Tanah Amblas di Maros
Fakta-fakta Tanah Amblas di Maros Warga Penasaran Terus Berdatangan, Benarkah Bekas Sungai Purba?
Fakta-fakta tanah amblas di Maros warga penasaran terus berdatangan, benarkah bekas sungai purba?
Penulis: Amiruddin | Editor: Mansur AM
7. Penjelasan Pakar Unhas Makassar
Fenomena tanah amblas di Maros ini rupanya memantik perhatian pakar.
Salah satunya Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas) Adi Maulana.
Melelalui pesan WhtasApp-nya yang beredar di kalangan wartawan, Andi Maulana menjelaskan, kemunculan lubang besar akibat tanah amblas itu disebut dengan istilah geologi sinkhole diartikan sebagai lubang runtuhan dipermukaan atau depresi yang terbentuk secara alami yang muncul akibat hilangnya lapisan tanah atau batuan permukaan akibat aliran air di bawah tanah.
“Setelah saya perhatikan, dan coba untuk mencari tahu letak secara geografis dan astronomis, saya berkesimpulan bahwa yang terjadi adalah fenomena sinkhole. Dalam istilah geologi sinkhole,” jelasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, bahwa lokasi tempat kejadian disusun oleh formasi batuan Tonasa, yang merupakan batuan karbonat dengan umur Eosen sampai dengan Miosen. Formasi ini sama dengan yang membentuk kawasan karst Bantimurung yang memanjang sampai dengan Pangkep.
Seiring dengan waktu, dibeberapa tempat yang mempunyai topografi landai akibat erosi permukaan (seperti yang terjadi di video), formasi ini ditutupi oleh material alluvial sampai dengan ketebalan hingga 3-5 meter. Dapat dilihat dengan jelas material-material lepas aluvial di dinding tanah bagian dalam yang longsor.
“Daerah yang disusun oleh batuan karbonat atau batugamping akan mempunyai topografi permukaan yang khas, yang kemudian dikenal dengan istilah karst, yaitu kawasan yang membentuk morfologi atau bentang alam khas akibat pelarutan material karbonat oleh air huja,” tulisnya.
Material karbonat yang bersifat basa, lanjut Maulana, akan bereaksi dengan air hujan dan air permukaan yang bersifat asam. Proses pelarutan ini menghasilkan permukaan yang menyerupai tower-tower, bergantung dari sifat fisik dan kimia dari batuannya, tower-tower bisa berbentuk bulat dan ada juga yang berbentuk seperti kotak-kotak.
Di bawah permukaan, daerah-daerah ini akan membentuk saluran-saluran yang kemudian akan dipenuhi oleh air permukaan dan menjadi saluran air bawah tanah atau sungai-sungai bawah tanah. Saluran inilah yang kemudian akan terus membesar dan pada titik tertentu akan mengurangi kekuatan atau daya dukung tanah.
“Akibat adanya tekanan, air yang berasal dari bahwa tanah tertekan naik ke atas permukaan, mendekati permukaan tanah. Fenomena yang terjadi di Maros sebenarnya sangat umum terjadi terutama di daerah yang disusun oleh batuangamping atau batuan karbonat,” lanjutnya.
Di Sulawesi Selatan sendiri, kata Maulana, batuan jenis ini dimasukkan ke dalam kelompok batuan yang diberi nama dengan Formasi Tonasa, Formasi Makale dan Walanae anggota Taccipi dan Selayar.
Formasi Tonasa digunakan untuk menerangkan batuan yang dijumpai di wilayah Maros, Pangkep, Barru dan Jeneponto, Formasi Makale digunakan untuk menjelaskan penyebaran batuan karbonat yang ada di wilayah utara seperti di Enrekang dan Toraja serta Toraja Utara.
“Formasi Walanae digunakan untuk batuan karbonat yang tersebar di daerah Bone, Sinjai, Bulukumba dan Selayar.
Untuk keperluan mitigasi, perlu dilakukan pemetaan pada daerah-daerah ini, terutama lokasi-lokasi dimana ditemukan adanya retakan-retakan dipermukaan yang disertai munculnya air,” jelasnya.
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan massif pembanguan infrastruktur seperti pembangunan jalan dan lainnya yang membutuhkan lahan luas menyebabkan fenomena ini akan sering terjadi dimasa yang akan datang. Kondisi lahan-lahan yang berada diatas batugamping yang telah mengalami retakan-retakan yang disertai dengan longsoran kecil maupun keluarnya air harus segera dipetakan sebagai upaya mitigasi.
“Semoga fenomena ini bisa di deteksi sedini mungkin, sehingga tidak sampai menyebabkan korban jiwa maupun infrastruktur,” kata dosen Unhas ini.(*)