Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Jokowi

Presiden Jokowi 'Kata-katai', Siapa Ingin Tampar, Jerumuskan Atasan Maruf Amin dan Prabowo Subianto?

Presiden Jokowi 'kata-katai', siapa ingin tampar, cari muka, jerumuskan pasangan Maruf Amin dan bos Prabowo Subianto itu?

Editor: Edi Sumardi
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden Jokowi 'kata-katai', siapa ingin tampar, cari muka, jerumuskan pasangan Maruf Amin dan bos Prabowo Subianto itu?

Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi menegaskan tak setuju dengan usul masa jabatan Presiden RI diperpanjang menjadi 3 periode.

Ia pun merasa curiga pihak yang mengusulkan wacana itu justru ingin menjerumuskannya.

"Kalau ada yang usulkan itu, ada 3 (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).

Ayah dari Kaesang Pangarep, Gibran Rakabuming Raka, dan Kahiyang Ayu itu menegaskan, sejak awal, ia sudah menyampaikan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi.

Dengan demikian, saat ada wacana untuk mengamendemen UUD 1945, Jokowi sudah menekankan agar tak melebar dari persoalan haluan negara.

"Sekarang kenyataannya begitu kan, (muncul usul) presiden dipilih MPR, Presiden 3 periode. Jadi lebih baik enggak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan eksternal yang tidak mudah diselesaikan," kata Jokowi sekaligus atasan Menteri Pertahanan RI ( Menhan ), Prabowo Subianto.

Sebelumnya, dalam rencana amendemen terbatas UUD 1945 terungkap berbagai pendapat dari masyarakat terkait perubahan masa jabatan Presiden RI.

Ada yang mengusulkan masa jabatan Presiden RI menjadi 8 tahun dalam 1 periode.

Ada pula yang mengusulkan masa jabatan Presiden RI menjadi 4 tahun dan bisa dipilih sebanyak 3 kali.

Usul lainnya, masa jabatan Presiden RI menjadi 5 tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak 3 kali.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid sebelumnya mengatakan, usul penambahan masa jabatan Presiden RI didorong oleh Fraksi Partai Nasdem.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa menegaskan, fraksinya ingin amendemen UUD 1945 tidak terbatas untuk menghidupkan kembali GBHN.

Saan Mustopa mengatakan, meski belum diusulkan secara formal, Fraksi Partai Nasdem membuka wacana penambahan masa jabatan Presiden RI menjadi 3 periode.

"Ada wacana, kenapa tidak kita buka wacana (masa jabatan presiden) 1 periode lagi menjadi 3 periode, apalagi dalam sistem negara yang demokratis kan masyarakat yang sangat menentukan," ujar Saan Mustopa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Presiden RI, Jokowi
Presiden RI, Jokowi (INSTAGRAM.COM/@JOKOWI)

Menurut Saan Mustopa, wacana penambahan masa jabatan Presiden RI muncul dari pertimbangan efektivitas dan efisiensi suatu pemerintahan.

Ia berpendapat, masa jabatan Presiden RI saat ini perlu dikaji apakah memberikan pengaruh terhadap kesinambungan proses pembangunan nasional.

"Tentu ketika ingin mengubah masa jabatan Presiden itu bukan soal misalnya 1 periode 7 tahun atau 8 tahun, atau per periode 4 tahun. Tapi kira-kira masa jabatan Presiden ini bisa enggak kesinambungan dalam soal proses pembangunan," kata Saan Mustopa.

"Kalau kita punya seorang presiden yang baik, yang hebat, ternyata misalnya programnya belum selesai, tiba-tiba masa jabatannya habis, kan sayang. Ketika berganti akan ganti kebijakan, kesinambungannya kan terhenti," ucapnya.

PKS: Kemunduran Demokrasi

 Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ), Ahmad Fathul Bari menganggap wacana perpanjangan periode masa jabatan Presiden dan Wapres RI, soal amendemen UUD NKRI 1945 sebagai kemunduran demokrasi.

Fathul mengatakan Ahmad Bahri, PKS sebagai partai yang lahir dari rahim reformasi sangat menolak wacana tersebut dimasukkan dalam konstitusi dan menjadi perubahan dalam amendemen.

"Jika itu terjadi, kita malah menjadi setback ke masa sebelum reformasi, ada kemunduran demokrasi," ucap Fathul dalam dikusi PKSMuda Talks di Kantor DPP PKS, Jumat (29/11/2019).

Fathul Ahmad Bahri, menegaskan, sikap penolakan PKS terhadap periodisasi masa jabatan Presiden dan Wakil Preesiden seiring dengan sikap penolakan PKS terhadap wacana amendemen konstitusi.

Menurut Fathul, saat ini belum permasalahan yang sangat mendesak sehingga harus dilakukan amendemen.

Apalagi, isu amendemen menyeret Garis-garis Besar Haluan (GBHN) yang sudah terakomodasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

"Sesuai dengan yang disampaikan oleh Presiden PKS kemarin dalam konpres bahwa kami tegas untuk saat ini menolak amendemen konstitusi walaupun wacana ini digulirkan harus berdasarkan kehendak rakyat," kata dia.

Fadli Zon: Sangat Berbahaya

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai, usulan tersebut sangat berbahaya.

Jika direalisasikan, bukan tidak mungkin bentuk negara Indonesia menjadi berubah.

"Menurut saya usulan itu sangat berbahaya dan bisa membuka kotak pandora, orang bisa bicara nanti bentuk negara apakah kesatuan atau federasi," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Fadli Zon
Fadli Zon (DOK TRIBUNNEWS.COM)

Fadli Zon meminta supaya tak ada yang "bermain-main" dengan masa jabatan Presiden RI.

Hal itu, kata dia, merupakan bagian dari memori masa lalu.

Fadli Zon menegaskan, jika tidak ingin Indonesia terpecah, seharusnya tidak pihak yang mengutak atik ketentuan soal masa jabatan Presiden RI.

Negara demokratis, kata dia, cukup membatasi masa jabatan Presiden sebanyak 2 periode.

"Kalau tidak nanti Indonesia pasti akan terpecah belah kalau mau bermain-main dengan hal semacam itu," ujar Fadli Zon.

"Saya kira udah final, negara demokrasi cukup dua periode selesai, jangan ada mimpi mau tiga periode," lanjut dia mengatakan.(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved