Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Virus Corona

Dipakai Cegah Virus Corona ( Covid-19 ), ITB dan WHO Jelaskan Bahaya Bilik Disinfektan, Seperti Apa?

Dipakai untuk cegah Virus Corona atau Covid-19, ITB dan WHO jelaskan bahaya bilik disinfektan, seperti apa?

Editor: Edi Sumardi
DOK PEMPROV NTB DAN KOMPAS.COM/GHINAN SALMAN
Bilik disinfektan atau disinfection chamber di Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB); dan di Rumah Dinas Wali Kota Surabaya, di Surabaya, Jawa Timur. Dipakai untuk cegah Virus Corona atau Covid-19, ITB dan WHO jelaskan bahaya bilik disinfektan. 

Akhir-akhir ini, marak digunakan bilik disinfeksi (disinfection chamber) di berbagai titik fasilitas umum, bahkan di titik masuk perumahan, untuk pencegahan penyebaran virus SARS-CoV-2 sebagai penyebab wabah COVID-19.

Penggunaan yang masif ini juga menggugah para peneliti dari berbagai universitas untuk membuat bilik disinfeksi tersebut dengan semangat yang sama, yaitu berkontribusi dalam penanganan wabah yang saat ini harus dihadapi bersama-sama oleh negeri ini.

Upaya pencegahan penyebaran virus dengan cara ini diadopsi di beberapa tempat oleh masyarakat, meskipun dengan menggunakan alat sesederhana botol semprot.

Berbagai macam cairan disinfektan yang digunakan untuk bilik disinfeksi ini diantaranya adalah diluted bleach (larutan pemutih/natrium hipoklorit), klorin dioksida, etanol 70%, kloroksilenol, electrolyzed salt water, amonium kuarterner (seperti benzalkonium klorida), glutaraldehid, hidrogen peroksida (H2O2) dan sebagainya.

Berikut tanggapan kami terkait kondisi tersebut:

1. Disinfeksi didefinisikan sebagai penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat membunuh kuman/mikroba (bakteri, fungi, dan virus) yang terdapat di permukaan benda mati (non-biologis, seperti pakaian, lantai, dinding) (Centers for Disease Control and Prevention, CDC) [1].

Efektivitas dari disinfektan dievaluasi berdasarkan waktu kontak atau “wet time”, yakni waktu yang dibutuhkan oleh disinfektan tersebut untuk tetap berada dalam bentuk cair/basah pada permukaan dan memberikan efek “membunuh” kuman. Waktu kontak disinfektan umumnya berada pada rentang 15 detik sampai 10 menit, yakni waktu maksimal yang ditetapkan oleh United States Environmental Protection Agency (EPA) [2].

2. Waktu kontak efektif dan konsentrasi cairan disinfektan yang disemprotkan ke seluruh tubuh dalam bilik disinfeksi untuk membunuh mikroba belum diketahui, apalagi waktu kontak efektif terhadap virus SARS-CoV-2.

Pada konsep bilik desinfeksi, baik waktu kontak maupun konsentrasi efektif akan sulit dipenuhi.

EPA tidak menyarankan penggunaan produk disinfektan yang belum teruji efikasinya jika digunakan dengan metode aplikasi lain seperti fogging, electrostatic sprayer atau penyemprotan.

Hingga saat ini, belum ada data ilmiah yang menunjukkan berapa persen area tubuh yang “terbasahi” cairan disinfektan dalam bilik ini serta seberapa efektif metode ini dalam “membunuh” mikroba.

Ketika disinfektan disemprotkan dalam bilik ini, bisa jadi virus justru menyebar ke area yang tidak terbasahi oleh cairan ini.

Hal ini dapat membahayakan pengguna bilik selanjutnya jika ada virus yang “tersisa” di dalam bilik dan terhirup pengguna tersebut.

3. World Health Organization (WHO) tidak menyarankan penggunaan alkohol dan klorin ke seluruh permukaan tubuh karena akan membahayakan pakaian dan membran mukosa tubuh seperti mata dan mulut [3].

Penelitian yang dipublikasikan pada JAMA Network Open Oktober 2019 menemukan bahwa sebanyak 73.262 perawat wanita yang rutin tiap minggu menggunakan disinfektan untuk membersihkan permukaan alat-alat medis berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan paru-paru kronik [4].

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved