Belva Devara
MoU Ruang Guru & Pemerintah Perlu Dibuka? Alasan Belva Devara Mundur dari Stafsus Presiden Jokowi
Adamas Belva Syah Devara menyatakan mundur dari Staf Khusus Presiden Jokowi melalui surat terbukanya, Selasa (21/4/2020).
Yang terbaru, Belva Devara masuk dalam daftar 40 Under 40 versi Majalah Prestige pada Oktober 2018 dan Asean 40 Under 40 versi Asean Advisory pada Juli 2018.
Di tahun 2017, Belva Devara juga masuk dalam daftar 30 Under 30 versi Majalah Forbes.
Karyanya diliput secara luas oleh media lokal maupun internasional.
Alasan Awal Pendirian Ruang Guru
Berdirinya Ruang Guru bermula dari keprihatinan Belva Devara pada sistem pendidikan.
Menurut Belva Devara, banyak anak-anak Indonesia yang punya potensi besar, namun tak punya banyak kesempatan untuk berkembang.
Kualitas pendidikan yang rendah jadi faktor utamanya.
Bahkan pendidikan di kota besar seperti Jakarta saja, jauh tertinggal dengan pendidikan di negara-negara maju.
"Salah satu Professor dari Harvard University, dia bikin artikel menghitung level pendidikan anak-anak Jakarta itu dimana lalu dibandingkan negara maju," ujar Belva Devara saat menjadi pembicara dalam acara DBS Asian Insight Conference, Februari 2019 lalu.
"Ternyata untuk mengejar ketertinggalan butuh waktu 128 tahun. Luar biasa tertinggal," sambung dia mengatakan.

Penyebabnya, tentu saja mulai dari infrastruktur sekolah yang memadai, kurangnya guru yang berkualitas, hingga minimnya buku bacaan.
Sampai pada satu hari, dia mencoba untuk mengaplikasikan penggunanan teknologi untuk sarana belajar dan mengajar.
Tentu saja ide tak datang dari langit, tetapi hasil dari proses diskusi yang tak sebentar.
"Kita bisa tahu cara memecahkan suatu masalah setelah kita coba dan dapat feedback-nya, terus sembari kita ngobrol di warung-warung, dengan siswa, kepala sekolah, hingga Kemendikbud," kata dia saat itu.
Gaji Belva Devara sebagai Stafsus Presiden
Menduduki jabatan Stafsus Presiden membuat Belva Devara menerima gaji puluhan juta rupiah dari negara.
Meski tak bekerja penuh di Istana, mereka akan tetap mendapatkan gaji sebesar Rp 51 juta per bulan.
Aturan soal gaji itu tercantum di dalam Peraturan Presiden Nomor 144 Tahun 2015 tentang Besaran Hak Keuangan bagi Staf Khusus Presiden, Staf Khusus Wakil Presiden, Wakil Sekretaris Pribadi Presiden, Asisten dan Pembantu Asisten.
Gaji tersebut sudah termasuk gaji pokok, tunjangan kerja, dan tunjangan pajak penghasilan.
"Ya, kan mereka bekerja 1x24 jam," kata Juru Bicara Presiden yang juga Staf Khusus bidang Komunikasi Fadjroel Rachman, saat ditanya soal besarnya gaji Stafsus Presiden, Sabtu (23/11/2019).
Menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun, keberadaan stafsus tersebut hanya akan membebani anggaran negara yang lebih besar.
"Pekerjaan mereka hanya memberikan opini dan pendapat saja. Kalau hanya itu, lebih baik Presiden dibantu ahli-ahli yang tak diikat jam kerja, cukup diikatkode etik, tidak perlu diberikan kompensasi puluhan juta," kata Refly Harun di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (24/11/2019).

Ia menilai, gaji besar yang diterima para stafsus itu tidak sebanding dengan pekerjaannya.
Selain itu, muncul kekhawatiran produktivitas mereka di masyarakat menurun lantaran bekerja sebagai Stafsus.
Setidaknya negara harus mengeluarkan Rp 357 per bulan untuk menggaji para Stasus milenial itu.
Selain Belva Devara, 6 Stafsus lainnya yakni Angkie Yudistia (pendiri Thisable Enterprise), Gracia Billy Yosaphat Membrasar (CEO Kitong Bisa, peraih beasiswa kuliah di Oxford), dan Aminuddin Ma'ruf (manta Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Ayu Kartika Dewi (Perumus Gerakan Sabang Merauke), dan Andi Taufan Garuda Putra (pendiri Lembaga Keuangan Amartha).(*)