Sulsel Masih Butuh Pemimpin
Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif, Karya AM Sallatu Bak Catatan Pinggir Goenawan Muhammad
Pak Madjid Sallatu menyampaikan pesan kepada elite bahwa selalu ada orang di luar sana yang akan menjadi virus bagi pemerintahan yang tidak lurus

oleh
Sukri Tamma PhD
Dosen Politik FISIP Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Beberapa hari yang lalu tepatnya pada Sabtu tanggal 1 Februari 2020, saya diundang menjadi salah satu panelis untuk memberikan tanggapan atas terbitnya buku.
Buku itu karya seorang pemikir ekonomi pembangunan yang menjadi guru dari banyak kalangan, baik dari kalangan akademisi, birokrat maupun organisasi non-pemerintah, yakni Bapak AM Sallatu, Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif.
Ketika pertama kali membaca buku ini, maka hal yang pertama terlintas dalam pikiran saya adalah buku sejenis yang menjadi favorit saya semasa menjadi mahasiswa sampai saat ini yakni buku Catatan Pinggir karya penulis dan wartawan sekaligus budayawan senior, Goenawan Muhammad.
Kedua buku itu, baik Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif karya Pak AM Sallatu maupun Catatan Pinggir milik Goenawan Muhammad merupakan rangkaian pemikiran dan telaah penulisnya atas berbagai kondisi ataupun kejadian yang ada di sekitarnya, baik itu terkait dengan aspek sosial, politik maupun budaya.
Keduanya tidak hanya melihat pada level elite namun juga masyarakat. Dengan demikian kedua buku tersebut pada dasarnya merupakan suatu hasil kontemplasi intelektulitas penulisnya berdasarkan masing-masing bidang keahliannya.
Pak Goenawan Muhammad tentu lebih melihat dan mencermati persoalan dari sudut budaya dan kemanusiaan. Adapun Pak AM Sallatu mencermatinya dari sudut pandang yang selama ini dipahaminya, ekonomi pembangunan.
Secara umum, buku yang ditulis Pak AM Sallatu itu terdiri atas tiga perspektif dalam melihat konteks Sulawesi Selatan, yakni perspektif kewilayahan, perspektif pembangunan, dan perspektif pemerintahan.
Saya mendapat kehormatan untuk memberikan beberapa pandangan saya terkait perspektif ketiga tentang pemerintahan.
Menurut saya, melalui beberapa rangkaian tulisan pendek dalam kategori pemerintahan ini, secara nyata Pak AM Sallatu sedang menyampaikan pandangannya terutama kepada para elite politik dan pemerintahan.
Sebagai penulis, Pak AM Sallatu berupaya menunjukkan bahwa sampai saat ini masih terdapat berbagai permasalahan yang perlu dicermati lebih dalam konteks dinamika politik dan pemerintahan di Sulawesi Selatan. Mulai dari posisi pemerintahan provinsi yang ambigu dalam skema otonomi daerah.
Aspek kepemimpinan yang dirasa masih perlu untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Dinamika partai politik yang terkadang membingungkan bagi masyarakat. Hingga pada pentingnya aspek etika dan landasan moral dalam pelaksaanaan pemerintahan dengan mengacu pada berbagai nilai-nilai lokal yang ada di Sulawesi Selatan.
Semua hal tersebut tampaknya mengarah pada perlunya kita untuk lebih bijak dalam mencermati dan menyikapi berbagai wacana, data, maupun fakta yang hadir di depan kita terlepas dari semua hal tersebut datang dari para elite dan lembaga-lembaga politik dan pemerintahan.
Menurut saya, suatu data atau fakta yang nampak di permukaan tidak selalu dipandang secara parsial sebagaimana yang dipandang oleh mereka yang membuat data atau menunjukkan fakta tersebut.
Fakta ataupun data tidak saja dibaca dalam konteks euphoria dari sisi positif dan seolah menjadi sebuah hal yang wajar. Kita tetap harus menyisakan daya kritis dengan melihat hal-hal tersebut pada sudut dan ruang yang berbeda.
Meminjam pemikiran seorang filosof modern asal Perancis yang menjadi salah satu favorit saya yakni Michel Foucault (1926-1984).
Dalam pandangan Michel Foucault, terdapat problematikadalam melihat bentuk modern dari pengetahuan, rasionalitas, institusi sosial, dan subyektivitas yang selama ini terkesan dipandang sebagai sesuatu yang bersifat alami dan given sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi.
Ketika hal tersebut berada dalam konteks hubungan kekuasaan dan masyarakat, maka dapat dipastikan bahwa wacana dominan senantiasa akan berasal dari penguasa (elite politik dan pemerintahan). Sedangkan yang akan diminta untuk menerimanya sebagai sesuatu yang alami dan tidak perlu dipertanyakan adalah masyarakat.
Kerangka pemahaman tersebut pada dasarnya menimbulkan suatu peluang eksploitasi dan dominasi oleh pemilik wacana melalui diskursus dominan atas nama sebagai penguasa formal terhadap pihak lain dalam hal ini komunitas non-elite politik dan pemerintahan atau masyarakat.
Dalam konstruksi berpikir tersebut, masyarakat “diminta”, kalau tidak ingin dikatakan “diharuskan”, menerima apapun wacana yang berasal dari penguasa sebagai “benar sejak awal”.
Makanya, tidak perlu lagi ada diskursus wacana dalam konteks yang lebih berimbang yang mungkin berasal dari luar lingkar penguasa formal. Michel Foucault mengkiritk hal tersebut dan menyatakan bahwa sebuah wacana didefinisikan sebagai suatu sistem representasi, melalui bahasa dan praktik yang menghasilkan makna tertentu.
Artinya sangat mungkin bersifat parsial dan bias pada kepentingan pemilik wacana. Jika hal ini hanya diterima sebagai seuatu yang given saja, maka menurut Michel Foucault, hal tersebut akan mematikan nalar kritis pada sisi lain wacana tersebut.
Dengan demikian, menerima wacana yang dimunculkan oleh para elite bukanlah suatu yang jadi alasan untuk mematikan nalar kritis. Di sinilah saya melihat bahwa buku yang ditulis Pak AM Sallatu ini pada dasarnya upaya untuk tetap memunculkan nalar kritis dari sisi di luar pusat kekuasaan yakni di sisi pinggir atau di sisi masyarakat.
Itulah mengapa saya menyatakan bahwa buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif sedang menawarkan rangkaian pemikiran berupa wacana dari pinggiran yang sudah seharusnya juga dibaca dengan cara membaca dari pinggir.
Melalui buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif, Pak AM Sallatu mengajak para pembacanya untuk melihat persoalan yang selama ini masih menggelayut pada berbagai aspek kehidupan masyarakat di Sulawesi Selatan tidak dari bagaiman para penguasa melihatnya, namun dari sisi di luarnya.
Di sinilah kekuatan tulisan Pak AM Sallatu sebagai seorang pemikir ekonomi pembangunan yang mumpuni menemukan konteksnya.
Sebagai seorang ilmuan, buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif menunjukkan upaya Pak AM Sallatu untuk melihat dari pinggir kekuasaan dengan menampilkan wacana-wacana pinggiran yang secara kontekstual memiliki keterkaitan yang nyata dengan wacana-wacana dari pusat (elite politik dan pemerintahan).
Meski merupakan seorang ilmuwan yang sangat dihormati banyak kalangan, namun tulisan dalam buku Pak AM Sallatu ini tidak menunjukkan adanya bias “angkuh“ sebagai ilmuwan dalam menunjukkan wacana pinggiran yang mestinya dicermati masyarakat.
Cara bertutur dalam buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif ini cukup mudah dipahami dan tidak menunjukkan upaya untuk menggurui. Buku ini seolah hanya menjadi suatu diskusi santai seorang Pak AM Sallatu akan kegelisahannya dalam mencermati berbagai persolan yang ada di Sulawesi Selatan.
Bagi saya hal ini menjadi kekuatan berikutnya dari buku ini. Upayanya untuk memunculkan wacana dari cara pandang di pinggir yang jauh dari lingkar kekuasaan. Dengan cara ini, Pak AM Sallatu ingin menunjukkan bahwa permasalahan selama ini di Sulawesi Selatan sebaiknya tidak selalu dilihat dari wacana pusat yang tentu memiliki tendensinya sendiri. Kita juga harus berani melihatnya dari wacana pinggiran.
Buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif seolah mengingatkan pada kita bahwa persoalan-persoalan politik pemerintahan yang dihadapi masyarakat dewasa ini di Sulawesi Selatan tidak selalu dapat dijawab dari wacana yang dikembangkan di pusat kekuasaan.
Sangat mungkin jawaban-jawaban atas berbagai persoalan tersebut justru ditemukan dari serakan wacana yang berada di pinggiran.
Saya melihat bahwa melalui buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif ini, Pak AM Sallatu sedang menyampaikan pesan kepada para elite politik pemerintahan bahwa akan selalu ada orang-orang di luar sana yang akan menjadi virus bagi pemerintahan yang tidak lurus.
Tentu saja yang saya maksud virus adalah sesuatu yang akan mengingatkan jika terdapat sesuatu yang tidak tepat yang sedang terjadi.
Akhirnya saya ingin menyatakan bahwa buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif ini cukup mengobati kerinduan saya atas munculnya wacana pinggiran yang tidak menjustifikasi suatupersoalan secara sepihak. Buku Sulawesi Selatan Dalam Lintasan Perspektif ini justru menunjukkan dan mengingatkan pada kita adanya potensi kekeliruan yang mungkin dilakukan tidak saja oleh para elite politik pemerintahan namun juga oleh kita semua.(*)