah yang ikut mengkritisi kebijakan pemerintah pusat yang dinilainya berbelit-belit dalam penyaluran bantuan.

Padahal katanya, rakyat sudah harus disalurkan secepatnya beragam jenis bantuan. Tak boleh lagi ditunda-tunda, hanya karena persoalan administrasi. Begitu juga adanya kepala desa yang memilih mengundurkan diri, karena merasa ada ketidakadilan dari pusat.

Potret di atas menjadi ‘bola panas’. Bisa menjadi ‘bom waktu’ jika penanganannya dibiarkan berlarut-larut. Bisa menimbulkan ketidakpercayaan sebagian warga terhadap aparat pemerintahan.

Bisa membuat hubungan antar warga terkoyak. Bisa memberikan efek saling mencurigai. Bisa memicu kemarahan banyak orang. Dan tanda-tanda itu, sudah terlihat dibeberapa daerah.

Apalagi, situasi seperti yang dihadapi sekarang, selalu juga ada yang mencoba memanfaatkan. Berusaha memanasi atau memprovokasi warga dengan menyebar informasi-informasi hoax.

Begitu leluasa menyampaikan beragam kritikan tidak membangun. Atau yang menjurus fitnah dengan “berlindung” lewat akun “palsu” di sosial media, tanpa mengkroscek kebenarannya terlebih dahulu.

Sebagian masyarakat kita, juga mudah terpengaruh. Menelan mentah-mentah setiap informasi yang kebenarannya belum bisa dipertanggungjawabkan. Mempercayai postingan informasi hoax.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved