Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Jenazah ABK Dibuang ke Laut

Jenazah ABK Dibuang ke Laut Viral di Korea, Ternyata Cuma Diberi Minum Air Laut Semasa Hidup

Kekejaman terungkap saat Video viral Jenazah ABK dibuang ke laut tersebar di Korea Selatan oleh manajemen TV MBC.

Editor: Rasni
Youtube
Detik-detik Jenazah ABK Indonesia Dibuang ke Laut di Kapal China 

TRIBUN-TIMUR.COM - Tengah heboh di media sosial Korea Selatan dan dunia, sejumlah ABK asal Indonesia di Kapal China diduga jadi korban perbudakan.

Kekejaman terungkap saat Video viral Jenazah ABK dibuang ke laut tersebar di Korea Selatan oleh manajemen TV MBC.

Ternyata, Jenazah ABK Indonesia di Korea itu sebelumnya menerima perlakuan keji sebelum Meninggal Dunia  seperti tak diizinkan minum air mineral melainkan air laut.

Berdasarkan kesaksian rekan korban sesama pekerja, mereka juga penah bekerja hingga 30 jam non stop posisi berdiri.

Hari-hari biasa mereka bekerja 18 jam non stop.

Kegiatan Touring Terhenti, Pembina Makassar Master Club Bangga Jadi Relawan Lawan Corona

Di Tengah Pandemi Covid-19, Mahasiswa Polbangtan Tetap Bersama Petani

Pernah Kontak dengan Pasien Positif Corona, 42 Warga Bantaeng Jalani Rapid Test

Cek sejumlah faktanya:

Video Viral di Korea Selatan

Dalam Video tersebut terlihat jelas bagaimana jenazah Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China dilempar ke tengah laut.

Video yang dirilis eksklusif MBC di laman YouTube itu kemudian siterjemahkan Youtuber Jang Hansol di kanal-nya, Korea Reomit, pada Rabu waktu setempat (6/5/2020).

Dalam video itu, kanal MBC memberikan tajuk "Eksklusif, 18 jam sehari kerja. Jika jatuh sakit dan meninggal, lempar ke laut".

"Video yang akan kita lihat habis ini adalah kenyataan pelanggaran HAM orang Indonesia yang bekerja di kapal China," ujar Hansol menirukan penyiar tersebut.

Kronologi Awal Perbudakan Ketahuan

Dalam video itu, disebutkan MBC mendapatkan rekaman itu setelah kapal tersebut kebetulan tengah bersandar di Pelabuhan Busan.

Berdasarkan terjemahan yang disampaikan oleh Hansol, orang-orang Indonesia itu meminta bantuan kepada pemerintah Korea Selatan dan media setempat.

Pada awalnya, pihak televisi tidak bisa memercayai rekaman tersebut.

Apalagi ketika hendak dilakukan pemeriksaan, kapal itu disebutkan sudah kembali berlayar.

Dalam terjemahan yang dipaparkan Hansol, pihak televisi menyatakan dibutuhkan adanya penyelidikan internasional untuk memastikan kabar itu.

Identitas Mayat

Dalam berita, video itu disebutkan bertanggap 30 Maret di Samudera Pasifik bagian barat, di mana terdapat sebuah kotak dibungkus kain merah.

Berdasarkan terjemahan dari Hansol, kotak yang ditempatkan di geladak kapal adalah Ari, pria yang berusia sekitar 24 tahun.

Disebutkan bahwa dia sudah bekerja lebih dari satu tahun dan meninggal.

Di video, nampak seorang kru mengguncang dupa dan menaburkan cairan sebagai bentuk upacara pemakaman di sana.

"Apa kalian (ada yang ingin disampaikan) lagi? Tidak? Tidak?" tanya seorang kru kepada orang yang berada di bagian atas kapal.

Setelah melakukan "upacara" tersebut, jenazah kemudian dibuang ke tengah laut.

"Dan Mas Ari menghilang di tempat yang kita tidak tahu kedalamannya," kata Hansol menirukan pembawa suara.

Sakit Sebulan

Belakangan diketahui dari rekan kerja korban Meninggal itu yang meninggal itu dilaporkan sudah sakit selama satu bulan. Disebutkan bahwa korban awalnya kram.

Setelah itu menurut pria yang bersaksi di video, rekannya itu mengalami pembengkakan di bagian kaki, sebelum menjalar ke tubuh dan mengalami sesak.

Minum Air Laut

Dalam tayangan itu, disebutkan bahwa pelaut dari China minum air botolan dari tanah.

Namun kru Indonesia diminta minum air laut.

Seorang pelaut yang bersaksi mengungkapkan, dia merasa pusing karena tidak bisa untuk meminum air laut, dan mengaku seperti ada dahak yang keluar dari tenggorokan.

Kerja 18 Jam

Dalam tayangan itu, disebutkan bahwa mereka bekerja sehari selama 18 jam, di mana si pelaut menuturkan dia pernah berdiri selama 30 jam.

Gaji 135 Ribu Sebulan

Kemudian mereka mendapat enam jam untuk makan, di mana pada waktu inilah, saksi mengungkapkan mereka memanfaatkannya untuk duduk.

Penyiar memaparkan bahwa setiap staf kapal bekerja di lingkungan yang mirip dengan perbudakan.

Pengacara dari Pusat Hukum Publik Kim Jong-cheol menyatakan ada eksploitasi dan pengaturan yang mengikat mereka.

Selain itu, Pengacara Kim menjelaskan bahwa ada kemungkinan paspor mereka disita dan terdapat uang deposit agar meeka tidak beursaha kabur.

Selama bekerja di sana selama sekitar 13 bulan, lima kru kapal itu menerima gaji sekitar 140.000 won, atau sekitar Rp 1,7 juta.

Jika dibagi per bulan, para pelaut itu hanya menerima sekitar Rp 11.000 won, atau Rp 135.350.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved