TRIBUN WIKI
Dibalik Damainya Rumah Apung di Danau Tempe Wajo
Rumah Apung menjadi salah satu hal menarik di Danau Tempe, Kabupaten Wajo
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
TRIBUN-TIMUR.COM- Keindahan Danau Tempe sudah menjadi rahasia umum.
Para pelancong dari berbagai penjuru dunia, tentu penasaran dengan danau yang memiliki keanakeragaman hayati beragam ini.
Terlebih, dengan daya tarik kearifan lokal yang di miliki Danau Tempe.
Sebuah destinasi wisata yang sangat jarang ditemukan di dunia khususnya di Indonesia.
Wisata tersebut merupakan alasan utama para pelancong menjamahi Danau Tempe.
Rumah Apung sungai Walannae, nama tersebut sudah tak asing tentunya bagi masyarakat Sulawesi Selatan.
Lokasi

Rumah Apung ini terletak di Kabupaten Wajo.
Tepatnya, 176 KM dari Pusat Kota Makassar.
Dari Kota Makassar, pengunjung perlu waktu sekitar 6 jam untuk sampai di tanah Wajo ini.
Kemudian setelah dari Wajo, pelancong harus menuju Kota Sengkang di mana lokasinya hanya berjarak sekita 7 kilometer saja.
Dengan menggunakan kendaraan pribadi atau angkotan umum yang tersedia.
Setibanya di Kota Sengkang, perjalanan akan dilanjutkan dengan mendatangi Tempat Pelelangan Ikan Anitue atau tepi sungai Walanae yang bisa menjadi salah satu akses menuju Danau Tempe untuk melihat Rumah Apung.
Nah, setelah itu dilanjutkan dengan menaiki perahu motor, warga lokal menyebutnya katinting.
Perjalanan memakan waktu selama 50 menit hingga sampai ke tempat pemukiran rumah apung.
Biaya sewa katinting sekitar Rp. 150.000 per perahu motor dan dapat di isi maksimal 3 hingga 4 Orang.
Suasana
Setibanya di kawasan Rumah Apung ini, mata pelancong tentu akan ditakjubkan dengan bangunan rumah yang utuh.
Tak hanya itu, suasana damai dan sejuk akan begitu terasa di barengi dengan tiupan angin sepoi-sepoi.
Tentu semakin membuat betah bahkan ingin terus berlama-lama di rumah yang terapung di atas sungai tersebut.
Pelancong bisa memesan menu yang ingin disajikan ketika berada di rumah apung.
Hampir di setiap rumah yang ada memiliki penawaran yang sama jika ingin menyajikan santapan untuk bersantai.
Seperti kopi, teh, gorengan atau yang lainnya.
Bahkan jika ingin menginap, warga sekitar akan bersedia memberikan
fasilitas tempat tidur dengan harga yang telah ditetapkan.
Struktur Bangunan

Yang paling unik dari Rumah Apung ini kondisinya yang berubah-ubah.
Bahkan mengikuti arus dan hembusan angin yang ada.
Sehingga terkadang tetanggapun ikut berbeda tiap harinya.
Namun, tak akan jauh berputar dari lokasi pemukiman warga Rumah Apung.
Hanya saja jika cuaca buruk, Rumah Apung ini bisa terbawa hingga ke daratan.
Pada dasarnya, konstruksi bangunan dari Rumah Apung ini memiliki kesamaan dengan rumah panggung masyarakat Bugis.
Ratusan batang bambu dirangkai hingga menyerupai dinding dikaitkan dengan rotan ataupun paku agar kuat.
Bambu tak hanya pula dijadikan sebagai dinding rumah, namun juga untuk menopang rumah agar terapung.
Bentuknyanya akan seperti perahu rakit, namun di beri rumah di atasnya.
Adapula yang mengganti dinding tersebut dengan papan.
Atap seng menjadi atasan rumah apung.
Sungguh, amat mirip dengan rumah yang berada di darat.
Antisipasi masyarakat sekitar, agar tidak hanyu rumah ditambatkan dengan tali ke tiang kayu atau bambu.
Pada proses pembangunannya, dilakukan secara gotong royong warga sekitar.
Penghuni Rumah Apung

Rumah Apung awalnya merupakan tempat tinggal para nelayan yang
menggantungkan harapannya di Danau Tempe.
Namun berjalannya waktu, rumah ini sudah menjadi hunian kedua para warga setempat.
Dan sebagian memilih untuk membangun rumah di darat.
Sejauh ini hanya tertinggal 28 rumah saja.
Sebelumnya, pernah mencapai ratusan rumah yang pernah ada di Sungai Walannae ini.
Namun menurut penuturan warga sekitar banyak yang memilih untuk mencari hidup di tanah orang alias merantau.
Transportasi yang di gunakan pun, hanya ada perahu motor saja.
Warga sekitar menyebutnya katinting.
Kondisi Warga
Tinggal di daerah yang sulit terjangkau, warga Rumah Apung nampaknya telah terbiasa.
Mulai dari bangun pagi hingga tertidur lagi, mereka tak pernah bosan dengan aktifitas yang dijalankan.
Hasni salah seorang warga danau mengungkapkan kepada Tribun Timur beberapa waktu lalu bahwa ia lebih merasa damai tinggal di rumah apung ketimbang harus di kota.
"Tenang dan damai, walaupun ada rumah di darat tapi ini tempat kami
cari nafkah dan beristirahat," tuturnya.
Ia mengatakan bahwa tak ada rasa jenuh yang menghinggapinya.
Ia mengakui jika hanya kembali ke darat satu hari sekali.
Bahkan hingga tiga bulanan.
Hal tersebut dilakukannya untuk terus menjaga budaya turun temurun nenek moyangnya yang lebih dulu tinggal di pemukiman rumah apung.
tersebut.
Iklim
Masyarakat sekitar bahkan sudah paham jika cuaca buruk akan terjadi.
Pada musim-musim tertentu, para warga Rumah Apung tak bisa kembali ke darat terlebih saat musim hujan.
Sisi Lain Rumah Apung
Selain menjadi tempat wisata nyatanya rumah apung ini juga berfungsi yang tak terduga,
Rumah Apung ini begitu berguna untuk memindahkan barang-barang yang ada di rumah jika dalam keadaan hujan.
"Jadi semuanya di angkut ke Rumah Apung, nanti surut dikembalikan lagi," jelas Hasna.
Aktivitas Warga Rumah Apung
Pada pagi hari warga akan beraktifitas pada umumnya.
Mulai dari membuat jaring untuk menangkap ikan, hingga diproduksidmenjadi ikan kering.
Semua dilakukan di rumah apung tersebut.
Setelah bekerja seharian membersihkan ikan yang telah di tangkap.
Warga akan segera beristirahat lebih cepat.
Karena, penerangan pun masih terbatas jadi para warga lebih memilih
tidur dan menanti esok untuk beraktivitas.(*)