Hari Karst Nasional
OPINI FISIKAWAN UNM: Hari Karst Nasional, Pertahankan Kawasan Karst Maros Pangkep Sebagai Tandor Air
Kawasan ini mempunyai 268 Gua yang teridentifikasi dan 6 Gua diantaranya merupakan hulu sungai terbesar di Sulawesi Selatan.

Oleh
Muhammad Arsyad
Dosen KBK Fisika Bumi UNM Makassar, Peneliti Karst dan Ketua PSI (Physical Society of Makassar) Cabang Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Hari ini, 28 Maret diperingati sebagai hari Karst Nasional. Indonesia terkenal dengan deretan gunung-gunung karst, yang berderet bagaikan mutiara ratna mutu manikam, mulai dari Aceh sampai Papua.
Sulawesi Selatan memperoleh berkah dengan terbentuknya pengunungan Kawasan Karst Maros Pangkep. Kedua kawasan ini sudah merupakan warisan dunia dan menjadi kekayaan alam yang tidak ternilai, serta obyek Wisata Karst Sulsel.
Kekayaannya bukan hanya yang tampak pada epikarst dengan kanopi hutannya, tetapi bagian endokarst yang berada dibawah permukaan. Bagian endokarst meliputi air sungai bawah tanah (dalam Gua) yang kadang tidak berbatas dan berujung.
Tulisan ini mencoba menggugah kepedulian pembaca akan pentingnya kawasan karst Maros Pangkep sebagai tendon air bagi masyarakat di sekitar kawasan.
Ke depan, isu lingkungan mempunyai lima tantangan bagi umat manusia. Kelima tantangan (Salim, 2010) tersebut, yakni: 1) penyelematan air dari eksploitasi secara berlebihan dan pencemaran yang meningkat, 2) merosotnya kualitas tanah serta hutan akibat tekanan penduduk dan eksploitasi besar-besaran untuk keperluan pembangunan, 3) menciutnya keanekaragaman hayati akibat rusaknya habitat lingkungan hidup, 4) perubahan iklim, dan 5) meningkatnya jumlah kota-kota berpenduduk banyak.
Dari kelima tantangan tersebut, maka tantangan pertama dengan sumberdaya air yang besar, maka kawasan karst dapat memberikan solusi. Sumberdaya air di Kawasan Karst Maros Taman Nasional Bantimurung dan Taman Nasional Bulusaraung, biasa disebut Taman Nasional Babul, dengan sungai Bantimurung dan Gua Leang Lenrong.
Begitu pula Gua Leang Lonrong di Balocci Pangkep menarik untuk dikaji karena mempunyai sungai permukaan yang berbeda.
Keadaan sumber daya air di daerah karst berbeda dengan sumber daya air di daerah nonkarst.
Daerah karst dicirikan dengan terdapatnya banyak lubang pada batuan (dolina), luweng (shinkhole), gua, bukit dan sungai bawah tanah (Kappler, 2003).
Air hujan yang jatuh di daerah karst sebagian besar akan mengalami proses perkolasi ke dalam tanah melalui rongga-rongga atau celah-celah batuan yang banyak terdapat di daerah karst.
Sistem sungai yang berkembang adalah sistem sungai bawah tanah. Air permukaan hanya dijumpai pada telaga yang ada pada di daerah ekosistem karst yang semula adalah lembah dolina.
Lembah tersebut bagian dasarnya tertutup lapisan tanah lempung yang kedap air, sehingga mampu menampung air hujan dalam jumlah tertentu (White, White, 1989).
Kawasan karst yang terbentuk dari proses pelapukan batugamping mempunyai sifat porositas dan permeabilitas yang tinggi. Sifat tersebut diakibatkan oleh proses tektonik suatu akuifer produktif di kawasan karst.
Sehingga, aliran air tanah dalam sistem akifer karst mengalir pada jaringan rekahan.
Keadaan air tanah di daerah karst umumnya mempunyai sifat yang khas, karena dijumpai pada rongga/retakan/celah batuan, gua atau sungai bawah tanah.
Penyebarannya tidak menentu tergantung pada proses kelarutan yang berkembang pada batu gamping yang ada di daerah karst tersebut (Sulastoro, 2003).
Batu gamping termasuk batuan sedimentasi kimiawi. Komposisi batuan tersebut terutama terdiri dari kalsit (CaCO3) yang mempunyai sifat cepat bereaksi dengan cairan asam (hidroklorida).
Ada yang terdiri dari Dolomit CaMg (CO3)2 yaitu batu gamping yang sebagian kalsitnya diganti oleh magnesium (Bowles, 1998). Kondisi hidrogeologi kawasan karst (Haryono, 2001) dapat diidentifikasi berdasarkan faktor-faktor seperti: 1) porositas, 2) kandungan air dan konduktivitas hidraulik dari endapan isian, 3) aliran air dan respon mataair, dan 4) kualitas air.
Porositas pada kawasan karst terjadi karena dalam proses pelarutan menghasilkan rongga-rongga yang saling berhubungan (protocave) sehingga membentuk porositas sekunder.
Pelarutan terbesar terjadi di permukaan yang berangsur-angsur menurun semakin ke dalam, disebabkan oleh daya larut air yang semakin menurun dalam perjalanannya ke bawah.
Daya larut yang semakin kecil disebabkan oleh bertambahnya konsentrasi karbonat yang terlarut hingga mencapai kejenuhan pada kedalaman 30 hingga 50 meter.
Rongga-rongga pelarutan juga mengikuti daya larut air, semakin ke bawah rongga-rongga semakin berkurang hingga sampai pada batuan gamping yang masif.
Rongga-rongga tersebut sebagian terisi oleh tanah. Rongga-rongga pelarutan, pori-pori tanah, dan pori-pori antar butir batuan.
Keadaan seperti itu pada umumnya terjadi pada karst seperti di Kawasan Karst Maros Pangkep. Kawasan ini tergolong kawasan karst yang terbesar dan terindah kedua di dunia setelah kawasan karst di Cina mempunyai bentang alam yang unik dan khas berbentuk menara (tower karst).
Kawasan Karst Maros terdiri dari tiga satuan morfologi, yakni satuan morfologi pedaratan, perbukitan bergelombang dan perbukitan karst. Bagian kawasan yang bergunung terletak pada sisi timur laut kawasan atau blok pegunungan Bulusaraung Kecamatan Mallawa dan Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep.
Puncak tertinggi terletak pada ketinggian 1.565 m dpl di sebelah utara Pegunungan Bulusaraung. Puncak Gunung Bulusaraung terletak pada ketinggian 1.353 m dpl. Sisi ini dicirikan oleh kenampakan topografi relief tinggi, bentuk lereng yang terjal dan tekstur topografi yang kasar.
Kawasan Karst Maros Sulawesi Selatan menyebar dari utara ke selatan dengan luas sekitar 40.000 ha dikenal sebagai karst tropika klasik (Kasri, et al. 1999; Oktariadi et al. 2005).
Kawasan karst ini berada pada ketinggian antara beberapa meter di atas permukaan laut (dpl) di pesisir pantai barat hingga mencapai 500 m dpl di bagian timur yang berbatasan dengan Gunung Bulusaraung. Di samping itu, Kawasan Karst Maros merupakan bagian integral beberapa hulu sungai.
Sungai tersebut antara lain hulu sungai Pangkep, Sungai Pute dan Sungai Bantimurung. Ketiga hulu sungai merupakan sumber air untuk pertanian di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep.
Kawasan ini mempunyai 268 Gua yang teridentifikasi dan 6 Gua diantaranya merupakan hulu sungai terbesar di Sulawesi Selatan.
Sumberdaya air yang sedemikian besar itu, maka sudah wajarlah jika kawasan karst mendapat perhatian utama. Perhatian tersebut dimaksudkan bukan hanya untuk memanfaatkannya tetapi bagaimana melanjutkannya kepada anak cucu kita.
Masyarakat di kawasan karst hendaknya dilibatkan dalam setiap kebijakan yang diambil, terutama dalam hal mewujudkan kawasan karst sebagai tendon air raksasa.
Pengelolaan kawasan karst yang berbasis masyarakat memberikan peluang untuk memelihara dan menjada sustainability kawasan karst.
Ketersediaan sumberdaya air itu di satu pihak dan berbagai tekanan yang dihadapi, terutama pertambangan perlu mendapat perhatian utama, Penegakan hukum yang konsisten akan menjamin terpeliharanya kawasan ini.
Regulasi akan memberikan rasa aman untuk menjadikannya sebagai sumber air yang tentu kita harapkan untuk terus ada dan menjaga keseimbangan alam dan ekosistem terhadap berbagai kepentingan.
Dari regulasi yang ada seperti di atas, maka kita tidak perlu kuatir akan terjadinya krisis air. Apatah lagi dengan disahkannya Perda Pengelolaan Lingkungan Hidup Propinsi Sulawesi Selatan. Tinggal menunggu aksi yang nyata untuk kemaslahatan warga Sulawesi Selatan.(*)
Makassar, 28 Maret 2020