Tribun Makassar
'Jalan Tikus' di Belakang Sekolah Disoal, Kepsek SD Inpres Rappokalling Serahkan ke Disdik Makassar
Terkait penolakan warga atas pembukaan pintu baru di antara sekolah yang dipimpinnya dan SD 67 Rappokalling.
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kepala Sekolah Dasar (SD) Inpres Rappokalling I Dalwiah Dahlan mengatakan sudah berkoordinasi Dinas Pendidikan (Disdik) Makassar.
Terkait penolakan warga atas pembukaan pintu baru di antara sekolah yang dipimpinnya dan SD 67 Rappokalling.
"Nanti selanjutnya kami serahkan ke disdik untuk memutuskan. Kami hanya menerima bantuan rehabilitasi pagar tersebut. Urusan kami hanya di dalam sekolah dan di luar pagar terkait lurah dan RW," jelas Dalwiah.
Diapun meminta warga yang merasa berkeberatan membuat surat pernyataan tertulis yang nantinya disampaikan lagi ke Disdik Makassar.
Menurut Dalwiah awalnya pihaknya ingin menutup pintu kecil di belakang pagar dan membelakukan sistem satu pintu sebagai akses keluar masuk murid melalui gerbang utama Jl Rappokalling Raya yang sudah ada selama ini.
Hal tersebut karena keberadaan pintu kecil itu mengganggu aktivitas sekolah dan murid.
Pemberlakuan satu pintu laiknya sekolah lainnya untuk keamanan, ketertiban, termasuk memudahkan pengawasan murid.
Selain itu, sekolah mau membangun WC di balik pintu lama yang akan ditutup.
Di sisi lain beberapa warga juga selama ini ikut terganggu dengan aktivitas pintu lama tersebut gegara PKL, parkir, dan lainnya.
Tapi rencana penutupan pintu kecil itu mendapat penolakan tiga Kepala Keluarga (KK) yang membuka kios tepat di belakang pintu lama bersama beberapa PKL yang berjualan di atas badan jalan lorong.
Pihak sekolah lalu mengundang Pelaksana Tugas (Plt) Lurah Rappokalling Laode Ita, Ketua RW 002 Udin, perwakilan babinsa, RW, termasuk pedagang yang keberatan dengan penutupan pintu lama itu.
Rapat berlangsung alot. Sekolah bersikukuh tutup pintu pagar lama, tapi pedagang menolak dengan alasan pintu kecil itu juga jadi akses keluar masuk murid melalui pagar belakang.
Lalu Laode Ida mengambil jalan 'pintas' mengusulkan dan menyetujui pemindahan dan pembukaan pintu baru tersebut.
Persoalan baru muncul gegara keputusan sepihak pada rapat itu yang dilakukan tanpa mengundang warga terdampak pembukaan pintu baru itu termasuk Ketua RT di wilayah tersebut.
Ada warga mendesak pintu sekolah di depan rumahnya tapi justru mau ditutup pihak sekolah, dan dibuka pintu baru yang justru di depan rumah warga yang tidak mau karena selama ini sudah terganggu dengan aktivitas pintu lama.