Gugat Ayah Kandungnya Gara-gara SPBU, Ini Sejarah Ibrahim Merintis Usaha di Parepare
Pada saat itu, Pertamina (SPBU) Soreang dikelola oleh kakak kedua Ibrahim, yaitu Mukhtar Ibrahim mulai tahun 1990.
Penulis: Darullah | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-PAREPARE.COM, PAREPARE - H Ibrahim Mukti (52), merasa sangat bersyukur atas didikan ayahnya, H Mukti Rachim (82) dan ibundanya Hj Naima (70).
"Saya merasa sangat bersyukur terhadap didikan bapak dan ibu saya selama ini. Karena beliaulah saya bisa menjadi seperti sekarang ini," kata Ibrahim kepada TribunParepare.com, Jumat (8/11/2019) sore.
"Saya bisa seperti sekarang tidaklah denga usaha yang instan, melainkan dengan didikan ayahanda, sehingga saya bisa terus berkembang dan memgembangkan keluarga," ucapnya.
• Alasan Sriwijaya Air Cerai dengan Garuda Indonesia Group: Penumpang Terlantar, Konter Dijaga TNI AU
"Saya memulai usaha dari bawah. Pada awal memulai karir, saya merintis dari belajar menjadi pengantar minyak ke depo Pertamina (SPBU) di Kecamatan Soreang," jelasnya.
Pada saat itu, Pertamina (SPBU) Soreang dikelola oleh kakak kedua Ibrahim, yaitu Mukhtar Mukti mulai tahun 1990.
"Pada saat itu, saya juga merangkap sebagai power man, yang membongkar minyak dari mobil tangki ke penampungan SPBU," ungkapnya.
• Keluarga Korban Pembunuhan Ngamuk di Mangepong Jeneponto, Rumah dan Perabot Pelaku Dirusak
"Sebagai penambah pemasukan kedepannya untuk menghidupi istri, saya juga buka usaha sampingan, dengan menjual semangka. Saya beli semangka di pasar kemudian saya jual kembali," urai pengusaha ternama di Kota Parepare ini.
Selain itu, ia juga sempat membuka kios kecil berukuran 2x3, yang pada saat itu menjual barang-barang campuran seadanya, yang dijaga oleh istrinya sambil menyusui anak sulungnya.
• Semen Tonasa Gelar Pesta Rakyat Selama Tiga Hari
"Alhamdulillah, saya merasa sangat bersyukur karena saya tidak dimanja oleh materi orang tua, meskipun pada saat itu orang tua sudah punya Pertamina (SPBU)," ujarnya.
"Saya digembleng dari bawah. Yang pada saat itu, saya adalah alumni S1 Perikanan Unhas," bebernya.
Ibrahim terus menggeluti usahanya dengan penuh kesabaran. Karena ia punya mimpi ingin menjadi seperti ayahnya.
Lanjutnya, seiring berjalannya waktu, kakaknya, Mukhtar dapat peluang untuk membagun Premium Solar Packed Dealer (PSPD) di Kabupaten Enrekang.
• Buah-buahan dan Mi Instan Turun Harga di Lotte Mart Panakkukang
Sehingga ia menggeluti usaha mandiri dan mengundurkan diri sebagai pengelola SPBU Soreang milik ayahnya pada tahun 1995.
Sebagai anak laki-laki ke dua dari 7 bersaudara, Ibrahim langsung mengambil alih untuk mengelola SPBU Soreang milik ayahnya.
Yang pada saat itu, bapaknya juga tengah sibuk kembangkan usaha perkebunannya di Kabupaten Siwa.
• Gubernur Sulbar Serahkan Bantuan Komoditas Peternakan di Puccadi Polman
"Maka saya langsung mengambil alih pengelolaan pada tahun 1996. Saya kelola semampuku," kata Ibrahim.
Pada saat itu keuntungan juga tidak banyak. Permodalan juga simpang siur, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan usaha-usaha tambahan.
Kadang menjual, kadang juga tidak, karena pengaruh permodalan yang kembang kempis.
• Dua Lansia Selamat, Begini Kronologi Kebakaran di Watampone
"Disaat saya berusaha menstabilkan berjalannya usaha di SPBU Soreang ini, banyak juga kerabat dan keluarga saya yang membantu di sektor permodalan pada saat itu," paparnya.
Selain itu, Ibrahim juga sempat buka toko bangunan semi permanen, dan juga usaha empang ikan di Kecamatan Soreang.
Alhamdulillah, seiring berjalannya usaha dengan penuh kesabaran, maka sampai saat ini, saya sendiri sudah memiliki 3 SPBU.
• Curhat di Instagram, Mulan Jameela Ngaku Ingin Muntah: Gerindra Tunjuk Ahmad Dhani Jadi Wakil Anies
Ketiga SPBU tersebut, yaitu SPBU Macorawalie, berlokasikan di depan kantor Bupati, Jl Bintang, Desa Macorawalie, Kecamatan Watang Sawitto, Kabupaten Pinrang.
SBPU Pakkie, di Kecamatan Tiroang, Kabupaten Pinrang dan SPBU Kanie, Jl poros Pangkajene Rappang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap.
5 Fakta Anak Gugat Orang Tua di Parepare, Ibrahim Mukti Vs Abd Mukti Rachim, Bukan Orang Sembarangan
Daftar 5 fakta anak gugat ayah / orang tua di Parepare, Ibrahim Mukti vs Abd Mukti Rachim, bukan orang sembarangan.
Sungguh memiriskan, seorang anak menggugat ayahnya dan saudaranya gara-gara harta melalui Pengadilan Negeri Parepare, di Kota Parepare, Sulawesi Selatan ( Sulsel ).
Sang ayah pun menyebut anaknya sebagai anak durhaka.
Proses sidang gugatan sedang berjalan di Pengadilan Negeri Parepare.
Terkait dengan kasus tersebut, berikut 5 fakta.
1. Penggugat dan tergugat
Penggugat adalah Ibrahim Mukti (47) atau anak tergugat, sedangkan tergugat adalah Abd Mukti Rachim (87) atau ayah penggugat.
Tergugat lainnya adalah 6 saudara penggugat.
Tergugat dan penggugat bukan orang biasa, mereka adalah pengusaha SPBU.
2. Melalui Pengadilan Negeri Parepare
Sidang perkara gugatan perdata ini melalui Pengadilan Negeri Parepare.
Kantor Pengadilan Negeri Parepare beralamat di Jalan Jenderal Sudirman nomor 39, Cappa Galung, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare.
• Yuni Shara Tak Meninggal Dunia, Kakak Kartika Sary - Krisdayanti Malah Ungkap Wasiat, Pabrik Uang
Sidang berlangsung, Rabu (6/11/2019) kemarin.
Dengan menggunakan kursi roda, Abd Mukti Rachim datang di pengadilan.
3. Penyebab anak gugat ayah
Apa penyebab Ibrahim Mukti gugat saudara dan ayahnya?
Ternyata gara-gara harta.
Bermula ketika Abd Mukti Rachim ingin menjual SPBU (pompa bensin) miliknya di Jalan HAM Arsyad, Watangsoreang, Kecamatan Soreang, Parepare.
Kabar yang diperoleh, Abd Mukti Rachim memiliki 3 SPBU yang berada di Parepare dan Kabupaten Sidrap, kabupaten tengga Parapare.
Bisnis SPBU itu berada di bawah bendera PT Imam Laega Jaya Bersama.
Namun, usaha Abd Mukti Rachim menjual SPBU ditentang Ibrahim Mukti, salah satu dari 7 anaknya.
Hanya Ibrahim Mukti yang menentang dan memilih menggugat melalui pengadilan.
Ibrahim bersama saudara menjadi pemegang saham PT Imam Laega Jaya Bersama.
Namun, sebagai pemegang saham di perusahaan keluarga, dia meminta jatah lebih dari hasil penjualan SPBU warisan orang tuanya.
4. Sebut anaknya durhaka
Menanggapi gugatan anaknya, Abd Mukti Rachim berkali-kali mengatakan bahwa Ibrahim Mukti anak durhaka dan tidak tahu diri.
“Sudah durhaka itu, anak durhaka, anak durhaka, tidak tahu diri, sudah diberi anu (harta warisan) menuntut lagi,” kata Abd Mukti Rachim di Pengadilan Negeri Parepare.
"Saya tidak ampuni dia, saya besarkan, sekolahkan. Saya berikan SPBU, tapi masih saja menuntut lagi saham bohong-bohong," kata dia geram.
Lebih lanjut, kata Abd Mukti Ibrahim, saham diberikan kepada anaknya hanya sekadar formalitas sebagai syarat pendirian perusahaan pengelola SPBU.
Kendati demikian, SPBU itu tetap diwariskan kepada anaknya.
5. Saling lapor kepada polisi
Selain menggugat ayahnya, Ibrahim Mukti juga melaporkan Abd Mukti Ibrahim kepada polisi dengan dalih pemalsuan tanda tangan.
Namun, sang ayah balik melaoporkan putranya.
"Dilaporkan juga ke polisi," kata Abd Mukti Ibrahim kepada jurnalis.
Pernikahan Tak Direstui, Anak Gugat Ibu soal Warisan
Kasus anak gugat orang tua gegara harta tak hanya terjadi di Parepare, Sulsel.
Seorang anak menggugat ibunya ke pengadilan karena tidak diberi warisan.
Menurut pengacara, anak wanita tersebut tak diberi warisan karena pernah menolak warisan dan pernikahannya tidak direstui.
Kasus itu pun disidangkan di Pengadilan Negeri Kota Probolinggo, Rabu (7/8/2019).
Sidang dengan hakim ketua Eva Rina Sihombing dan hakim anggota Sylvia Yudhiastika dan Isnaini Imroatus, tersebut dihadiri penggugat, Annete Sugiharto (40) didampingi penasihat hukumnya, Muhammad Huna.
Sementara tergugat hanya dihadiri penasihat hukumnya, yakni Djando Gadhohoka.
orang tua yang digugat bernama Meliana Anggreini (68), warga Jalan Gatot Subroto, Kota Probolinggo, Jawa Timur.
Meliana merupakan orang tua Annete yang tinggal di Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo.
Selain ibunya, Annete juga menggugat kakak kandungnya, Julius Sugiharto (42) dan adiknya, Trifena Sugiharto.
Tak hanya itu, turut tergugat Notaris Dwiana Juliastuti dan kepala Kantor Pertanahan Kota Probolinggo.
Melalui penasihat hukumnya, Annete Sugiharto mengatakan, ia menggugat orang tua sendiri, kakak dan adiknya, setelah mengetahui lahan dan rumah yang ditempati saat dirinya masih kecil hingga dewasa (sebelum nikah) berganti nama ibunya.
Padahal, sebelumnya, lahan seluas 984 meter persegi tersebut diberi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama ayahnya, almarhum Eddy Lok.
Di sertifikat yang baru tersebut, nama kliennya tidak tercantum. Padahal Annete anak sah pasangan suami istri Eddy Lok dan Meliana Anggreini.
“Annete tidak dimasukkan sebagai ahli waris. Padahal, dia anaknya. Notaris hanya memasukkan 2 anak Meliani Anggreini,” kata Huna.
Huna menambahkan, tidak benar bahwa kliennya telah membuat surat penolakan.
"“Klien saya tidak pernah membuat surat keterangan penolakan pemberian ahli waris. Ia menolak kalau rumahnya dijual. Kalau ditempati ibu dan 2 saudara kandungnya, tidak masalah,” katanya.
Sidang yang berlangsung lima menit itu diputuskan agar dilakukan mediasi, sesuai saran majelis hakim. Sidang akan dilanjutkan pekan depan.
Sementara itu, Djando Gadhohoka, penasihat hukum para tergugat berharap, mediasi menemui titik temu.
Menurutnya, munculnya gugatan lantaran anak atau putri kedua kliennya tidak kebagian waris.
Kliennya tidak memasukkan Anneta sebagai ahli waris, karena tahun 2004, Annete pernah membuat surat pernyataan menolak harta warisan.
Surat penolakan itu akan ditunjukkan nanti di depan hakim.
Menurutnya, Annete tidak diakui sebegai anak oleh ibunya, karena pernikahan dengan seorang pria tidak disetujui.
Bahkan hingga usia pernikahan Annete sekitar 14 hingga 15 tahun, yang bersangkutan dan suaminya tidak pernah menjenguk.
Annete pulang menemui ibunya setelah mendengar bahwa lahan dan rumah orang tuanya hendak dijual.
“Ibunya sudah tidak mau karena sebelumnya penggugat menolak alias tidak akan meminta warisan. Jadi, penggugat sudah tidak dianggap anaknya," kata Djando.(tribun-timur.com/kompas.com)