Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mengapa Nadiem Makarim?

Menempatkan Nadiem, yang masih tergolong muda, belum punya pengalaman politik, serta tidak berlatar belakang akademisi sebagai Mendikbud

Editor: syakin
zoom-inlihat foto Mengapa Nadiem Makarim?
DOK
Anhar Dana Puta, Dosen Muda STIA LAN Makassar

Oleh: Anhar Dana Puta
Dosen Muda STIA LAN Makassar

Terpilihnya Nadiem Makarim sebagai Mendikbud dalam Kabinet Indonesia Maju tergolong mengejutkan. Keputusan tersebut bahkan sempat menjadi trending topic di twitter pada hari pengumuman kabinet, Rabu 22 Oktober 2019 lalu dengan kata kunci #Mendikbud.

Sebagian besar netizen mempertanyakan alasan mengapa Nadiem yang dipilih untuk mengisi posisi Mendikbud? Sepanjang sejarah, hampir semua figur yang menduduki posisi Mendikbud adalah akademisi.

Setidaknya tiga orang yang menduduki posisi Mendikbud dalam kurun waktu 5 tahun terakhir pernah menjabat sebagai rektor pada perguruan tinggi yakni yakni Mohammad Nuh, Anies Baswedan, dan Muhadjir Effendy.

Kebingungan para netizen tersebut masuk akal sebab latar belakang Nadiem Makarim sama sekali bukan seorang akademisi. Nadiem lebih dikenal sebagai seorang technopreneur milenial, dari kiprahnya sebagai CEO Gojek, sebuah perusahaan start-up berbasis aplikasi yang kini sudah sudah berstatus unicorn.

Seakan menjawab kebingungan publik tersebut, Nadiem dalam pidato perdananya sebagai Mendikbud menyatakan bahwa ia dipilih oleh Presiden karena di antara semua kandidat, ia yang dianggap paling tahu tantangan yang akan dihadapi oleh generasi muda di masa yang
akan datang.

Dunia bisnis digital yang selama ini ia geluti memang sangat lekat dengan kultur anak muda yang terbiasa mengantisipasi masa depan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Pertimbangan tersebut masuk akal sebab Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang nantinya akan ia pimpin bertugas untuk membekali generasi muda agar siap menghadapi segala tantangan di masa depan.

Pertimbangan tersebut juga sejalan dengan visi Jokowi untuk memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia pada periode jabatannya yang kedua.

Tantangan Nadiem

Menjabat sebagai Menndikbud tentu menghadirkan tantangan tersendiri bagi Nadiem.

Tantangan terbesar barangkali akan datang dari perbedaan budaya kerja antara perusahaan yang ia pimpin dulu dan budaya kerja institusi pemerintah yang ia pimpin sekarang.

Di Gojek, perusahaan teknologi berbasis aplikasi yang ia pimpin sebelumnya, Nadiem membangun budaya kerja yang bebas dan fleksibel dalam rangka mewujudkan efektivitas dan efisiensi kerja.

Ruang kerja karyawan dirancang seperti tempat bermain misalnya, atau adanya kebebasan karyawan untuk masuk kerja jam berapapun yang mereka inginkan. Yang penting pekerjaan selesai dengan efektif dan efisien, tidak penting apakah ia masuk kantor jam 1 siang.

Budaya kerja tersebut sangatlah berlawanan dengan budaya kerja yang berlaku dalam institusi pemerintah secara umum, termasuk Kemendikbud, institusi yang akan Nadiem pimpin dalam lima tahun kedepan.

Budaya kerja yang berlaku dalam institusi pemerintah cenderung konservatif dan birokratis, sehingga terkesan kaku dan berbelit-belit.

Segala fleksibilitas yang berlaku dalam dunia start-up akan sulit diterima dalam institusi pemerintah, karena memang dibatasi oleh aturan yang berlaku.

Perbedaan budaya kerja yang sangat tajam itu akan menjadi tantangan Nadiem yang pertama, kalau bukan yang utama, pada 100 hari pertama ia menjabat. Sangat menarik untuk disimak, seberapa jauh ia akan membawa budaya kerja Gojek ke dalam institusi Kemendikbud. Atau bukan tidak mungkin, justru Nadiem yang akhirnya dipaksa berkompromi.

Tantangan lain yang kemungkinan akan muncul adalah resistensi dari para rektor dan akademisi senior perguruan tinggi. Pada periode jabatan Presiden yang kedua ini, urusan Pendidikan Tinggi kembali masuk kedalam ruang lingkup urusan Kemendikbud.

Perubahan nomenklatur tersebut mutlak akan menempatkan Nadiem di atas para rektor dan akademisi senior secara struktur dan garis koordinasi. Di mana pada situasi-situasi tertentu ia diharuskan untuk memberikan instruksi kepada para rektor ataupun akademisi senior.

Masalahnya, Nadiem masih menyandang gelar magister, sementara hampir semua rektor dan akademisi senior sudah bergelar profesor, paling tidak doktor. Bukan tidak mungkin akan timbul resistensi dari para rektor dan akademisi senior, utamanya resistensi yang berakar dari ego intelektual yang memang cukup kental dalam kultur interaksi para akademisi di Indonesia.

Dalam pidato perdananya, Nadiem mengungkapkan ingin mengisi 100 hari pertamanya dengan mendengarkan para pakar pendidikan.

Pilihan tersebut adalah langkah yang tepat dan mungkin saja dapat meredam resistensi dari kalangan akademisi, sebab dalam proses tersebut akan terjadi pertukaran pendapat dan cara pandang yang dapat menjembatani jarak akademik diantara keduanya.

Selain itu, Nadiem memperoleh gelar magisternya dari salah satu kampus elite terbaik di dunia, yakni Harvard University. Hal tersebut mungkin dapat menjadi legitimasi sementara, selain kinerjanya nanti, bahwa ia memang layak berada di posisi tersebut.

Pertaruhan Jokowi

Menempatkan Nadiem, yang masih tergolong muda, belum punya pengalaman politik, serta tidak berlatar belakang akademisi sebagai Mendikbud tentu merupakan pertaruhan tersendiri bagi Jokowi.

Pertaruhan, sebagaimana lazimnya, hanya berujung dua, menang atau bangkrut. Namun begitu, pertaruhan ini masih menyisakan optimisme sebab Nadiem, sebagai profesional muda yang cukup sukses di dunia bisnis digital memiliki visi, jaringan, political will serta gaya penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan yang lebih segar dan tentu berbeda dari menteri-menteri sebelumnya.

Selalu butuh cara baru untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda, sebab orang bijak mengatakan “tidaklah mungkin mengharapkan hasil yang berbeda dari cara yang sama dilakukan berulang-ulang”. Sangat layak menanti bagaimana ujung dari pertaruhan ini.

Namun apapun hasilnya, semoga rakyat Indonesia, khususnya generasi muda yang menjadi pemenang. (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved