PPDB 2020
Aturan Terbaru Nadiem Makarim soal PPDB 2020, Kuota Zonasi Berkurang, Jalur Prestasi Diatur Daerah
Di dalam Permendikbud tersebut menjelaskan beberapa perubahan soal sistem zonasi sehingga terdapat perbedaan antara zonasi PPDB 2019 dan PPDB 2020.
TRIBUN-TIMUR.COM-Sejak ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Mendikbud, Nadiem Makarim membuat berbagai gebrakan.
Salah satunya, yakni dikenal dengan istilah Merdeka Belajar.
Dalam program Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim tersebut mengatur tentang sistem zonasi yang digunakan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2020.
Nadiem Makarim menjelaskan Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020.
Adapun kebijakannya, PPDB lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Terkait aturan PPDB 2020, Nadiem telah menerbitkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB) 2020.
Di dalam Permendikbud tersebut menjelaskan beberapa perubahan soal sistem zonasi sehingga terdapat perbedaan antara zonasi PPDB 2019 dan PPDB 2020.
Salah satu perbedaan yang mendasar dari sistem zonasi PPDB 2019 dan PPDB 2020 adalah kuota siswa dari jalur zonasi.
Dalam sistem zonasi PPDB 2019, kuota jalur zonasi adalah minimal 80 persen dari total 100 persen. Sisanya diperuntukkan untuk jalur prestasi dan jalur perpindahan.
Pada tahun PPDB 2020, kuota jalur zonasi berkurang hingga 40%
Dengan demikian skema kuota jalur zonasi PPDB 2020 berubah menjadi: jalur zonasi minimal 50 persen, afirmasi minilam 15 persen, pindahan maksimal 5 persen dan jalur prestasi maksimal 30 persen.
Lewat kebijakan PPBD 2020, Kemendikbud ingin mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru.
Zonasi tidak hanya mengatur pemerataan kualitas sekolah dan peserta didik, tetapi juga menitikberatkan pada peran dan komposisi guru di suatu daerah.
Nadiem mengingatkan, kebijakan ini harus diselaraskan dengan pemerataan kuantitas dan kualitas guru di seluruh daerah.
“Pemerataan tidak cukup hanya dengan zonasi. Dampak yang lebih besar lagi adalah pemerataan kuantitas dan kualitas guru. Inilah yang banyak manfaatnya terhadap pemerataan pendidikan,” kata Nadiem.
PPDB dengan Sistem Zonasi akan lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah.
"Kebijakan zonasi esensinya adalah adanya (jalur) afirmasi untuk siswa dan keluarga pemegang KIP yang tingkat ekonominya masih rendah, serta bagi yang menginginkan (adanya) peningkatan jalur prestasi sampai maksimal 30% diperbolehkan,” kata Mendikbud Nadiem Makarim beberapa waktu lalu.
“Banyak ibu-ibu yang komplain anaknya sudah belajar keras untuk mendapat hasil yang diinginkan. Jadi (aturan) ini adalah kompromi di antara kebutuhan pemerataan pendidikan bagi semua jenjang pendidikan, sehingga kita bisa mengakses sekolah yang baik dan juga kompromi bagi orang tua yang sudah kerja keras untuk (anaknya) mencapai prestasi di kelas maupun memenangkan lomba-lomba di luar sekolah, di mana mereka bisa mendapatkan pilihan bersekolah di sekolah yang diinginkan,” ungkapnya pada sesi jumpa pers.
Mendikbud mengatakan bahwa kebijakan ini tidak mungkin terealisasi tanpa adanya dukungan dari seluruh jajaran unit pelaksana teknis (UPT) Kemendikbud, dan pemerintah daerah, serta para pelaku pendidikan lainnya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan.
“Kemendikbud tidak bisa melakukan ini tanpa bantuan dari berbagai pihak. Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” tekannya saat mengenalkan kebijakan “Merdeka Belajar”.(*)
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)