Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Citizen Analisis: Memilih Mendikbud dengan Cara Ngawur, Solusi untuk Nadiem Makarim

saya memiliki keyakinan mantan CEO Go-Jek itu mampu menyambungkan kebutuhan dunia bisnis dengan dunia pendidikan, terutama di bidang inovasi teknologi

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Citizen Analisis: Memilih Mendikbud dengan Cara Ngawur, Solusi untuk Nadiem Makarim
dok.tribun
M Budi Djatmiko

Permasalahan Kita
Begitu berat Ananda Nadiem ini harus menghadapi permasalahan yang sangat komplek di pendidikan dan kebudayaan Indonesia, maka perlu semua pihak membantu pemikiran dan meringankan bebannya dengan cara sinergi terhadap kebijakan dan memeberikan masukan yang sangat konstruktif untuk kemajuan bangsa.

Namun kebiasaan Menteri, Dirjen Direktur, dan Kepala L2dikti sebelumnya begitu dikeritik APTISI langsung mutung, naik pitam lalu tidak mau bertemu duduk bersama untuk saling beradu argumen untuk menyelesaikan berbagai masalah.

Salah Bung, Anda dibayar oleh rakyat untuk melayani kami. Dan jika ini terjadi kembali pada Nadiem, maka akan terulang kesalahan pendahulunya.

Salah satu hancurannya pendidikan kita adalah kurang mau mendengarnya menteri, dirjen, direktur, dan Kepala L2dikti terhadap masalah yang ada, mereka mau mendengar hanya pada orang yang dianggap menguntungkan dengan memujimujinya saja.

Melihat peranggai Nadiem dan usia yang masih muda lebih cenderung mau mendengarkan pendapat orang lain, namun jika mau menerima pendapat orang lain justru ini hal yang paling berbahaya buat dia dan masa depan pendidikan kita.

Masalah utama pendidikan kita adalah Pertama, Kualitas pendidikan yang masih rendah secara umum.

Kedua, APK, angka partisipasi kasar kita yang rendah baik tingkat pendidikan dasar menengah berkisar 60% dan pendidikan tinggi yang berkisar 36%.

Ketiga, sulitnya aksesibilitas ke tempat belajar karena negara kita adalah negara kepulauan.

Keempat, kurangnya tenaga pengajar dan dosen yang berkualitas sesuai dengan kualifikasi yang sangat baik.

Kelima, sejak Indonesia merdeka kita tidak memiliki roadmap pendidikan sehingga ganti menteri ganti kebijakan.

Keenam, birokrasi yang panjang dalam semua bidang termasuk didalamnya perijinan, pengurusan pangkat angka demik, dan lain-lain.

Ketujuh, kurikulum yang terlalu banyak dan cenderung memberatkan anak didik baik siswa dan mahasiswa.

Kedelapan, tidak ada ketersambungan antara dunia kampus dengan dunia industri tidak terjalin link & match,

Kesembilan, khusus untuk dasar menengah masalah zonasi belum terselesaikan dengan baik.

Kesepuluh, khusus di pendidikan tinggi, pelayanan Dikti dan L2dikti yang belum optimal, bahkan khusus dalam pelayanan L2Dikti banyak pengaduan dari PTS.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved