Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Multikulturalisme, Pesan Islam Mewujudkan Perdamaian

INDONESIA adalah negara multikultural yang terdiri dari berbagai kultur budaya, ras, suku hingga agama.

Editor: syakin
tribun timur
Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Alauddin Makassar 

Oleh: Muhammad Rifai
Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Alaudiin Makassar

INDONESIA adalah negara multikultural yang terdiri dari berbagai kultur budaya, ras, suku hingga agama.

Dari perbedaan-perbedaan demikian menimbulkan berbagai macam perspektif dalam menyikapi perbedan. Negara Indonesia adalah pemegang teguh semboyan “Bhineka Tunggal Ika “Berbeda-beda tetap satu,” walaupun terdiri dari beragam suku, ras, pandangan hidup, hingga agama.

Sebagai sebuah bangsa yang besar, Indonesia memang hidup dalam kondisi masyarakat plural dan multicultural, sebagai sebuah fakta dan realitas bahwa Indonesia hidup dalam kondisi masyarakat yang saling berdampingan antar kelompok budaya, agama serta prinsip toleransi, kerja sama antar sesama muslim dan non-muslim serta larangan untuk saling mengganggu satu sama lain.

Negara Indonesia sejak awal dibentuknya memang menganut paham multicultural, dimana bangsa Indonesia dikenal kaya akan ragam budaya, ras, suku serta warna kulit.

Menjadikan Indonesia satu kultur saja tidak mungkin, karena akan mengenyampingkan etnik dan budaya lainnya. Selain itu gerakan separatis yang pernah dijalankan oleh beberapa kelompok tidak pernah berhasil menciptakan sistem masyarakat yang homogen dan efektif.

Praktek kekerasan dengan mengatasnamakan kelompok agama dan primordialisme suku, dari fundamentalisme, radikalisme, rasisme hingga terorisme semakin marak terjadi di tanah air. Berbagai indikator yang mulai memperlihatkan tanda-tanda perpecahan bangsa secara transparan dan mudah dibaca bahwa ada something wrong dalam tubuh bangsa ini.

Kondisi bangsa yang multicultural mengandung dua potensi; pertama, potensi konflik dan disintegrasi, dan yang kedua, juga bisa menjadi dinamika perubahan sosial dan kemajemukan.

Sebagai solusi untuk mewujudkan cita-cita perdamaian terhadap kondisi Indonesia yang mulai diserang paham radikalisme hingga liberalisme, baru-baru ini Kementerian Agama RI menerbitkan salah satu buku yang diberikan judul Moderasi Beragama.

Dalam pengantarnya Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan, moderasi beragama secara substantif merupakan bukan hal baru bagi bangsa kita. Masyarakat Indonesia memilki modal sosial kultural yang cukup mengakar. Telah sejak lama masyarakat Indonesia dikenal telah mengamalkan nilai tenggang rasa, toleran, menghormati persaudaraan dan menghargai keragaman.

Prinsip yang dibawa oleh Islam sejatinya sejalan dengan konsep demokrasi, seperti keadilan, kesamaan, kesetaraan, permusyarawatan dan penegakan hak asasi manusia serta keadilan sosial compatible dengan ajaran Islam.

Dengan demikian Islam adalah agama yang compatible dengan prinsip multikulturalime, meskipun dalam pelaksanaanya prinsip multikulturalisme masih mengalami pasang surut.

Dalam pengamalan agama diperlukan pemahaman yang mampu menjawab dari sisi keadilan dan berimbang agar terhindar dari sikap ekstrim dan berlebihan saat mengamalkan perintah agama. Sikap toleran, moderat dan saling menghargai perbedaan (multikultural) diharapkan dapat dipelihara demi menjaga persatuan dan perdamaian.

Jika perdamaian dan sikap saling menghargai dapat dijaga maka niscaya Indonesia akan menjadi negara yang aman, damai, maju dan berperadaban tinggi.

Sebaliknya apabila perbedaan dan sikap saling menghargai tidak dapat pelihara dengan baik, maka bukan tidak mungkin jika Indonesia akan semakin terbelakang dikarenakan tidak mampu menyelesaikan problem dalam diri bangsa Indonesia itu sendiri.

Dalam cara pandang di atas, dapat dipahami bahwa cara pandang toleran dan moderat diperlukan dalam mebangun bangsa yang multicultural demi menciptakan bangsa yang berperadaban yang adil dan damai.

Kehadiran islam diharapkan mampu menjawab sisi-sisi multikulturalisme yang kadang disalah artikan di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Konsep Ummatan Washathan (Ummat Pertengahan) atau dikenal di zaman sekarang dengan istilah moderat diharapkan hadir memberikan solusi terhadap kondisi bangsa yang multicultural dan memberikan gambaran mengenai situasi pluralilsme di masyarakat
yang heterogen.

Islam adalah agama yang berada diantara dua kutub yang saling bertentangan, yaitu diantara sikap berlebihan (Ekstrimisme) dan sikap
memudah-mudahkan. Dalam Islam tidak dikenal adanya sikap berlebihan ataupun mengabaikan problem di tengah masyarakat, tidak ada sikap fanatik dan tidak sikap meremehkan (Tafsir al-Wasith: Wahbah al-Zuhaili).

Islam menetapkan syariat yang merealisasikan keseimbangan dan keserasian antara tuntunan materi dan ruhani yang mengedepankan kepentingan individu dan masyarakat sehingga tidak melahirkan kondisi masyarakat yang saling menyalahkan atau bahkan saling mengabaikan satu sama lain (Apatis).

Kaum muslim adalah umat yang moderat, adil, dan toleran dalam melihat kondisi masyarakat yang multicultural. Dalam sebuah ayat disebutkan “dan demikian pula kami menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu mejadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu (Al-Baqarah/2 Ayat:143).

Dalam menjalankan perannya, konsep Islam washatiyah diharapkan mampu memberikan solusi terhadap kondisi masyarakat yang beragam serta diharapkan tidak dengan mudah menyalahkan atau bahkan mengucilkan masyarakat yang berbeda pandangan.

Islam datang sebagai solusi dengan konsep ummatan washathan (ummat pertengahan) atau dikenal dengan istilah moderat, dimana setiap penganut agama Islam diharapkan mampu bersikap toleran di tengah kondisi masyarakat multikultural.

Konsep ummatan washathan diharapkan menjadi solusi terhadap kondisi bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, bahasa bahkan agama konsep ummatan washathan harus ditanamkan dalam diri setiap individu sebagai solusi terhadap kondisi bangsa yang multicultural.

Masyarakat Muslim yang baik adalah masyarakat yang mampu menyebarkan islam rahamatan lil alamin, dimana setiap penganutnya mampu menciptakan suasana saling menghargai perbedaan, multikulturalisme dan menegakan nilai toleransi sebagai esensi dasar ajaran Islam.

Allah SWT menciptakan manusia untuk saling mencintai dan menghargai perbedaan, nilai toleransi dan moderasi harus menjadi bagian terpenting dalam intra agama maupun antar sesama penganut agama, meskipun memiliki perbedaan konsepteologi dan cara pandang.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved