Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

NH Dini

Fakta NH Dini di Google Doodle 29 Februari: Berdarah Bugis, Meninggal Kecelakaan, Yatim Sejak SMP

Fakta sosok NH Dini yang jadi Google Doodle pada 29 Februari 2020: sastrawan berdarah Bugis, meninggal kecelakaan, menjadi anak yatim sejak masih

Editor: Edi Sumardi
GOOGLE
Fakta sosok NH Dini yang jadi Google Doodle pada 29 Februari 2020: sastrawan berdarah Bugis, meninggal kecelakaan, menjadi anak yatim sejak masih duduk di SMP. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Fakta sosok NH Dini yang jadi Google Doodle pada 29 Februari 2020: sastrawan berdarah Bugis, meninggal kecelakaan, menjadi anak yatim sejak masih duduk di SMP.

Laman mesin pencarian Google pada Sabtu (29/2/2020) menampilkan doodle wanita sedang menulis dan menghasilkan beberapa lembaran.

Sosok wanita yang di Google Doodle pada hari ini adalah NH Dini.

Siapa sosok NH Dini.

Menjadi Google Doodle, NH Dini adalah sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia.

Lahir dengan nama Nurhayati Sri Hardini, sosok NH Dini sangat populer semasa hidupnya.

NH Dini lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari 1936 dan juga menghembuskan nafas terakhir di Semarang, 4 Desember 2018 pada usia 82 tahun.

Beliau meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas di Jalan Tol Tembalang, Semarang.

Andai beliau masih hidup, saat ini berusia 84 tahun dan Google pada ini memperingati hari kelahirannya.

Karena lahir pada tanggal 29 Februari, ulang tahunnya dirayakan 4 tahun sekali.

Berdarah Bugis

Disalin dari laman Wikipedia.org, NH Dini dilahirkan dari pasangan RM Saljowidjojo, seorang pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api dan Kusaminah.

Ia anak bungsu dari 5 bersaudara.

Masa kecilnya penuh larangan.

Ditilik dari silsilah keluarganya, NH Dini masih berdarah Bugis.

NH Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas III SD.

Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri.

Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati.

NH Dini
NH Dini (KOMPAS.ID)

Ibu NH Dini, yang harus bekerja keras sebagai buruh batik setelah kematian suaminya, selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Panjebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya.

Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.

Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata NH Dini tidak ingin jadi tukang cerita.

la malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis.

Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.

Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya.

Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya.

Dalam kenyataannya, ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.

NH Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap.

Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun.

Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah.

Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek.

NH Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun.

Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRI Semarang dalam acara Tunas Mekar.

NH Dini juga menulis untuk majalah Kisah dan Siasat.

Cerpen pertamanya, Pendurhaka, bahkan mendapat kritis positif dari H B Jassin pada tahun 1951.

Novel ditulisnya adalah Hati yang Damai (1961), Pada Sebuah Kapal (1973), La Barka (1975), Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Trans (1985), dan Pertemuan Dua Hati (1986).(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved