Pilkada 2020
KPU-Bawaslu Kompak Soalkan Pencairan Dana Pilkada ke Komisi II
Pencairan dana Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi aduan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pencairan dana Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi aduan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel kepada Komisi II DPR RI.
Pertemuan Komisi II DPR RI dengan KPU dan Bawaslu terkait persiapan pelaksanaan Pilkada Serentak di 12 kabupaten/kota di Sulsel Tahun 2020 di Kantor KPU Sulsel, Jl AP Pettarani Makassar, Senin (2/3/2020).
Rombongan Komisi II yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI, Arif Wibowo diterima Ketua KPU Faizal Amir, Ketua Bawaslu Sulsel HL Arumahi, Komisioner Bawaslu Sulsel Syaiful Jihad, Ketua Bawaslu Makassar Nursari serta ketua Bawaslu kab/kota dan ketua KPU kab/kota se-Sulsel yang berpilkada tahun ini.
Ketua KPU Sulsel, Faizal Amir mengatakan, secara umum NPHD berjalan sesuai dengan tahapan.
"Hanya saja ada beberapa Kabupaten yang masih terkendala dengan Pemerintah Daerah mengenai pencairan dana NPHD," katanya dalam rilisnya ke tribun-timur.com.
Dia juga menambahkan, KPU telah membentuk Relawan Demokrasi (Relasi) untuk membantu sosialisasi KPU kepada masyarakat.
Ketua Bawaslu Sulsel HL Arumahi mengatakan kendala yang dihadapi Bawaslu relatif sama dengan KPU yaitu mengenai pencairan dana NPHD.
Daeu segi pencairan di 11 kabupaten masih ada satu daerah yakni Kabupaten Maros yang belum juga dicairkan NPHD-nya.
"Ini jelas melanggar permendagri, karena belum terealisasi sesuai aturan," jelasnya.
Terkait Bawaslu kabupaten Pangkep sendiri, Arumahi tidak ingin berspekulasi. Namun saat pembahasan anggaran, seolah menjadi target agar diminimkan anggarannya.
"Saya kira hal-hal seperti ini tidak akan berlaku bagi kami. Prinsip kami tegas, tegakkan aturannya," ujar Arumahi.
Sementara terkait IKP, ada satu daerah di Sulsel yang dinyatakan rawan tinggi, yakni kota makassar, selebihnya rawan sedang.
"Bagi kami, IKP tinggi rendah atau redang, semua harus diberi perhatian. Di Sulsel ini dinamika politiknya luar biasa tinggi, IKP itu bisa saja berubah dalam waktu yang tidak lama," kata Arumahi.
Ia juga menyoroti ASN yang tidak netral pada Pilkada 2020 ini.
"Kita harus perbanyak sosialisasi netralitas ASN, untuk itu saya meminta kepada Bawaslu Kabupaten/Kota untuk lebih bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, karena masih banyak ASN yang tidak mengerti bahkan tidak tahu dengan regulasi," ujar Arumahi.