Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ujian Nasional Dihapus

Terbaru, Mendikbud Nadiem Makarim: UN Tidak Dihapus, Ditentang Mantan Wapres Jusuf Kalla

Terbaru, Mendikbud Nadiem Makarim: UN tidak dihapus, ditentang mantan Wapres Jusuf Kalla.

Editor: Edi Sumardi
ANTARA/WAHYU PUTRO A
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Mendikbud, Nadiem Makarim 

TRIBUN-TIMUR.COM - Terbaru, Mendikbud Nadiem Makarim: UN tidak dihapus, ditentang mantan Wapres Jusuf Kalla.

Mendikbud Nadiem Makarim meluruskan jika UN tidak dihapus.

Dalam rapat kerja Komisi X DPR di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud ) Nadiem Makarim berusaha meluruskan berbagai pertanyaan dari anggota Komisi X terkait kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN).

Bahkan dari sejumlah pemberitaan, Nadiem Makarim seakan menyebut dirinya mewacanakan penghapusan UN.

Karenanya, Nadiem menegaskan bahwa sebenarnya UN tidak dihapus, tetapi formatnya diganti.

Dikutip dari berita sebelumnya, Mendikbud berusaha menjelaskan kepada anggota Komisi X DPR RI terkait hal ini.

'Diganti' Bukan 'Dihapus'

"Agar tidak ada salah mispersepsi, UN itu tidak dihapus. Mohon maaf, kata dihapus itu hanya headline di media agar diklik, karena itu yang paling laku," kata Nadiem Makarim.

"Jadinya, UN itu diganti jadi asesmen kompetensi," ujarnya.

Nadiem Makarim menegaskan, bahwa bahasa yang tepat bukanlah menghapus UN, melainkan mengganti sistem UN.

Menurut Nadiem Makarim, yang dihapus itu adalah format per mata pelajaran mengikuti kelengkapan silabus daripada kurikulum.

"Itu aja yang dihapus, diganti tapi dengan asesmen kompetensi minimum, hampir mirip seperti PISA, yaitu literasi, numerasi, plus ada satu survei karakter," imbuh Nadiem Makarim mengatakan.

Terkait asesmen kompetensi minimum dan survei karakter, Nadiem Makarim juga telah menjelaskan dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR.

UN Meniadakan Kemandirian Sekolah

Dikutip dari tayangan Kompas TV, Nadiem Makarim menilai ujian adalah yang menentukan kelulusan.

"Di akhir jenjang, ini terjadi di kelas 6 SD, 3 SMP sama di kelas 3 SMA. Ini adalah ujian yang menentukan kelulusan, sesuai UU Sisdiknas, evaluasi murid itu dilakukan oleh guru dan penentuan kelulusan ditentukan oleh sekolah," kata Nadiem Makarim.

"Nah kenyataannya, karena ada konsep ini ujian sekolah berstandar nasional realita yang terjadi adalah para dinas-dinas mengumpulkan soal-soal dari UN dan itu didistribusikan kepada setiap sekolah," tambah Nadiem Makarim mengatakan.

Bagi Mendikbud, karena ada sistem tersebut maka sekolah sebenarnya tidak bisa melaksanakan haknya untuk melakukan penilaiannya secara independen dan mandiri.

Berbagai pertanyaan dari anggota Komisi X DPR muncul sebagai respon terhadap Nadiem Makarim yang sehari sebelumnya, Rabu (11/12/2019) di Jakarta meluncurkan Empat Pokok Kebijakan Pendidikan "Merdeka Belajar".

Adapun empat pokok kebijakan pendidikan dalam Program "Merdeka Belajar" ini meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Ditentang Mantan Wapres Jusuf Kalla

Sebelumnya, mantan Wapres RI, M Jusuf Kalla (77), Kamis (12/12/2019), kembali menegaskan ketidaksetujuannya atas rencana pemerintah menghapus UN di tahun ajaran 2021 mendatang.

Di hari yang sama, Presiden Jokowi menegaskan mendukung kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim untuk menggantikan UN dengan ujian kompetensi berbasis sekolah.

Menurut JK, jika Ujian Nasional dihapuskan maka akan menciptakan generasi yang lembek, dan akan menurunkan mutu pendidikan nasional.

Dikatakan, generasi penerus bangsa harus ditantang dengan ujian, untuk berusaha dan bekerja lebih keras.

“Untuk menjadi anak bangsa yang hebat, harus melalui ujian yang susah, harus kerja keras, kalau tidak diuji ya jadi lembek,” kata Jusuf Kalla menjawab pertanyaan wartawan suai menjadi keynote speaker pada acara Semiloka Nasional "Refleksi Implementasi Media Indonesia" yang diselenggarakan Komnas HAM RI di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (12/12/2019) siang.

Menjawab pertanyaan wartawan, mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada era Megawati Soekarnoputri ini menegaskan, UN akan menjadi semacam alat tekan ‘external pressure' untuk menjadikan calon mahasiswa lebih tegar menghadapi cobaan.

Menurut Jusuf Kalla, pemerintah harus lebih tegas merespon prokontra pemberlakuan UN.

“Jangan karena guru protes, orangtua protes, murid protes, sehingga dihapus, itu alasannya karena susah. Kalau mau jadi bangsa yang hebat harus melewati hal yang susah.”

Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia itu meminta pemerintah era sekarang tidak menyamakan kualitas peserta didik di Indonesia dengan di negara yang maju pendidikannya.

"Jangan membandingkan sekolah-sekolah di luar negeri seperti Finlandia yang penduduknya hanya 5 juta. Indonesia jika mempunyai penduduk seperti Finlandia kita bisa saja memerdekakan belajar. Ini kan kita mempunyai penduduk 350 juta jiwa. Bagaimana bangsa ini bisa maju jika generasi mudanya tidak mau bekerja keras," kata pemilik Sekolah Islam Athirah itu.

Jusuf Kalla mengaku belum tahu rincian rencana pengganti UN yang akan diterapkan menteri founder ojek online GoJek itu.(kompas.com/tribun-timur.com)

ANTARA/WAHYU PUTRO A

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved