Virus Corona
Para Ahli Khawatir Setelah Puncak Covid-19 & Sebut Ambang Batas Kekebalan, Berikut Penjelasannya
Para Ahli Khawatir Setelah Puncak Covid-19 & Sebut Ambang Batas Kekebalan, Berikut Penjelasannya
TRIBUN-TIMUR.COM - Pandemi covid-19 terus menghantui sejumlah warga di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Setelah China, virus mematikan tersebut kini sudah masuk di Indonesia. Bahkan sudah menelan sejumlah korban.
Pandemi covid-19 dinyatakan mirip gelombang pasang raksasa.
Covid-19 menghantam sistem kesehatan beberapa negara Eropa.
• Waspada Corona, Polres Maros Setop Izin Keramaian Termasuk Pesta Pernikahan Mulai Hari ini
• Meninggal Dunia, Ini Perjalanan Karier Purnawiatun, Artis yang Selalu Jadi Pembantu di Sinetron
Hal itu membuat para ahli berebut untuk mencari tahu kapan akan mencapai puncaknya.
Mereka bertanya-tanya apakah ini adalah kondisi tenang sebelum badai covid-19 muncul?
Mengutip dari News18, gelombang covid-19 tampaknya telah mereda di China selama beberapa hari terakhir.
Hingga hari ini, Senin (23/3/2020) belum ada kasus lokal covid-19 di rekam di China.

Untuk memahami kompleksitas bagaimana pandemi berkembang, perlu kembali ke periode pasca Perang Dunia I.
Saat itu, tiga gelombang Flu Spanyol menewaskan hampir 50 juta orang, lebih banyak dari perang besar itu sendiri.
Lalu flu itu dilaporkan tiba-tiba menghilang.
Lebih lanjut, pada akhir 1920-an, William Ogilvy Kermack dan Anderson Gray McKendrick mengembangkan model dalam upaya untuk memahami dinamika pandemi.
• Waspada Corona, Polres Maros Setop Izin Keramaian Termasuk Pesta Pernikahan Mulai Hari ini
• Meninggal Dunia, Ini Perjalanan Karier Purnawiatun, Artis yang Selalu Jadi Pembantu di Sinetron
Ambang Batas Kekebalan
Kermack dan McKendrick menemukan bahwa pandemi tidak berakhir karena kehabisan orang yang rentan tetapi karena jumlah infeksi meningkat, ambang batas yang disebut kekebalan kawanan tercapai.
"Kekebalan kawanan adalah proporsi orang yang diimunisasi terhadap virus (baik melalui infeksi atau vaksinasi bila ada) yang perlu dicapai untuk menghentikan risiko," kata Kepala Institut Kesehatan Global Universitas Jenewa, Flahault.
Proporsi itu tergantung pada kemudahan penularan virus dari orang yang terinfeksi ke orang sehat.
Semakin menular penyakit, semakin tinggi jumlah orang yang diimuniasasi.

"Untuk covid-19, harus ada 50 dan 66 persen orang yang terinfeksi dan kemudian dibuat kebal untuk menghilangkan pandemi," katanya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, tingkat penularan itu sendiri terbuka dan bervariasi.
Sesuai dengan jenis tindakan pencegahan yang diambil, seperti karantina, dan kondisi cuaca.
Ia menambahkan, apabila orang terinfeksi rata-rata kurang dari satu orang, maka itu akhir dari pandemi.
• Waspada Corona, Polres Maros Setop Izin Keramaian Termasuk Pesta Pernikahan Mulai Hari ini
• Meninggal Dunia, Ini Perjalanan Karier Purnawiatun, Artis yang Selalu Jadi Pembantu di Sinetron
Kebangkitan
Tapi, belum tentu itu akhir pandemi, mungkin hanya masa tenang.
Ia menambahkan, masa tenang terlihat di China dan Korea Selatan.
"Ketika bersantai, pandemi dimulai lagi sampai mencapai kekebalan ad-hoc herd," katanya.
"Kadang-kadang selama beberapa bulan atau tahun," ungkapnya.
Lebih lanjut, Kepala Layanan Penyakit Menular Rumah Sakit Pitie Slapetriere di Paris, Profesor Francois Bricaire memperingatkan kemungkinan kebangkitan.

Kemunculan kembali covid-19 adalah suatu kemungkinan terkait akhir kebangkitan musiman," ungkapnya kepada AFP.
Secara terpisah, Sharon Lewin, Ahli Penyakit Menular Australia juga bertanya-tanya tentang kemungkinan kebangkitan.
"Apakah itu akan kembali? Kita tidak tahu," kata Sharon.
"Namun, SARS juga merupakan coronavirus, hilang sepenuhnya mengikuti langkah-langkah social distance, setelah membunuh 774 orang pada tahun 2002 dan 2003. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tenang Sebelum Badai? Para Ahli Khawatir atas Apa yang Terjadi Setelah Puncak Covid-19,