Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tertinggi Secara Nasional, Perkawinan Usia Anak di Sulbar Jadi Perhatian KAPAL Perempuan

Direktur Institut KAPAL Perempuan, Misiyah mengatakan, Provinsi Sulawesi Barat berada di urutan tertinggi tingkat nasional.

Penulis: Nurhadi | Editor: Imam Wahyudi
nurhadi/tribunmamuju.com
Dialog multipihak Yayasan Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (YKPM) dan Institut KAPAL Perempuan di ruangan Angrek Hotel Maleo Town Square Mamuju Jl Yos Sudarso, Kelurahan Binanga, Kecamatan Mamuju, Sulbar, Selasa (1/10/2019). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Angka perkawinan usia anak masih jadi perhatian di Provinsi Sulawesi Barat.

Direktur Institut KAPAL Perempuan, Misiyah mengatakan, Provinsi Sulawesi Barat berada di urutan tertinggi tingkat nasional.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 menyebutkan di Sulawesi Barat nilai rata-rata perkawinan anak sebesar 37 persen.

Baca: Polres Bone Didemo Mahasiswa, Tuntut Pembunuh Randi

Hal ini diperkuat dengan pendataan keluarga terkait usia kawin pertama di Sulawesi Barat tahun 2017, bahwa untuk perempuan yang menikah dibawah usia 21 tahun mencapai 114.741 orang dan laki-laki yang menikah di bawah usia 25 tahun mencapai 94.567 orang.

Menurut Misiyah, keprihatinan tersebut harusnya menjadi keprihatinan semua pihak, sebab persoalan perkawinan anak bukan persoalan perempuan saja, tapi persoalan hak asasi manusia.

"Hak asasi untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, pekerjaan yang layak, keluar dari kemiskinan dan berbagai masalah yang terkait mengenai pembangunan manusia,"kata Misiyah pada dialog multipihak rivisi UU Perkawinan untuk Pencapaian SDGs Upaya Mewujukan Keadilan dan Kesetaraan Gender di Sulbar, Selasa (1/10/2019).

Baca: Habibienomics, Perbankan Syariah

Olehnya, pihaknya mendorong kepada semua pihak untuk mengimplementasi revisi Undang-undang Perkawinan dari usai perempuan 16 tahun menjadi 19 tahun.

"Hal itu penting, sehingga tidak ada lagi pelanggaran terhadap perkawinan di bawah umur,"ujarnya.

Misiyah mengungkapkan, salah satu penyebab tinggi perkawinan anak, adalah tradisi atau norma-norma yang masih menganggap anak perempuan jika tidak segera dinikahkan menjadi aib bagi keluarga.

Baca: Gaji Guru Kontrak Belum Dibayar, DPRD Mamasa Warning Disdikbud

"Menurut saya ini harus dihilangkan, jadi bukan semata-mata ekonomi, karena ekonomi itu justru menjadi dampak setelah anak menikah, dia tidak akan sekolah dan tidak mendapat pekerjaan yang layak, sehingga menjadi orang yang tidak punya pendapatan yang baik, akhirnya terjadi kemiskinan,"pungkasnya.

Ia berharap, ada upaya pencegahan yang massif dan seluas-luasnya kepada semua rumah tangga dan juga pemerintah mulai dari desa hingga nasional.

"Kita butuh aksi pencegahan yang kongkrit, karena kita sudah punya regulasi,"ucapnya.

Baca: Sapma PP Luwu Utara Bagi-bagi Bunga ke Pengendara

Ia menambahkan, salah satu penyebab lain tingginya angka pernikahan usia anak, disebabkan adanya stigma di masyarakat, "anak makin tua makin tidak laku".

"Orang tua baru menganggap anaknya perempuan yang sempurna kalau sudah menikah, nah itulah yang kerap membuat orang tua takut kalau anaknya tidak segera menikah, nanti diangap perawan tua. Ini yang harus dihapuskan dari pikiran masyarakat, tapi ini tidak mudah, karena menggubah cara pandang itu susah, lewat proses penjang, harus dibangun pendidikan kritis masyarakat sehingga tidak larut dalam budaya yang seharusnya tidak dianut,"tuturnya.

Menurutnya, terkait penanganan anak yang sudah terlanjut dinikahkan, harus diberikan kesempatan kedua untuk mendapatkan pendidikan 12 tahun meskipun sudah menikah.

Kapolda Sulbar Brigjen Pol Baharudin Djafar tinjau Pasar Tasiu Mamuju usai terbakar.
Kapolda Sulbar Brigjen Pol Baharudin Djafar tinjau Pasar Tasiu Mamuju usai terbakar. (Humas Polda Sulbar)
Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved