Veronica Koman yang Diburu Polisi/DPO Baru Saja Muncul di 2 TV, Keberadaanya Pun Makin Jelas
Veronica Koman yang diburu polisi/DPO baru saja muncul di 2 TV, keberadaanya pun makin jelas.
TRIBUN-TIMUR.COM - Veronica Koman yang diburu polisi/DPO baru saja muncul di 2 TV, keberadaanya pun makin jelas.
Di mana Veronica Koman saat ini yang menjadi buronan?
Diduga kuat ada di negara tetangga Indonesia.
Aktivis dan pengacara Hak Asasi Manusia (HAM), Veronica Koman, menyatakan dirinya akan terus menyuarakan pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang dialami rakyat Papua.
Dilansir ABC Australia, Veronica Koman berkata telah meminta kepada pihak keluarganya untuk bersabar karena persoalan yang dialami rakyat di Papua jauh lebih berat.
"Saya tidak akan berhenti," kata Veronica Koman dalam wawancara khusus dengan program The World ABC TV yang ditayangkan, Kamis (3/10/2019) malam.
Veronica Koman saat ini sedang dicari oleh pihak Kepolisian RI setelah dijadikan tersangka, sehingga selama beberapa waktu dia memilih mengambil sikap low profile, khususnya terhadap media.
Sebelum berbicara dengan presenter ABC Beverley O'Connor, Veronica Koman juga sudah melakukan wawancara dengan stasiun televisi Australia lainnya, SBS TV.
Ditanya mengenai keputusannya untuk akhirnya bersedia diwawancara, Veronica Koman menyatakan hal itu didorong oleh situasi di Papua yang semakin memburuk.
"Sebab saya kira saat ini kita menyaksikan periode paling suram di Papua dalam 20 tahun terakhir. Kini ada tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana," jelasnya mengatakan.
Apakah Veronica Koman tidak khawatir dengan keselamatan dirinya sendiri saat ini?
"Tentu saja saya khawatir dengan diri saya dan keluarga saya di Indonesia. Tapi hal itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang dialami rakyat Papua," ujarnya.
Menanggapi status tersangka yang dikenakan terhadap dirinya dengan tuduhan sebagai provokator, Veronica Koman melihat hal itu tak lebih dari upaya pemerintah RI untuk menghancurkan kredibilitasnya.
"Sebab mereka tidak bisa membantah data serta rekaman video dan foto yang saya punya sehingga mereka hanya bisa menyerang kredibilitas saya," kata Veronica Koman.
Mengenai upaya pihak berwenang dengan meminta bantuan Interpol dan Pemerintah Australia untuk memulangkannya ke Indonesia, Veronica Koman juga mengaku khawatir.
"Tapi saya berharap Pemerintah Australia tidak akan menuruti tuntutan bermotif politik ini. Sebab Pemerintah Indonesia kini membungkam siapa saja yang menyuarakan mengenai Papua," tegasnya mengatakan.
Sejauh ini Pemerintah Australia belum pernah melakukan kontak kepada Veronica Koman.
Veronica Koman berharap agar Pemerintah Australia dapat setidaknya meminta kepada Pemerintah RI untuk membuka akses bagi para jurnalis internasional dan Komisi HAM PBB ke Papua.
Akses untuk masuk ke Papua bagi Komisi HAM PBB sebenarnya telah dijanjikan Pemerintah RI sejak dua tahun lalu.
"Saya kira masalah HAM itu melampaui perjanjian bilateral kedua negara," katanya.
Australia dan Indonesia saat ini terikat pada perjanjian "Lombok Treaty" yang disepakati pada tahun 2006 dan mulai berlaku sejak 7 Februari 2008.
Perjanjian itu mengikat Australia untuk menghormati kedaulatan NKRI yang mencakup wilayah Papua di dalamnya.
Menanggapi tudingan banyak pihak yang menyebut upaya Veronica Koman dalam menyebarkan rekaman dan informasi kejadian di Papua melalui media sosial justru semakin memperkeruh situasi, dia mengaku bahwa dirinya telah menyaring segala informasi yang disebarkannya.
"Misalnya saat terjadi kerusuhan di Wamena, saya sangat berhati-hati untuk tidak menyebarkan rekaman yang melibatkan konflik horizontal antara penduduk asli dan pendatang. Saya sangat berhati-hati mengenai hal itu," katanya.
Lalu, apa sebenarnya dampak yang bisa dicapai dengan segala aktivitas yang dilakukan Veronica Koman dan para aktivis lainnya terkait situasi di Papua?
"Kami ingin mengekspos situasi Papua ke dunia luar... apa yang saya laporkan melalui medsos paling tidak bisa memandu para jurnalis untuk mengabarkan apa yang terjadi," jelasnya mengatakan.
Meski kini dia terpaksa meninggalkan tanah airnya, namun Veronica Koman dengan tegas menyatakan tidak akan berhenti.
"Keluarga saya diintimidasi, orangtua saya sudah dua kali menangis meminta saya berhenti. Tapi saya sampaikan ke mereka untuk bersabar karena masalah ini jauh lebih besar dari kita," ujarnya.
Polisi Geledah Rumah Veronica Koman
Kapolda Jatim, Irjen Pol Luki Hermawan menyebut, penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim sempat melakukan penggeledahan di 2 lokasi rumah Veronica Koman di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan beberapa dokumen yang saat ini sedang dipelajari keterkaitannya dengan kasus yang sedang didalami polisi. "Masih didalami dokumen-dokumen yang disita dari penggeledahan," kata Irjen Pol Luki Hermawan, kepada wartawan, Jumat (20/9/2019).
Penggeledahan kedua rumah Veronica Koman dilakukan saat penyidik akan menjemput paksa aktivis HAM tersebut, sebelum ditetapkan sebagai buronan.
"Setelah 2 kali panggilan tidak datang, upaya jemput paksa juga gagal, lalu kami keluarkan DPO," kata Irjen Pol Luki Hermawan.
Selain mengeluarkan DPO, penyidik juga mengirim surat permohonan red notice kepada polisi internasional melalui Mabes Polri.
"Karena sudah DPO, kami minta siapapun warga Indonesia yang menemukan Veronica Koman, harap menghubungi polisi," kata Irjen Pol Luki Hermawan.
Veronica Koman tersangka kasus provokasi dan penyebaran kabar bohong tentang Papua resmi masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Jatim.
DPO dikeluarkan setelah aktivis HAM itu 2 kali mangkir panggilan pemeriksaan polisi.
"Penyidik juga melalukan upaya jemput paksa dari 2 rumah keluarga di Jakarta, namun tidak menemukan yang bersangkutan Veronica Koman," kata Irjen Pol Luki Hermawan.
Polda Jatim menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka.
Dia dijerat dijerat sejumlah pasal di 4 undang-undang, pertama UU ITE, UU 1 tahun 46, UU KUHP pasal 160, dan UU 40 tahun 2008.
Unggahan Veronica Koman dalam rangkaian aksi protes perusakan bendera di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya dianggap memprovokasi dan menyulut aksi kerusuhan di Papua.(*)