Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bebaskan Luthfi Sebebas-bebasnya

Luthfi Alfiandi merupakan pelajar yang ikut demonstrasi menolak RKUHP dan RUU kontroversial pada medio September 2019 lalu

Editor: syakin
zoom-inlihat foto Bebaskan Luthfi Sebebas-bebasnya
DOK
Askar Nur, Presiden Mahasiswa Dema UIN Alauddin Makassar (2018)

Oleh: Askar Nur
Presiden Mahasiswa Dema UIN Alauddin Makassar (2018)

#BebaskanLuthfi seketika menduduki posisi teratas dan menjadi trending topic di beberapa media sosial khususnya Twitter. Barangkali masih ada yang tidak mengenal Luthfi atau mungkin sudah agak lupa?

Luthfi Alfiandi merupakan seorang pelajar yang ikut demonstrasi menolak RKUHP dan RUU kontroversial pada medio September 2019 lalu yang juga fotonya pernah beredar di beberapa media sampai saat itu. Di dalam foto, Luthfi tergambar jelas tengah memegang bendera merah putih dan menghindar dari tembakan gas air mata dari pihak keamanan yang sementara mengamankan jalannya aksi demonstrasi.

Kabar simpang-siur berseliweran di mana-mana dan tentu tak terbendung perihal alasan ditangkapnya Luthfi oleh polisi. Asumsi dan tudingan pun berkecamuk utamanya di beberapa media sosial. Mulai dari dugaan Luthfi ditangkap karena pelecehan terhadap bendera merah putih sampai pada dugaan sebagai salah satu pelaku kerusuhan demonstrasi.

Dari Tribunnews.com bahwa Luthfi ditahan sejak 30 September. Bukan karena kasus pelecehan bendera merah putih melainkan terjerat beberapa pasal KUHP seperti pasal 170, 212, 214 dan 218. Pada 25 November 2019, Luthfi secara resmi dipindahkan ke Salemba guna mengikuti proses persidangan lebih lanjut.

Kini, ia tengah menunggu proses persidangan dan masa hukuman tentunya yang akan dijatuhkan oleh pihak kejaksaan. Sementara itu, dukungan kebebasan untuk Luthfi berdatangan dari segala penjuru khususnya di berbagai media sosial dengan berbagai alasan yang kiranya patut diperhatikan dan dipertimbangkan oleh pemangku kebijakan tertinggi.

Pasal KUHP yang Menjerat

Dilansir dari Tirto.id, terdapat beberapa pasal dalam KUHP yang dinilai menjerat Luthfi berdasarkan rekaman video yang dijadikan sebagai barang bukti, yakni pasal 170 mengatur tentang tindakan pengrusakan dan kekerasan di muka umum secara bersama-sama diganjar penjara maksimal lima tahun enam bulan. Hukuman ditambah jadi tujuh tahun jika mengakibatkan luka pada korban, sembilan tahun jika luka berat, dan sebelas tahun jika meninggal dunia.

Selanjutnya, pasal 212 KUHP mengatakan, “orang yang melakukan kekerasan pada aparat negara diancam hukuman penjara satu tahun empat bulan dan denda.” Adapun pasal 214 KUHP mengatur orang yang mengeroyok aparat negara diancam penjara maksimal tujuh tahun. Hukuman meningkat jadi delapan tahun enam bulan jika mengakibatkan luka, dua belas tahun jika luka berat, dan lima belas tahun jika mengakibatkan kematian. Kemudian, pasal 218 KUHP mengancam penjara empat bulan dua minggu bagi orang yang tak mengindahkan peringatan aparat keamanan.

Berdasarkan barang bukti yakni video dan foto, terpampang Luthfi memegang bendera sambil menutup matanya karena efek gas air mata. Jikalaupun benar adanya bahwa pasal dalam KUHP yang menjerat Luthfi berdasarkan tinjauan dan penelaahan dari video yang beredar sebagai barang bukti maka sebuah asumsi sekaligus pertanyaan akan muncul bahwa di dalam video tidak terdapat sebuah tindakan yang mengharuskan beberapa pasal dalam KUHP tersebut dialamatkan kepada Luthfi, lantas apa dasar atau barometernya sehingga keempat pasal tersebut dijatuhkan kepadanya? Hanya pihak kejaksaan lah yang mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Kendati demikian, asas tujuan daripada hukum itu sendiri seperti asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan tidak boleh dilupakan melainkan sebuah keharusan untuk menjadikannya sebagai indikator penting dalam pengambilan keputusan.

Senada dengan itu, dalam hal ini kejaksaan atau pihak pengambilan keputusan tertinggi terhadap kasus dari Luthfi adalah sosok pemimpin dan tentu harus memegang teguh prinsip kepemimpinan. John Locke menitipkan kepada kita semua tiga hakikat demokrasi yang menjadi bagian dari kewajiban sang pemimpin, yaitu state of liberty (hakikat kebebasan) bahwa seseorang harus merawat kebebasannya sendiri sembari merawat kebebasan orang lain. Hakikat ini mendalilkan bahwa individu yang dapat merawat kebebasannya adalah ia yang berkemampuan menghormati kebebasan orang lain. Seorang pemimpin dalam kasus ini adalah penegak hukum harus merawat kebebasan kelompok-kelompok masyarakat yang berada di garis penegakan hukumnya.

State of equality (hakikat kesetaraan) mendalilkan bahwa semua manusia berasal dari species yang sama. Tak ada manusia yang istimewa di hadapan kemurahan alam. Seorang penegak hukum harus sekuat mungkin memenuhi kebutuhan kelompok masyarakatnya secara setara. Luthfi harus memperoleh ganjaran sesuai dengan apa yang dia lakukan secara objektif dan faktual.

State of licence (hakikat lisensi), bahwa seorang pemimpin (penegak hukum) harus menjalankan mandat sosialnya, melayani kelompok-kelompok masyarakatnya tanpa memihak. Luthfi adalah bagian dari kelompok masyarakat yang berjuang untuk penegakan nilai demokrasi di Indonesia. Menjatuhkan hukuman kepadanya dengan tidak memegang teguh prinsip dan nilai demokrasi adalah kekeliruan tersendiri dari penegak hukum.

Nilai Kebebasan

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved