Kebijakan Nadiem Dikritik
Menteri Nadiem Wajib Tahu! Ikatan Guru Indonesia Kritik Kebijakan Merdeka Belajar & Nasib Guru Honor
Menteri Nadiem Makarim Harus Perhatikan! Ikatan Guru Indonesia IGI Kritik Kebijakan Merdeka Belajar dan nasib guru honorer
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Menteri Nadiem Makarim Harus Perhatikan! Ikatan Guru Indonesia IGI Kritik Kebijakan Merdeka Belajar
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim, menyambut pesimistis kebijakan Merdeka Belajar yang digagas Mendiknas Nadiem Makarim.
Kebijakan ini ada sisi positifnya, tapi juga sisi negatinya belum ada solusi.
"Salah satu sisi negatif yang ditinggalkannya adalah terkait 50% dana BOS untuk honorer dan penggunaan lainnya," kata Ramli Rahim via keterangan tertulis diterima tribun-timur.com, Kamis (13/2/2020).
Anak Buah Jokowi Menteri Terawan Tersinggung Gara-gara Indonesia Diremehkan Bisa Basmi Virus Corona
Viral dan Baru Terungkap! Fela Gadis Indonesia Lelang Keperawanan Laku Rp 19 Miliar Siapa Pembeli?
Berikut tulisan lengkap Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim:
Mengapa Merdeka belajar jilid 3 adalah solusi yang melahirkan masalah baru
Merdeka belajar jilid 3 telah diluncurkan seperti sikap ikatan guru Indonesia sebelumnya yang memandang bahwa kebijakan Merdeka belajar jilid 3 memiliki sisi positif dan juga menyisakan sisi negatif
Salah satu sisi negatif yang ditinggalkannya adalah terkait 50% dana BOS untuk honorer dan penggunaan lainnya.
Mengapa menjadi masalah?
Pertama, adanya 50% BOS untuk honorer ini akan membuat pemerintah daerah menganggap urusan honorer sudah ditangani oleh pemerintah pusat lewat dana BOS maka itu kemungkinan besar mayoritas pemerintah daerah akan berlepas tangan terhadap pendapatan guru honorer.
Sementara itu diatur dalam penyampaian Mendikbud tersebut bahwa yang berhak mendapatkan dana BOS 50% hanyalah mereka yang memiliki NUPTK dan terdaftar di Dapodik.
Masalahnya kemudian adalah begitu banyak sekolah di Indonesia ini yang ketika guru non PNS yang tidak memiliki NUPTK dan tidak terdaftar di Dapodik dikeluarkan maka mereka akan mengalami kekurangan guru yang artinya kelas-kelas mereka akan mengalami kekosongan.
Lalu yang terjadi kemudian adalah kepala sekolah dengan segala kreativitasnya dengan terpaksa akan tetap mempekerjakan guru-guru tidak ber NUPTK dengan mengatasnamakan guru-guru yang ber-NUPTK.
Itupun jika masih terbuka ruang untuk guru-guru NUPTK yang nantinya akan dihitungkan mengajar 40 jam padahal sesungguhnya mereka mengajar hanya mungkin 8 sampai 24 jam bahkan kurang dari itu.
Lalu masalahnya di mana?